Dadang A. Sapardan

Dadang A. Sapardan lahir di Bandung pada 15 Mei 1968 dari pasangan H.U. Djamaludin dengan Hj. Siti Syadiah. Menikah dengan Hj. Aah Masruah pada 14 Mei 1995.&nbs...

Selengkapnya
Navigasi Web
LANGKAH MENDESAK PEMASIFAN IMPLEMENTASI PPK

LANGKAH MENDESAK PEMASIFAN IMPLEMENTASI PPK

A. Pendahuluan

Akhir-akhir ini masyarakat Indonesia, terutama masyarakat pendidikan dibuat terperanjat dengan kasus pembunuhan tragis terhadap Ahmad Budi Cahyono, salah seorang guru pada salah satu SMA di Madura, Jawa Timur. Kejadian dikatakan tragis karena pelaku pembunuhannya adalah salah seorang siswanya sendiri yang merasa tidak puas dengan hukuman yang diberikan almarhum saat pembelajaran tengah berlangsung.

Efek dari pembunuhan tersebut melahirkan berbagai komentar melalui media sosial yang pada umumnya berisi hujatan dan keprihatinan atas tindakan siswa yang tidak tahu rasa terima kasih kepada gurunya. Guru yang diposisikan sebagai representasi orang tua mereka di sekolah serta guru yang seharusnya dihormati dan dihargai, ternyata tidak demikian di mata siswa tersebut. Hujatan demi hujatan terus dilontarkan oleh para pendidik dan pihak lainnya terhadap siswa pelaku pembunuhan. Hujatan pun melebar hingga mempertanyakan peran KPAI, bupati, kepolisian, bahkan juga Mendikbud sebagai pemegang otoritas pendidikan di negeri ini.

Kejadian tersebut sangat menohok para pemangku kebijakan pendidikan dan tentunya menohok pula para guru yang selama ini bergumul dengan siswanya masing-masing. Semua pihak terperangah.

Adakah yang salah dengan pola pendidikan kita? Tentunya pertanyaan itu patut dilontarkan karena fenomena keberanian siswa untuk melawan pada gurunya selama ini sering pula ditemukan, walau tidak berakhir tragis seperti yang dialami oleh Ahmad Budi Cahyono. Sekalipun demikian, penggeneralisasian adanya kesalahan pola pendidikan yang diterapkan tidak dapat serta-merta disimpulkan, karena masih banyak keberhasilan dari penerapan pola pendidikan yang dilakukan. Penyimpangan yang direpresentasikan dengan peristiwa tragis tersebut bersifat kasuistis.

Terkait dengan permasalahan di atas, langkah yang harus dilakukan adalah meninjau dan memperkuat pola pendidikan pada setiap satuan pendidikan. Salah satu yang dilakukan melakukan pemasifan implementasi Penguatan Pendidikan Karakter (PPK). Langkah ini perlu dilakukan agar dunia pendidikan kita pada masa depan tidak tercoreng lagi oleh kejadian serupa. Implementasi PPK dengan berbasis kebutuhan harus menjadi pegangan sekolah sebagai institusi paling depannya.

B. Penguatan Pendidikan Karakter

Menelaah beberapa informasi yang berseliweran melalui media sosial terkait dengan tipologi outcomes pendidikan, sedikitnya ditemukan dua tipikal outcomes pendidikan dalam mengimplementasikan setiap program terhadap setiap siswanya. Pertama, tipikal yang mendidik siswa untuk menjadi insan ‘knowing’. Kedua, tipikal yang mendidik siswa untuk menjadi insan ‘being’. Pendidikan dengan tipikal pelahiran insan ‘knowing’, mentreatment siswa untuk sekedar tahu pengetahuan tanpa menekankan lebih jauh tentang kebermaknaan dan keterpakaian pengetahuannya oleh setiap siswa. Dengan demikian, saat siswa sudah memahami pengetahuan yang diberikan, maka siswa sudah dianggap selesai mengenyam pendidikan. Pendidikan dengan tipikal pelahiran insan ‘being’, memberi perlakuan yang lebih jauh. Pengetahuan yang diberikan tidak sebatas menjadi pengetahuan milik siswa, tetapi harus pula diimplementasikan dalam kehidupan keseharian mereka. Dengan demikian, pasca penerimaan pengetahuan oleh siswa, mereka memiliki kewajiban untuk mengimplemantasikan pengetahuan tersebut dalam kehidupannya.

