PEMANFAATAN RUH LINGUISTIK FORENSIK PADA PEMBELAJARAN BAHASA
Dadang A. Sapardan
(Kabid Pend. SMP Disdik Kab. Bandung Barat)
Lingustik forensik? Mendengar dan membaca frasa itu terasa asing di telingan kebanyakan orang, bahkan mungkin asing pula di kalangan komunitas yang selama ini bergumul dengan materi bahasa. Dalam wilayah mata kuliah yang selama ini diberikan terhadap mahasiswa, jarang sekali pengajar yang menyentuh materi ini secara mendalam. Kalaupun dibahas mungkin hanya sekilas, sebatas permukaan semata. Hal itu dimungkinkan karena istilah ‘linguistik forensik’ baru kedengaran gaungnya saat kehidupan memasuki kebebasan berkomunikasi dan berekspresi melalui berbagai media sosial yang melahirkan ketidak puasan orang terhadap statement orang lain, sehingga berujung di ranah hukum.
Merujuk pada asal usul pembentukannya, frasa ‘linguistik forensik’ dibentuk oleh kata ‘linguistik’ dan kata ‘forensik’. Makna kedua kata tersebut dapat ditemukan pada Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). Kata ‘linguistik’ mengandung makna ilmu tentang bahasa atau telaah bahasa secara ilmiah. Sedangkan kata ‘forensik’ mengandung makna cabang ilmu kedokteran yang berhubungan dengan penerapan fakta medis pada masalah hukum atau ilmu bedah yang berkaitan dengan penentuan identitas mayat seseorang yang ada kaitannya dengan kehakiman dan peradilan. Dengan demikian, frasa linguistik forensik dapat dimaknai sebagai cabang linguistik yang berhubungan dengan konteks forensik hukum, bahasa, investigasi kejahatan, persidangan, dan prosedur peradilan.
Linguisti forensik mulai terdengar sejalan dengan masuknya kehidupan pada era revolusi industri 4.0. Fenomena revolusi industri 4.0 melahirkan budaya baru pada setiap manusia. Mereka suntuk dengan berbagai media komunikasi yang berbasis internet. Rovolusi industri 4.0 menghadirkan era baru dengan pemanfaatan komputer dan internet of things (internet untuk segala) sebagai bagian dari kehidupan.
Pada revolusi industri 4.0 ini terjadi pemanfaatan teknologi komunikasi dan informasi yang mampu memobilisasikan entitas pengetahuan secara cepat, murah, dan masiv sehingga melahirkan fenomena disrupsi pada sebagian besar tata kehidupan masyarakat. Pada revolusi industri 4.0 terjadi lompatan besar teknologi pada ranah kehidupan dengan adanya indikasi pemanfatan teknologi informasi dan komunikasi secara masiv dan optimal.
Dengan demikian, setiap orang memiliki kesempatan yang luas untuk mengekspresikan berbagai ide dan pemikirannya melalui berbagai media daring dengan internet sebagai basisnya. Sejalan dengan keterbukaan kesempatan tersebut, tidak jarang ide dan pemikiran yang diekspresikan melalui bahasa lisan atau tulis tersebut menyinggung orang lain, sehingga dikategorikan ke dalam bentuk ujaran kebencian atau permusuhan yang mengarah pada perbuatan pelanggaran hukum. Kajian atas bahasa ekspresif yang bersinggungan dengan hukum tersebut memaksa para ahli bahasa untuk turut serta sebagai pembentuk opini atas keputusan hukum yang akan diambil. Mereka dituntut untuk melakukan kajian secara komprehensif dan elaboratif untuk melihat sejauh mana bahasa yang digunakan mengandung muatan yang mengakibatkan ketersinggungan pada orang lain.
Akah halnya dengan linguistik forensik, saat ini menjadi ilmu yang cukup menantang karena setiap orang yang terjun pada bidang ini dituntut untuk memiliki kemampuan lingusitik yang komprehensif dengan didukung kemampuan elaboratif yang tinggi terhadap fenomena penggunaan bahasa lisan atau tulis. Hal itu dimungkinkan karena linguistik forensik saat ini bersinggungan dengan keputusan pada ranah hukum yang harus diambil dengan seobyektif mungkin.
