Tiga belas nol nol. Adalah waktu terberatku setelah tanggal satu Maret itu. Hampir setiap hari ku rasakan hampa tiada kawan. Biasanya... kami lalui setiap detik penuh keceriaan. Penuh semangat. Lelah pun tak terasa. Semua perintah dan tugas apapun kami sanggupi tanpa susah payah. Biasanya... tiga belas nol nol berlalu pun terasa asyik-asyik saja... tentunya dengan mereka. Biasanya... ada lelucon dari si Fu yang tingkah uniknya selalu mewarnai hari-hariku. Biasanya... ku dengar berbagai curhatan para menantu yang merasa titik-titik di rumah mertuanya. Biasanya... biasanya... dan biasanya... banyak sekali cerita di setiap hari-hariku.

Hampa kini ku rasakan. Setelah tiga belas nol nol, kini semua itu berubah seratus delapan puluh derajat. Bukan karena berat dengan waktu, bukan susah karena tugas. Aku selalu semangat. Namun ada sesuatu yang hilang menyertai hari-hariku selepas tiga belas nol nol itu. Ya... mereka... merekalah yang hilang darintiga belas nol nol. Ku doakan kalian segera mengikutiku dan menemaniku melewati tiga belas nol nol. Aamiin...