Paparan tersebut merupakan kritikan terhadap penerapan sistem pendidikan yang selama ini berlangsung, karena sistem yang diterapkan terlalu berat pada penguatan ranah kognitif, sedangkan ranah afektif dan psikomotor seakan terabaikan begitu saja. Padahal, mengacu pada regulasi pembelajaran yang harus diterapkan oleh setiap guru, mereka dituntut untuk melakukan pembelajaran dengan menyentuh ranah pengetahuan, sikap, dan keterampilan. Dengan demikian, lewat regulasi pembelajaran, sekolah sebagai bagian dari sistem pendidikan Indonesia di antaranya dituntut untuk menjadikan setiap siswanya agar menjadi insan ‘being’ bukan menjadikan insan ‘knowing’ semata.

Sejalan dengan paparan di atas, sekolah diharapkan akan menjadi ekosistem pendidikan ideal yang memberi kenyamanan terhadap seluruh siswanya dalam mengeksplorasi ilmu dengan optimal. Selain itu, tentunya memberi kenyamanan pula terhadap seluruh unsur terkait lainnya dalam mendidik insan masa depan bangsa.

Siswa yang dititipkan orang tuanya ke sekolah adalah karunia Allah SWT yang tak terhingga dan tak ternilai harganya. Kepercayaan yang diberikan pada sekolah, sudah selayaknya dimanfaatkan dengan optimal melalui cara mendidik sebaik-baiknya, sehingga mereka akan dapat bertumbuh menjadi generasi tangguh yang akan dapat berkiprah pada masa depan. Salah satu langkah yang dapat dilakukan adalah dengan memberi penguatan pendidikan karakter terhadap setiap siswa.

Penyadaran akan pentingnya perhatian optimal kepada siswa dari setiap sekolah perlu terus digaungkan. Kesadaran akan pentingnya perhatian terhadap anak yang tengah berada pada masa bertumbuh dan berkembang itu patut menjadi core dalam pola pendidikan yang diterapkan oleh sekolah. Mereka sedang berada pada moment penting dan terbaik dalam upaya pembentukan pondasi kehidupan masa depannya. Melalui kekuatan dan ketangguhan fondasi yang dimilikinya, mereka diharapkan akan bertumbuh menjadi generasi harapan masa depan sehingga dapat berkiprah dan berkontribusi dalam membangun bangsa dan negara ini kea rah yang lebih baik.

Pendidikan dan pembinaan terhadap siswa merupakan kewajiban semua pihak, dalam hal ini kewajiban tri pusat pendidikan, yang terdiri atas sekolah, keluarga, dan masyarakat. Pendidikan dan pembinaan sepatutnya diarahkan pada upaya untuk membentuk karakter siswa sehingga akan tumbuh menjadi sosok berkualitas, yaitu memiliki keimanan dan ketaqwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, bermoral, berbudi pekerti luhur, berharkat dan bermartabat.

Upaya yang dilakukan oleh sekolah tidaklah akan berdampak luas, manakala ternihilkannya sinergitas di antara tripusat pendidikan tersebut. Sinergitas tripusat pendidikan sangatlah dituntut, agar program penguatan pendidikan karakter dapat diimplementasikan secara optimal terhadap setiap siswa. Karena itu, sudah selayaknya, sekolah, keluarga, dan masyarakat mensinergikan ide dan pemikiran untuk turut menumbuhkembangkan karakter siswa agar dapat mengkristal pada setiap siswa.

Implementasi penguatan pendidikan karakter ini didasari dengan pemberlakuan Peraturan Presiden Nomor 87 Tahun 2017 tentang Penguatan Pendidikan Karakter (PPK). Dalam regulasi tersebut diungkapkan secara tersurat bahwa PPK adalah gerakan pendidikan di bawah tanggung jawab satuan pendidikan untuk memperkuat karakter peserta didik melalui harmonisasi olah hati, olah rasa, olah pikir, dan olah raga dengan pelibatan dan kerja sama antara satuan pendidikan, keluarga, dan masyarakat sebagai bagian dari Gerakan Nasional Revolusi Mental (GNRM).

Dalam regulasi tersebut, sekolah memiliki tugas untuk melakukan penumbuhkembangan terhadap 5 (lima) nilai-nilai utama karakter yaitu: religiositas, nasionalisme, kemandirian, gotong royong, dan integritas. Kelima nilai utama tersebut merupakan aktualisasi dari pancasila, tiga pilar gerakan nasional revolusi mental, nilai-nilai kearifan lokal, serta tantangan masa depan bangsa Indonesia. Dari kelima nilai-lilai utama karakter tersebut diturunkan secara terinci menjadi 18 karakter. Perincian 18 karakter yang dituntut untuk dapat ditumbuhkembangkan oleh sekolah dalam diri setiap siswanya, yaitu: religious, jujur, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat berkebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi, bersahabat/komunikatif, cinta damai, gemar membaca, peduli lingkungan, peduli sosial, serta tanggung jawab.

