NEGERI DI ATAS AWAN (19)
#TANTANGAN GURUSIANA HARI KE 175
#CERPEN
NEGERI DI ATAS AWAN (19)
Dibalik kegelisahanku, aktivitas mondar mandirnya aku siang itu, masih menunggu kedatangan Pa Tua di sekolah ini, aku berdiri di depan gerbang menunggu Rahmat dan Bondi datang membawa khabar. Tiba tiba aku menangkap sesosok wajah yang matanya memandangku dari salah satu sudut tamu kehormatan. Mataku beradu pandang dengan dokter Indra. Aku tersenyum dan memalingkan muka ada perasaan malu dan berbunga-bunga. Padahal pertemuan pertama waktu lalu biasa saja, sama sama cuek ketika itu.
Aaahhh......mungkin itu hanya perasaanku saja. Kembali aku berjalan ke belakang panggung sambil menunggu khabar dari Rahmat dan Bondi. Acara sambutan sambutan sedang berlangsung, cuaca sejuk sangat mendukung hari ini. Sebelumnya kita menggelar acara berdoa dan ruwatan sesuai adat di desa ini, seperti memohon kelancaran dengan sesajen sesajen agar tidak hujan dan dimudahkan. Aku manut saja karena ini adat dan tradisi mereka.
Gawai ku bergetar, whatsapp masuk dan ternyata sebelumnya panggilan tak terjawab pun ada beberapa dari nomor yang sama.
“Bu....Pa Tua didapati terbujur kaku di lantai rumahnya....” pesan Bondi di whatsapp ku
“Apa????.....Astagfirullah......”
“Minta bantuan dokter atau dari puskesmas untuk memeriksa kondisinya, sekarang juga bu...”
Aku pun tergopoh gopoh....acara sambutan Pa Camat sedang berlangsung, aku hampiri Pa Kepala untuk pamit menuju rumah Pa tua setelah aku ceritakan kejadiannya. Dan aku pun menghampiri dokter Indra untuk meminta bantuannya.
Dengan sigap aku meminjam motor siswa karena menuju rumah Pa Tua hanya dilewati jalan setapak.
“Biar saya aza yang bawa motornya, ibu saya bonceng” kegugupan dokter Indra terlihat jelas, mungkin karena ada pasien yang minta pertolongan segera yaitu Pa Tua.
Jalan setapak dan terjal harus ekstra hati hati bermotor dan berboncengan apalagi tidak biasa melewati jalan ini. kata maaf ku pun terlontar karena sesekali aku pegangan bahu dokter Indra, karena takut terjaturh.
##
“Maaf....Pa Tua sudah tidak ada”
“Tidaaaaakkkk.......jangan bohong....dok.....Pa Tua ....ga kenapa napa kan????? Histerisku memecah ruangan .
“Pa Tua.......bangun Pa Tua,........Pa Tua...jangan tinggalkan kami.....Pa Tua.....” Tangisku menjadi
Aku sangat terpukul dengan kepergian Pa Tua. Aku terbangun dari bersimpuhku di depan Pa Tua yang sudah tak bisa lagi menyapa, aku berjalan mendekat ke pintu disitu tergantung baju bescap warna merah yang dipakai Pa Tua dalam mimpiku tadi malam, aku mengambil baju itu dan memperhatikannya, persis seperti baju yang dikenakannya dalam mimpi. Warga kampung pun sudah berdatangan untuk mengurus jenazah Pa Tua, aku masih ada tugas, dan segera kembali dengan dokter Indra ke sekolah. Dalam perjalanan hanya kebisuan karena kesedihan.
Setibanya di sekolah aku langsung mengabarkan kepada Pa kepala dan teman teman guru, dan sejenak memanjatkan doa bersama untuk kepergian Pa Tua. Rangkaikan acara demi acara pembukaan festival seni dan budaya sudah hampir selesai, dan acara puncak adalah pementasan seni bimbinganku, acara yang banyak dinanti oleh warga kampung, kebahagian bercampur kesedihan disisi lain aku bangga dengan anak-anak dan sedihku karena baru saja kehilangan Pa Tua.
Antusiasme masyarakat dengan acara ini sangat luar biasa, tibalah saatnya ditampilkan tari solo yang seharusnya Nenden yang mementaskannya. Aku duduk paling depan melihat pagelaran ini, anak-anak begitu bahagia dan senang karena sudah sukses dan banyak yang memuji penampilan mereka yang begitu kompak.
