Cucu Hermawaty Rosyda

Nama Saya Cucu Hermawaty R, SE.,M.Pd, seorang guru Ekonomi di SMAN 2 Cimahi Propinsi Jawa Barat, yang punya hobi bernyanyi, menari, berpuisi, dan travel...

Selengkapnya
Navigasi Web
BIANGLALA MENJERAT ASA (13)

BIANGLALA MENJERAT ASA (13)

#NOVEL

BIANGLALA MENJERAT ASA (13)

Terdiam dalam kesunyian di tengah dinginnya angin malam mulai menusuk. Suasana romantis tentang kerinduan menjadi kaku saat amarah melenakan suasana. Wajah meringis terlihat di diri Maliza yang biasa manja. Menangis seketika kala bentakan yang tak pernah dia terima dari ibunya.

“Apa yan salah pada diri Iza mam....” Maliza mencoba membela dirinya saat marah menghujamnya.

“Aku hanya membereskan laci lemari mama yang berantakan dan aku liat berkas berkas berserakan foto foto juga yang belum pernah aku melihat sebelumnya”.

“Aku melihat sosok pria itu di dalam foto yang masih tersimpan, aku berharap itu papa...”

“Aku sudah bosen mam...dengan kata-kata mama...saat aku menanyakan diman papa..”

“Aku sudah gede sekarang mam....”

Maliza anak yang manis itu terus berbicara berontak kepada ibunya, bercampur aduk dengan isak tangisannya..

“Aku Cuma ingin tahu...papaku masih ada atau sudah tiada, aku punya papa atau ngga???”. Maliza balik bertanya pada ibunya.

Seumur hidupnya Maliza tidak pernah tahu sang papa ada dimana, ada kerinduan dalam hatinya. Berharap dia betul punya seorang ayah. Didikan sang ibu pada nya pun sangat over protective buat dirinya, sehingga mempengaruhi sikapnya yang pemalu dan pendiam.

Masih terngiang dalam ingatannya dulu masih jaman sekolah dia suka diledek oleh teman-temannya tidak punya ayah, si anak haram, dan dia lari ke ibunya menangis ingin bertemu ayahnya.

“Iya sayang ...iza cantik nanti kita ketemu papa ya....”

Kata-kata itu yang selalu terlontar dari mulut Herlina ibunya, tapi sampai saat ini belum pernah menjadi kenyataan dia bertemu dengan ayahnya.

Sama-sama terhanyut dalam diam, pikiran mereka melayang layang dan ditemani iringan kemarahan. Tak ada sepatah kata lagi dalam serangan adu mulut. Maliza berlari ke kamarnya menahan tangs.

Jiwa Herlina pun masih diselimuti keegoisan, dia tidak ingin masa lalunya diketahui putrinya, karena pengalaman pahit hidupnya tak ingin dialami oleh Maliza. Herlina akan marah kepada siapapun termasuk Maliza putri semata wayangnya bila sudah mengusik masa lalunya.

Emosi karena trauma dalam hidupnya, yang oranglian tidak akan pernah memahaminya. Perasaan bersalah terus menghantui hidupnya. Tidak ada lagi tempat untuk mengadu sekedar ingin menumpahkan kesedihannya. Ayah ibunya telah tiada, sanak saudara pun seakan menjauhinya.

##

“Bu Lina....sudahlah....sekarang jangan terlalu egois, kasian Maliza” Pa Tatang menasehati Herlina saat itu.

Herlina hanya bisa mencurahkan isi hatinya pada Pa Tatang di kantornya. Pa Tatanglah yang tau segalanya.

“Neng Iza udah besar, dia bisa mencari sendiri dimana keberadaan ayahnya, meski Bu Lina menghalangi dan menyembunykannya” Ucap Pa Tatang lagi.

“Biarlah masa lalu peristiwa itu kubur dalam-dalam, tapi jangan mengorbankan anak yang tidak berdosa dan tidak tau apa-apa...”

Herlina pun terdiam mendengar nasehat dari Pa Tatang. Namun ego nya belum juga menurun, bahwa dia sudah terkurung oleh jiwa yang luka , menusuk hatinya, sehingga Herlina merasa sikapnya itu benar.

“Dua hari yang lalu Neng Iza kesini ke kantor menemui saya bu...” Walau berat Pa Tatang berkata semua itu.

“Ada apa Pa Tatang, Iza kesini?? Tana Herlina

“Dia nyari informasi Pa Sony dan keberadaanya dimana saat ini? Pa Tatang tertunduk merasa bersalah tidak mampu memegang janji pada Maliza untuk tidak membocorkan kepada ibunya.

“Terus Pa Tatang bilang apa???”

“Saya jawab sudah lama ga ketemu dan tidak tahu dimana keberadaannya kini” Jawab Pa Tatang berbohong kepada Herlina.

“Terimakasih Pa Tatang “.

##

Terik siang itu tak menyurutkan Herlina berdiri di depan gerbang rumah yang besar nan mewah. Perutnya sudah membesar sedang mengandung anaknya Ghusony putra direktur dan pemilik beberapa perusahaan. Dia memberanikan dirinya unuk berkunjung ke rumah itu, yang saat itu sedang ramai merayakan pesta pernikan Ghusony dengan perempuan lulusan universitas Australia bernama Safitri.

“Maaf mba....mau ketemu dengan siapa?” sapaan security di gerbang rumahnya.

“Mau bertemu dengan Pa Sony....” Jawab Herlina lugu kala itu

“Maaf mba ada undangannya sebagai identitas karena yang diundang kemari harus menunjukkan surat undangan” ucap security

Herlina hanya menggelengkan kepalanya terlihat lelah di wajahnya.

“Saya hanya ingin bertemu Pa Sony”. Lirihnya

Dan sampai saat ini dia pun tidak pernah lagi bertemu dengan Herlina.

Lamunanya dibuyarkan oleh suara dering handphonenya.

##

BERSAMBUNG

CIMAHI, 01 DESEMBER 2020

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Semakin seru dan penasaran. Ditunggu lanjutannya Bu... Semangat selalu. Semoga ide nya selalu mengalir dan lancar. Salam sukses dan salam Literasi

02 Dec
Balas

Keren ceritanya bun.. Next ya.. salam sukses selalu

01 Dec
Balas

Kangen bgt sm tulisan bunda sovia

01 Dec

semoga dipertemukan... siapa tahu yang telpon org yg ditunggu...

01 Dec
Balas

Terima kasih pa

01 Dec

Ketemu lg setelah lama menunggu sambubgannya

07 Dec
Balas

Tak sabar menunggu siapa yang nelpon dan lanjutannya,

01 Dec
Balas



search

New Post