Dalam upaya penumbuhkembangan karakter terhadap setiap siswa melalui program Penguatan Pendidikan Karakter, sekolah dituntut untuk menerapkan tiga strategi implementasi, yaitu PPK berbasis kelas, PPK berbasis budaya sekolah, serta PPK berbasis masyarakat. PPK berbasis kelas merupakan langkah pengintegrasian pendidikan karakter dalam mata pelajaran; pengotimalan muatan lokal untuk menjadi elemen penguatan karakter siswa; optimalisasi manajemen pengelolaan kelas dengan berbasis penguatan karakter; serta optimalisasi bimbingan konseling ke arah penguatan pendidikan karakter siswa. PPK berbasis budaya sekolah adalah langkah yang dilakukan untuk melakukan pembiasaan nilai-nilai karakter dalam kehidupan keseharian di sekolah; dorongan pada sekolah untuk melakukan branding sekolah; pemberian keteladanan dari pendidik, tenaga kependidikan, serta stakeholder pendidikan lainnya; penumbuhkembangan karakter pada seluruh ekosistem pendidikan; serta penguatan dan konsistensi implementasi norma, peraturan, dan tradisi sekolah. PPK berbasis masyarakat dilakukan dengan melakukan sosialisasi terhadap unsur masyarakat sekitar, termasuk di dalamnya mensinergikan program PPK, sehingga apa yang dilakukan di sekolah dilakukan pula di luar sekolah. Selain itu, implementasinya harus pula didukung dengan pelibatan masyarakat sekitar dalam menampilkan best practice mereka. Unsur masyarakat yang dimaksud di antaranya orang tua siswa, komite sekolah, dunia usaha dan dunia industri, akademisi, pegiat pendidikan, pelaku seni, budaya, bahasa, dan sastra, serta pemerintahan setempat.

Implementasi PPK merupakan langkah mendesak yang harus mendapat dukungan optimal dari semua pihak yang memiliki pedulian terhadap penyiapan generasi masa depan bangsa. Implementasinya harus didasari dengan pemikiran bahwa pada masa mendatang, insan berkarakter baiklah yang dapat survive. Penyiapan generasa masa depan bangsa melalui penerapan PPK ini sejalan dengan ungkapan Ali bin Abi Thalib r.a., “Didiklah anakmu sesuai dengan zamannya, sungguh mereka akan menghadapi masa depan yang berbeda dengan zamanmu.”

Karena itu, alangkah eloknya bila warna pendidikan yang diterapkan oleh sekolah lebih ditekankan dan memberi penguatan terhadap penumbuhkembangan karakter setiap siswa yang pada akhirnya akan mengkristal pada diri setiap siswa. Upaya penumbuhkembangan karakter yang telah digagas oleh pemerintah melalui program Penguatan Pendidikan Karakter ini tidak akan berjalan dengan baik bila tidak didukung dengan sinergitas dari unsur tri pusat pendidikan. Karena itu, sekolah, keluarga, dan masyarakat harus bersinergi dalam mengimplementasikan penguatan pendidikan karakter ini.

C. Penutup

Kejadian yang telah menimpa salah seorang guru SMA di Madura memang peristiwa yang tidak bisa dipungkiri lagi. Langkah yang harus dilakukan agar peristiwa semacam itu tidak terulang lagi adalah melakukan pembenahan secara komprehensif terhadap pelaksanaan pendidikan, terutama terkait dengan penumbuhkembangan karakter pada setiap siswa. Barangkali, penerapan formulasi penguatan karakter dengan mengimplementasikan PPK secara masif pada setiap sekolah merupakan langkah antisipasi yang harus segera dilakukan oleh setiap sekolah dengan mendapat support dari pemerintah. Langkah ini perlu dilaksanakan dengan harapan outcomes pendidikan kita akan benar-benar memiliki karakter positif serta bisa diandalkan dalam menyikapi kehidupan masa depannya.

Dengan demikian, pemasifan implementasi Penguatan Pendidikan Karakter (PPK) dengan sekolah sebagai institusi paling depan, perlu dilakukan agar dunia pendidikan kita pada masa depan tidak tercoreng lagi oleh kejadian serupa.