“Nenden...???..... “ aku tersenyum karena bahagia, melihat Nenden ke atas panggung menemani Nisa menari, penonton bertepuk tangan dengan gemuruhnya.
Aku bangkit dari tempat dudukku, melihat Nenden tersenyum padaku. Tarian Nenden begitu mempesona, sangat menjiwai dengan wajah yang terlihat begitu putih kontras dengan kostum berwarna merahnya. Aku masih berdiri depan panggung saking bahagianya. Tarian berdurasi 15 menit pun sudah selesai.
“Nendeeeeeennn........” Teriakku dan aku berlari ke belakang panggung untuk menyambutnya.
“Nendeeeennnn.....mana Nenden.....mana....???” tanyaku sama Nisa yang baru turun dari panggung
“Istigfar bu....istigfar....” Pa Yana dan Bu Diah...memgang tanganku dan mencoba menghentikan teriakanku
“Tidak ada Nenden bu....yang menari hanya Nisa..”
“Tidak ....aaku melihat dia tadi, dan tersenyum padaku...”
“Kalian mau nge prank ibu ya......” Telunjuku menunjuk satu satu ke semua siswaku
“Itu hanya halusinasi ibu saja...., ibu Kinan kecapean” Pa Yana menenangkanku
“Ibu....kami juga rindu Nenden.....” kulihat orangtua Nenden menghampiriku, tangisku menjadi ditengah tengah suara suara gamelan.
BERSAMBUNG
Cimahi, 05 oktober 2020
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Baru pertama cerbung ini sudah disergap sesuatu berhawa misteri. Keren.. Lanjut bu.. Sukses, bu Cucu Hermawaty
Terima kasih kunjungan nya pa salam sukses
Wah sangat mesteri ya bunda. Dimana Nenden. Lanjut bunda
Terima kasih bun
Cerita yang keren, histeris sedih, bahagia campur menjadi satu. Seperti saya masuk ke dalam cerita. Sepertinya ini kisah nyata ya ibuku? Salam sukse. semangat berliterasi.
Iya bu ada sedikit kisah nyata, tp tambah fiksi nya... M terimakasih bun
Seri misterinya bikin merinding buuu. Nenden, pak tua dan nyai
Terima kasih bun
Serasa aku hadir di dldalam cerbung misteri ini. keren. Sehat dan sukses selalu Bucantik
Terima kasih bunda
Makin seru dan mencekam Bu... Ditunggu lanjutannya. Terus semangat. Salam sukses dan salam literasi
Terima kasih pa sdh mengapresiasi
Nenden? Penuh misteri
Terima kasih pa
Wah benarkah itu Nenden atau hanya halusinasi Ibu Kinan, penasaran bu lanjutannya. Sukses bun.
Terima kasih bun sdh mampir
Wah, pak tua, meninggal...tapi bisa dikonflikkan itu penyebab meninggalnya..bagus...salut..lanjutkan
Terima kasih pa sdh berkunjung
Ceritanya hidup seakan kita adalah bagian didalamnya... Ini yang sangat saya suka dari karya ibu cantik ini.. Keren sangat.... Sukses ibu sayang..... Salam santun
Terima kasih bun sll hadir mengapresiasi
Cerita yang keren, bunda. Salam literasi dan sukses selalu.
Terima kasih bun
Keren kisah Negeri di Atas Awan. Penasaran kelanjutannya. Sukses selalu Bunda.
Terima kasih bun
Apakah arwah Nenden merasuk ke tubuh Anisa?....
Terima kasih pa apresiasi nya
Masih menggantung teh cucu....belum.mebaca yang sebelumnya. In syaa Allah ke dipapay...
Haturnuhun teh... Parantos linggih
Wah.. keberadaan nenden masih misteri..apa bu Kinan memang halusinasi atau apa ya melihat nenden? Penasaran bun.. ditunggu lanjutannya... salam sukses selalu
Terima kasih bun.. Sll mengapresiasi
Cerita nya bernyawa seolah kita terlibat di dalamnya. Salam kenal dan literasi. Follow back ya bu
Terima kasih pa follow nya... Siap di folback
Sedih ..haru.. Tapi keren ceritanya..sukses dan semangat selalu
Terima kasih bun
Negeri diatas awan semakin mantab ceritanya bu..sukses selalu, semoga tetap semangat. Salam literasi
Terima kasih pa apresiasi nya
Nenden...ada aroma misteri nihIkut tegang juga bacanya. Lanjut bunda
Terima kasih bun