Siluet Sang Penari (Tantangan Menulis 365 Hari Gurusiana, Hari ke-319)
(Sebuah novel)
(Episode ke-79)
“Tanjakan Emen. Ya Allah lindungi aku.” menyeruak dalam pikirnya. Hari menjelang siang ketika ban mobilnya menggilas turunan dan tanjakan tajam. Ketakutan berkecamuk dalam benak. Jemari yang menggenggam stir, bergetar. Mobil meluncur deras. Pedal rem diinjak, dalam-dalam. Suara mobil menderit, memekakkan telinga. Pikirnya tak lagi melayang jauh tapi hanya tertuju pada laju kendaraan yang akan menjemut maut. Akhirnya, roda empat itu melambat. Napas pengemudi, bergemuruh. Ade menelan ludah. Berkali-kali ia menghempaskan napas untuk menenangkan diri atas luncuran kendarannya yang agak berlebih.
Setelah itu, tatap matanya disuguhi tulisan papan penunjuk destinasi wisata Gunung Tangkuban Perahu. Tenaganya sudah mulai menyurut. Tapi, kewaspadaan tetap dijaga. Desekanya keringat yang menyembul di dahi dengan punggung tangan.
“Mudah-mudahan, pukul 12, sudah nyampe.” gumam pikirnya. Perkebunan pinus nan rimbun menjadikan hawa begitu sejuk. Dibukanya kaca jendela. Wangi daun pinus menyeruak menembus hidung. Mobil memasuki area Lembang. Rumah Sinta yang beralamat di Jalan Tangkuban Parahu No. 123 Jayagiri Lembang, Bandung Barat, menjadi petualangan terakhir. Sinta menyambut hangat sang kakak ipar. Segera disegarkan dengan istirahat dan jamuan-jamuan kesukaan tamu istimewa.
Pukul 05.15, suami Sinta dan anak-anak, bertemu dengan Ade. Suasana kangen-kangenan begitu kental.
“Terima kasih, Kak, sudah mengunjungi kami.” tutur suami Sinta. Menuju malam, satu-persatu anak-anak Sinta meninggalkan pertemuan karena urusan tugas sekolah. Sang dokter pun sepertinya memberikan kesempatan kepada dua perempuan itu untuk lebih banyak lagi mencurahkan isi hati.
“Sin, sebenarnya Teteh ke sini mau minta tolong.” Ade memulai pembicaraan serius. Sinta menoleh, agak kaget.
“Tolong apa Teh? Kalau Sinta bisa menolong, mengapa tidak.” tutur Sinta. Ade menatap adik suaminya sambil berpikir untuk memulai dari mana awal cerita dirangkai.
“Dulu, Teteh ingat, sewaktu belum menikah dengan Mas Danang, diajak ke pesta pernikahan. Katanya pengantin perempuan itu sahabat kamu. Siapa itu?”
“Siapa ya? Di mana gitu tempatnya, Teh? Teman aku kan banyak.” tanya Sinta. Ade memegang dagu untuk menemukan kata kunci sehingga adiknya cepat mengingat peristiwa yang ia tanyakan.
“Oh iya, katanya pengantin itu seorang penari...ya penari sintren kalau tidak salah.” suara Ade membuncah.
“Oh...itu Tarih. Iya betul, waktu itu Mas Danang mengajak Teteh ya?” Sinta semringah, “Memangnya ada apa ya Teh?” tanya Sinta. Ade memandang Sinta dengan sorot yang serius.
“Mengapa waktu itu kamu menangis?” tanya Ade. Deg! Seakan dada Sinta terhantam. Ia menyudahi riang-riang yang baru saja ditebarkan bibirnya. Sejenak sepi.
“Neng, ungkapkan saja. Tarih itu kekasih Mas Danang, bukan?” Ade langsung menembak pada sasaran. Setelah beberapa saat, suara Sinta terdengar meskipun pelan.
“Iya, Teh. Tarih itu kekasih Mas Danang. Aku menangis karena Tarih teman sekolahku. Betapa aku merasakan kesedihan yang ia alami.”
“Mengapa Tarih harus sedih?” tanya Ade.
“Ia sangat mencintai Mas Danang dan Mas Danang juga demikian. Kisah cinta mereka sangat rumit. Tarih sangat baik, mau mengalah untuk kepentingan yang lain.” Ade mengangguk-angguk, pelan.
“Terbukti dugaanku. Suamiku dan Tarih punya jalinan masa lalu. Hingga saat ini, Mas Danang masih mencintai Tarih.” gumam batin Ade. Udara melulurkan gulana pada singgasana hatinya.
(Bersambung ke episode-80)
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Wow, Ade begitu tegar hadapi hal itu. Semoga jadi jalan dapat pertahankan rumah tangganya. Sukses selalu dan barakallahu fiik
Semoga Ade bisa memaklumi kalau itu hanya masa lalu Mas Danang, dan Mas Danang bisa mempertahankan rumah tangganya dengan Ade. Semakin menarik, Bunda. Salam sehat dan sukses Bunda.
Semoga Ade tidak kalut dengan masa lalunya Danang Bu
Mantap Bunda sajian akhir ceritanya. Sukses buat Bunda.
Wah, ini sudah layak dibukukan bun...kereen
Setia menunggu kelanjutan nya kereeen bunda