Paparan tersebut hanyalah sebatas saran, ide, dan pemikiran semata. implementasinya tergantung dari kemaun dan niat baik kita sebagai orang-orang yang diberi amanah serta memiliki otoritas untuk turut berkontribusi dalam melahirkan generasi masa depan yang tangguh dan berkualitas. –DasARSS.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Mantap! Setujuuu! Implementasi PPK mutlak diperlukan, melalui sinergitas pemerintah, satuan pendidikan, keluarga, dan masyarakat. Keren Pak!

06 Feb
Balas

Komunikasi di antara tri pusat pendidikan harus diperkuat, Bu.

06 Feb

Semoga implementasi PPK menjadi prioritas, seiring dengan penyelesaian tugas administrasi guru.

06 Feb
Balas

Saran, ide maupun paparan di atas sudah sangat laik untuk segera dilaksanakan agar implementasi PPK bisa terwujud serta tidak ada lagi peristiwa seperti yang menimpa alm. Ahmad Budi Cahyono. Tulisan yang bagus Pak Haji, menginspirasi.

06 Feb
Balas

Informasi yang saya terima jangan terlalu berat dari sisi administrasi. Laksanakan saja.

06 Feb
Balas

Saran dan ide yang bagus. Konsep tentang PPK mulai proses pembelajaran sampai penillaian sudah bagus, namun masih belum mampu membentuk karakter siswa yang berahlakul karimah, karena ada pendidikan keluarga, lingkungan yang kondusif, dan tehnologi yang belum sinergis dalam praktiknya dalam pengembangan PPK.

06 Feb
Balas

Barangkali, sekolah perlu memperkuat komunikasi dengan orang tua dan masyarakat. Komunikasi & informasi terkait program sekolah, jarang sekali dilakukan.

06 Feb

Hatur nuhun Bapak, seratanna, Insyaalloh bd diterapkeun di sakola

06 Feb
Balas

Htr nhn .karena dlm isinya di bhs.Bahwa sek memiliki tgs melakukan penumbuhan 5 nilai utama karakter yg di turunkan menjadi 18 karakter.jg ungkapan Ali bin Abi Thalib.jg perlu adanya sinergitas tri pusat pend.Maka saran saya.Akan lebih baik lg jika unsur penddk membaca kembali / menelaah salah satu buku yg wajib di baca oleh mhs fak tarbiyah di uin di seluruh indo, yaitu ' Pend Anak dlm Islam' Karya : Dr. Abdullah Nashih Ulwan: Judul aslinya " Tarbiyatul Aulad Fil Islam".

15 Feb
Balas

Program2 di sekolah. Dalam pelaksanaannya masih terkendala sdm dan biaya, sehingga sampai saat ini kondisinya hampir mirip balon diisi air,bila satu bagian di tekan maka bagian lain menggelembung, artinya bila kita fokus menggarap sekolah berwawasan lingkungan ( sekolah bersih dan nyaman) akan mucul masalah kenakalan siswa, displin guru,administrasi sekolah,prestasi eskul,prestasi UN,tutntutan masyarakat mis.siswa harus berpakian muslim,anaknya tidak dierima di sklh)jadi seyogyanya program sekolah di garap secara konferhensif atau menyeluruh dengan biaya yang mencukupi ( membolehkan menerima sumbangan dll) Diperlukan pula ketegasan pemerintah herkaitan dengan sangsi siswa, setiap kenakalan tertentu,sangsinya dikerluarkan,siswa yang sering terlambat ortunya kena pidana, mungkin hal tsb akan meringankan kerja para pemangku kebijakan pendidikan

06 Feb
Balas

Selama ini tidak ada larangan sekaitan dengan sumbangan. Terkait program, tergantung inovasi sekolah di bawah binaan kepala sekolah.

06 Feb

Program2 di sekolah. Dalam pelaksanaannya masih terkendala sdm dan biaya, sehingga sampai saat ini kondisinya hampir mirip balon diisi air,bila satu bagian di tekan maka bagian lain menggelembung, artinya bila kita fokus menggarap sekolah berwawasan lingkungan ( sekolah bersih dan nyaman) akan mucul masalah kenakalan siswa, displin guru,administrasi sekolah,prestasi eskul,prestasi UN,tutntutan masyarakat mis.siswa harus berpakian muslim,anaknya tidak dierima di sklh)jadi seyogyanya program sekolah di garap secara konferhensif atau menyeluruh dengan biaya yang mencukupi ( membolehkan menerima sumbangan dll) Diperlukan pula ketegasan pemerintah herkaitan dengan sangsi siswa, setiap kenakalan tertentu,sangsinya dikerluarkan,siswa yang sering terlambat ortunya kena pidana, mungkin hal tsb akan meringankan kerja para pemangku kebijakan pendidikan

06 Feb
Balas



search

New Post