Ketika Hujan Menjuntai
TM Gurusiana 45/365
Ketika Hujan Menjuntai
Mentari baru saja bangun ketika awan lelah menggenggam bulir-bulir kristalnya. Hujan pun menjurai mencumbu bumi. Semua basah memanggil gigil yang sepi. Aku masih di sini. Menanti mentari rekahkan senyumnya. Menebar damai dan hangatnya semburat sinarnya.
Terlalu lama menunggu sesungguhnya telah lama aku rasakan. Namun mencoba untuk bersabar dan bertahan merupakan kemenangan yang ingin kuraih. Lelah, kecewa, pasrah, putus asa, dan segala perasaan yang menyakitkan terlalu menumpuk kutahan. Dan senyum kemunafikan selalu kutebar demi sebuah perjuangan. Begitu batinku selalu menenangkan diri. Ah, sudahlah! Meski bersabar, sesekali kekecewaan batinku terlontar begitu saja.
Suara lagu-lagu dangdut terdengar cukup memekakkan telingaku di siang yang terik ini dari sebuah mobil pick up yang menjual peralatan rumah tangga. Kucoba ikut menikmatinya. Namun, rasa muak kembali menguasai hatiku. Ingin rasanya aku mengamuk dia yang telah merenggut kemerdekaanku. Dia. Ya, dia. Seorang lelaki pengecut yang membawa sekeranjang cinta dan janji untukku, seorang gadis lugu yang terbakar api asmara cinta pertama.
Kalileler, 22022021
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Terbakar asmara tak pernah menhadi arang. Tumpuk saja dengan kebakaran berikutnya. Kasihan nasib cinta pertamanya