Yulivia

Penulis adalah Sarjana Pertanian Jurusan Gizi, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Pendidikan S2 ditempuh di Universit...

Selengkapnya
Navigasi Web
Pedati dan Filosofinya
Iduik bak cando roda padati

Pedati dan Filosofinya

Pedati dan Filosofinya

By Columba Livia

#Tantangan Gurusiana hari ke 149

~

“Iduik bak cando roda padati…rota padati

turun naiak baputa ganti baganti

baputa kateh yo dapek galak badarai....galak badarai…

turun kabawah taimpik badan marasai…”

itulah potongan sebuah lagu Minang yang masih saya ingat.

Artinya begini:

“Hidup itu seperti roda pedati...roda pedati

Turun naik berputar bergantian

Ketika di atas memang bisa tertawa berderai..tertawa berderai

Ketika di bawah terhimpit, badan menderita…”

Pedati adalah sebuah alat transportasi tradisional di Sumatera Barat. Ia berupa sebuah kereta yang terbuat dari kayu yang ditarik oleh seekor kerbau. Pedati itu sekarang tinggal cerita, sudah punah.

What a surprised! Saya menjumpai replikanya di Museum Angkut Kota Batu, Malang. Benar-benar surprised. Maka saya langsung berfoto dengan pedati di sana.

Dulu, waktu kecil, saya pernah menyaksikan pedati berperan dalam mengangkut barang dagangan dari pekan ke pekan. Pekan adalah pasar yang ada di kampung-kampung yang keramaiannya cuma satu kali dalam sepekan.

Waktu kecil, saya tinggal di Suliki, sebuah kecamatan di Kabupaten 50 Kota, Sumatera Barat. Di Suliki itu, pekannya adalah hari Senin. Nah, setiap Senin pagi, saya selalu melihat pedati berhenti di pinggir jalan raya, di depan pasar (pekan).

Pemilik pedati menurunkan barang dagangan, lalu barang tersebut diangkut oleh tukang gerobak ke dalam pasar. Tapi saya tidak tahu pasti, apakah barang-barang dagangan itu adalah milik orang yang punya pedati, ataukah pemilik pedati cuma menyediakan jasa transportasi.

Sore harinya, ketika pekan sudah usai, barang dagangan dikemas kembali. Barang itu diangkut pula dari dalam pasar oleh tukang gerobak. Pemilik pedati menatanya kembali dalam kendaraan tanpa mesin itu. Malam harinya pedati berjalan lagi menuju pekan yang lain. Saya tidak tahu, pekan mana lagi yang akan dia tuju. Yang pasti, dia melanjutkan kegiatan perekonomian. Entah berapalah kontribusinya terhadap pertumbuhan ekonomi negara!

Pedati yang datang hari Senin pagi, adalah pedati yang berasal dari pekan di Dangung-Dangung. Pekan di Dangung-Dangung adanya setiap hari Sabtu. Jarak Dangung-Dangung dengan Suliki kira-kira 20 km. Jadi pedati itu berangkat seusai pekan di Dangung-Dangung pada Sabtu sore dan baru sampai di Suliki pada Senin pagi (menurut perkiraan saya, waktu tempuhnya kira-kira 30-36 jam). Silakan dihitung kecepatannya dengan rumus jarak tempuh dibagi dengan waktu tempuh! Kalau kita ambil 36 jam, itu setara dengan waktu tempuh bus antar propinsi dari Payakumbuh ke Jakarta dengan NPM, Bintang Kejora, ANS, atau Gumarang Jaya.

Lalu apa kaitannya dengan lagu di atas. Lagu di atas menggambarkan kepada kita bahwa hidup itu selalu berputar ibarat roda pedati. Kadangkala kita berada di atas, adakalanya kita berada di bawah. Ketika di atas, kita bisa bahagia dan tertawa. Ketika kita berada di bawah, kita akan merasa sedih, terpuruk, menderita, dan terhina.

Bahagia, senang, dan suka tentu tak akan abadi selamanya. Demikian juga dengan keadan susah, sedih, dan duka, tentu akan berubah jika saatnya tiba. Hidup itu berputar ibarat roda pedati. Tak ada yang abadi, kita hanya menjalani sesuai dengan gilirannya. Ketika bahagia, jangan lupa rendah hati. Ketika menderita, jangan pula selalu meratapi. Itulah filosofi yang saya ambil dari pedati.

(Nasihat untuk diri sendiri)

~

Payakumbuh, 3 September 2020

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Tulisan yang keren Bund. Sukses selalu dan barakallahu fiik

03 Sep
Balas

Alhamdulillah. Terima kasih bunda.

03 Sep

Keren bun

03 Sep
Balas

Alhamdulillah. Makasih bun

03 Sep

Keren bun. Salam sukses bun

03 Sep
Balas

Terima kasih bu yesi. Aamiin. Sukses juga buat bu yesi ya

03 Sep

Nasehat yg bagus Bu

03 Sep
Balas

Alhamdulillah...makasih bun

03 Sep

Keren bu, kini masih ado juo bendi di payokumbuah bu, tapi ndak banyak bantuak dulu do. Hehe salam kenal bu, sakampuang awak kironyo.

03 Sep
Balas

Waalaikumussalam...salam kembali bu firda. Bendi ia masih ada...tapi tinggal sedikit yo bu

03 Sep

Filosofi yang tepat sekali untuk direnungkan Bu.

03 Sep
Balas

Iya pak. Terima kasih..salam

03 Sep

Sebuah filosofi yang sarat makna . Keren

04 Sep
Balas

Terima kasih bun...salam

05 Sep

Luar biasa ibu satu ini... selalu keren filosofinya... salam sukses selalu bun

03 Sep
Balas

Aamiin. Terima kasih bu via. Bu via juga selaku ruarr biasa.

03 Sep

Filosofi Pedati ini yg mestinya kita hayati 6a Bun?Sehingga kita tak perlu merasa terpuruk disaat sdg banyak cobaan.Sangat keren. Sukses Bun

03 Sep
Balas

Iya bun. Setuju. Makasih ya bun. Salam sukses selalu

03 Sep

Mantapp bu..roda pasti berputar ya bu..salam literasi bu..

03 Sep
Balas

Salam kembali ya bu. Sehat selalu.. aamiin

03 Sep

Rancak bana ma uni...hiduik bak cando roda padati...keren...

03 Sep
Balas

Terima kasih bu yelly atas apresiasinya....salam literasi

04 Sep

Wow... Keren uladsnnya bun, sukses selalu bun

03 Sep
Balas

Terima kasih bun. Sukses buat bunda juga

03 Sep



search

New Post