choerul huda

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web

DILEMA MENERAPKAN KEJUJURAN DI SEKOLAH DAN KEBINGUNGAN GURU

DILEMA MENERAPKAN KEJUJURAN DI SEKOLAH DAN KEBINGUNGAN GURU

Pemerintah semakin gencar melakukan upaya membangun karakter siswa. Berbagai upaya ditempuh dan salah satunya yang sangat diharapkan adalah melalui pendidikan. Jalur pendidikan sangat memungkinkan untuk membangun akhlak siswa karena mereka berada di sekolah hampir setiap hari. Siswa mendapatkan gemblengan, bimbingan dan arahan dari para guru. Tentu saja dengan gemblengan ini diharapkan siswa tidak hanya cerdas secara akademik tapi memiliki kualitas moral yang baik.

Guru, kepala sekolah terus mendapatkan pelatihan, training, rapat bahkan berbagai seminar dilakukan. Tidak hanya itu pemerintah pun menginstruksikan kepada para guru untuk melakukan studi banding, melanjutkan kuliah ke jenjang yang lebih tinggi baik s2 dan s3.

Sedikit kepesimisan dari penulis bahwa ini bisa tercapai. Kenapa seperti itu karena sering para pejabat berbicara “kita harus jujur, rla berkorban” tapi mereka belum bisa memberi contoh kejujuran dan keikhlasan.

Tentu saja hampir dikatakan sia-sia kalau kita terus menerus mengganti kurikulum, seminar, pelatihan dan sebagainya kalau itu hanya rutinitas dalam rangka memanfaatkan anggaran.

Sering pula kegiatan seperti pelatihan, pendidikan, seminat tidak diterapkan di lapangan sepulangnya mereka melakukan kegiatan itu. Akkhirnya kegiatan itu hanya membuang waktu dan anggaran Negara saja. Padahal cita-cita diadakan pembekalan, pelatihan dll adalah untuk terjadinya perubahan pada kehidupan masyarakat Indonesia.

Pemerintah mungkin tahu sebagian persoalan penyimpangan yang terjadi di daerah tapi baru bisa menyindir atau mengomentari nya dan belum mempunyai langkah antisipasi dan penanganan yang efektif supaya penyimpangan dari aturan itu tidak terjadi

Contoh sebuah ketika mentri pendidikan Dalam suatu kesempatan, memberi komentar agak miring atas kelulusan 100 persen di sejumlah SMA di Indonesia. Ketika itu salah satu Kepala SMA Negeri 15 Takengon, Amiruddin, yang menyampaikan kondisi sekolahnya yang meraih prestasi baik, meski baru meluluskan dua angkatan, misalnya memiliki tingkat kelulusan UN (Ujian Nasional) yang mencapai 100 persen. Bapak mentri pendidikan berkomentar “Untuk yang lulus UN 100 persen, mudah-mudahan jujurnya juga 100 persen,” kata Mendikbud yang disambut tawa para kepala sekolah. Mendikbud Ketika itu Anies Baswedan memang sangat menekankan pentingnya kejujuran karena menjadi bagian dari pembangunan karakter. “Bila kita mendidik anak-anak hanya pintar saja tanpa karakter moral (jujur), saya khawatir kita akan menghasilkan para koruptor yang cerdik. Ini berbahaya,” ujarnya.

Sekolah merasa malu kalau siswanya tak lulus 100%, padahal justru sekolah sehat adalah bisa memberikan nilai kepada siswa sesuai dengan kemampuannya. Zaman dahulu adalah wajar bila ada siswa yang lulus dan tak lulus begitu juga kalau ada yang naik kelas dan tak naik kelas. Jangan mengotak ngatik nilai demi popularitas atau pencitraan. Sebab prilaku ini justru merendahkan arti kejujuran dalam arti apapun ditempuh yang penting siswa lulus 100%.

Juga sistim KKM (kriteria Ketuntasan Matri). Yang ditetapkan pemerintah sebesar 75 di raport. Untuk mencapai angka ini adalah berat tapi karena berbagai alasan seperti disebutkan diatas maka hampir sulit ditemukan siswa dengan angka dibawah 75.

Keadaan ini membuat Para guru bahkan seperti kebingungan, ditambahkan dengan banyaknya program tapi tapi miskin penerapan dan perbaikan . Para guru yang cerdas ini dibuat bodoh justru dengan kebijakan yang tidak didesign dengan matang. Juga miskinnya control dan evaluasi terhadap keadaan pendidikan di daerah. Tahap ini sepertinya dunia pendidikan masih pada tahap bagaimana anggaran dapat diserap dengan baik dan adapun hasil yang rencanakan itu tergantung keadaan.

Apakah kita akan terus menerapkan budaya aji mungpung dan menelantarkan masyarakat dengan keadaan seperti ini.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

"Apakah kita akan terus menerapkan budaya aji mungpung dan menelantarkan masyarakat dengan keadaan seperti ini." Jangan terjadi lagi pak. Yuk bangun budaya jujur.

07 Jun
Balas

Okelah Pak Choerul.... Jujur itu pasti membawa manfaat. Bukan begitu Pak Yudha?

07 Jun
Balas



search

New Post