Cucu Hermawaty Rosyda

Nama Saya Cucu Hermawaty R, SE.,M.Pd, seorang guru Ekonomi di SMAN 2 Cimahi Propinsi Jawa Barat, yang punya hobi bernyanyi, menari, berpuisi, dan travel...

Selengkapnya
Navigasi Web
BIANGLALA MENJERAT ASA (8)

BIANGLALA MENJERAT ASA (8)

#TANTANGAN GURUSIANA HARI KE 218

#CERPEN

#NOVEL

BIANGLALA MENJERAT ASA (8)

Pagi itu memancarkan rona oranye, tanda kebahagiaan masih bersinar. Jendela kamar itu dibuka Maliza menyambut senyuk pagi, menyapa indahnya mentari. Menghirup udara dalam dalam lalu dihembuskannya bersamaan dengan senyuman.

Menikmati pagi ditemani secangkir coklat panas. Hari itu adalah hari yang sangat membahagiakan dirinya. Karena sudah bisa melewati 4 tahun nya menimba ilmu di sebuah Universitas dan kini sarjana ilmu komunikasi telah disandangnya.

Hari itu Herlina sudah berangkat ke kantornya karena harus keluar kota untuk menjalankan tugasnya. Maliza yang sedang berleha leha santai di rumah sedang menikmati masa kebebasannya setelah selesai menjadi mahasiswa.

Sifat Maliza yang hampir mirip dengan ibunya, yaitu selalu tidak mau berdiam diri bila sedang di rumah, ada saja yang harus dilakukannya. Seperti hari itu Maliza membereskan kamar ibunya yang tadi tidak sempat dirapihkannya karena terburu buru.

Dan lemari pakaian pun tak luput dari kegiatan bersih bersih dan beres beres. Sebuah laci dalam lemari yang sedikit terbuka dan Maliza belum pernah membukanya karena selalu dalam keadaan terkunci. Diambilnya foto-foto dan berkas berkas yang tercecer dalam laci itu. Sungguh kaget karena baru kali ini Maliza melihat sosok laki-laki yang ada dalam foto itu bersama ibunya. Foto pernikahan, foto sedang berada di kantor , foto laki laki itu sampai detik itu tersimpan rapi di dalam laci lemari.

Maliza pun mendekati sebuah cermin untuk mencocokkan wajahnya dengan laki-laki yang ada disitu.

“Apakah ini ayahku,...??” Pertanyaan Maliza berkecamuk dalam hati.

“Ma.....dimana papa.....apakah aku punya seorang ayah?” Pertanyaan Maliza kecil hingga bosan tak lagi ingin bertanya pada ibunya Herlina.

“Nak....suatu saat nanti kamu pasti tau dimana ayahmu...” Jawaban yang selalu Lina lontarkan kepada Maliza.

Beberapa surat dibuka Maliza, dan dia baca. Dan malah ada surat yang belum pernah sama sekali dibuka, masih tertutup rapat. Maliza membuka perlahan berkas berkas itu.

“Teruntuk Herlina....maafkan atas semua kesalahanku selama ini padamu. Aku lakukan ini semua hanya untuk menyenangkan kedua orangtuaku. Dan aku harus menikah dengan gadis anak si pemilik perusahaan ternama di kota ini. karena perusahaan ayahku selama ini dibantu oleh orangtuanya dia. Perusahaan ini akan bangkrut dan ditopang oleh keluarga besarnya Safitri gadis itu. Aku mohon.....jangan tinggalkan aku....titip anakku, dan ini ada cek untuk menghidupi kalian berdua....”

“Herlina sayang dimanakah kau berada? Sudah besarkah anak kita? tolong lah Herlina beri aku khabar, surat ini sengaja saya titipkan , saya ingin bertemu, ingin menemui anak kita.....dan ini cek untuk menghidupi anak kita....”

Beberapa penggalan surat-surat yang Maliza baca yang mengagetkan dirinya. Ada beberapa kali laki-laki ini mencoba mneghubungi Herlina ibunya, namun tidak direspon oleh Herlina.

Maliza pun mencari berkas-berkas tentang keberadaan ayahnya itu, dia mencari alamat laki-laki itu di setiap suratnya.

“Ok...ok....aku harus mencari tahu dimana ini alamatnya....” Maliza bergumam sendiri sambil membolak balikkan berkas berkas itu.

Tertuju pada sebuah kertas yang tertulis alamat perusahaan dan alamat sebuah tempat tinggal.

“PT. ARDIAN SENTOSA Jalan Perintis Kemerdekaan No165....mungkin ini nama perusahaan itu....”

“Dan ini.....Jalan Bengawan Timur Kav. 21 No. 18.....”

Maliza mencatat dan memfotonya alamat alamat itu di handphonenya. Dia bergegas mandi dan berpakaian untuk mencari alamat yang sudah dia kantongi.

##

Skuter itu melaju di siang hari dengan teriknya sang mentari. Tak peduli panas menerpa kulit wajahnya yang putih alami. Stelan jeans dan bersepatu kets ditambah dengan kardigan yang pantas dikenakan di tubuhnya. Helm dan kacamata hitamnya pun menghiasi menambah kecantikan Maliza siang itu.

Memasuki Jalan Perintis Kemerdekaan dipenuhi gedung gedung bertingkat perkantoran. Maliza mengurangi kecepatan motornya, sambil melihat lihat nomor jalan dan nama perusahaan yang sudah dia ingat tadi pagi.

Menepi skuter itu dan berparkir di sebuah gedung bercat putih. Pas Satpam penjaga gedung menghampiri Maliza yang berjalan mendekati pos itu.

“Maaf pa...apa betul ini PT. Ardian Sentosa?....” Tanya Maliza

“Mba...mau bertemu dengan siapa? Pa Satpam balik bertanya.

“Pa Ghusony Ardian..” Jawab Maliza

“Pa Ghusony?????

##

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Pencarian dimulai....keseruan akan nertambah. Next bu

17 Nov
Balas

Wuih ... Tambah seru, semoga lanjut terus ceritanya hehe. Semangat selalu Bu, semoga tetap sehat. Salam sukses dan salam literasi.

17 Nov
Balas

Apa iya pak Ghusony ayahnya Maliza.... Dan mengapa pak satpam malah balik menanya... Keren ibu sayang... Kisah yang luar biasa menarik... Salam santun dan sukses selalu

17 Nov
Balas

Terima kasih bun sll mengapresiasi salam super untuk ibuku

17 Nov

Keren bunda. Ditunggu kelanjutannya. Salam sukses selalu.

18 Nov
Balas

Keren bu

22 Nov
Balas



search

New Post