Namun, bagaimana hubungannya dengan pembelajaran di satuan pendidikan, mungkinkah linguistik forensik dapat dijadikan bahan ajar oleh setiap guru? Jika harus dijadikan bahan ajar sejauh mana guru mengajarkannya? Kedua pertanyaan tersebut menjadi dasar untuk dapat diuraikan di bawah ini.
Linguistik Forensik dalam Pembelajaran Bahasa di Sekolah
Dalam ilmu linguistik terdapat dua domain yaitu linguistik mikro dan linguistik makro. Linguistik mikro merupakan kajian yang mengarah pada struktur internal bahasa. Subdisiplin linguistik yang tergolong pada linguistik mikro adalah fonologi, morfologi, sintaksis, semantik, serta leksikologi. Lingusitik makro adalah kajian bahasa dalam kaitan dengan faktor luar bahasa. Subdisiplin linguistik ini cukup banyak karena menghubungkan bahasa dengan berbagai disiplin ilmu lainnya. Pada domain ini terdapat subdisiplin sosiolinguistik, psikolinguistik, antropolinguistik, etnolinguistik, stilistika, filologi, dialektologi, filsafat bahasa, neurolinguistik, dan berbagai subdisiplin lainnya.
Pada kedua domain tersebut, linguistik forensik berada di mana, tidak akan dibahas di sini karena penentuannya merupakan ranah bagi para ahli lingustik. Namun, bila melihat dengan kasat mata, linguistik forensik lebih dominan mengarah pada telaahan linguistik secara komprehensif dan elaboratif terhadap gejala penggunaan bahasa lisan atau tulis oleh penuturnya. Dominasi pemahaman dan kemampuan penelaahan atas struktur internal bahasa menjadi kuncinya. Karena itu, ruh atau semangat implementasi linguistik forensi dimungkinkan bisa dimanfaatkan pada pelaksanaan pembelajaran di sekolah, baik pada jenjang pendidikan dasar, mapun menengah.
Pada mata pelajaran biologi, terdapat materi anatomi tubuh yang mengharuskan siswa untuk melakukan pembuktian secara kontekstual. Dalam materi ini, tidak jarang siswa diminta untuk melakukan kajian terhadap binatang yang memungkinkan untuk diteliti secara kontekstual. Mereka diminta oleh gurunya untuk mendeskripsikan secara detail tentang anatomi binatang yang menjadi objek kajiannya. Selain itu, pembelajaran ini merupakan langkah pembuktian empiris terhadap teori anatomi yang selama ini didapat siswa lewat buku pelajaran.
Guru mata pelajaran bahasa pun dimungkinkan untuk membawa siswa guna melakukan kajian empirik terhadap setiap bahasa lisan atau tulis yang berkembang pada berbagai media, baik media cetak maupun elektronik. Tentunya bahan kajian akan dengan mudah ditemukan pada media sosial dan informasi berbasis internet. Pada media ini berjejal berbagai informasi yang bisa dikonsumsi oleh setiap orang, termasuk oleh siswa sebagai pembelajar. Dalam hal ini, guru bahasa dapat mengajak siswa untuk melakukan kajian terhadap struktur intern bahasa yang biasa disebut mikrolinguistik.
Sekalipun demikian, langkah kajian yang dilakukan siswa tidak masuk sebagai ranah linguistik forensik secara komprehensif karena kajian yang dilakukan harus terhenti pada pembuktian tentang status kebahasaan semata. Guru tidak membawa kajian siswa pada pengujian untuk pembuktian di ranah hukum, karena basis data yang yang diperolehnya bukan berdasarkan atas nuansa hukum. Artinya, dalam penerapan materi ini, guru dapat mengambil ruh atau semangat linguistik forensik sebagai dasar pembelajaran siswa sehingga mereka memiliki pemahaman terhadap bahasa yang menjadi bahan kajiannya. Selain itu, kajian atas bahasa lisan dan tulis tersebut bisa dijadikan dasar kehatian-hatian setiap siswa dalam memroduksi bahasa dan menyebarkannya pada berbagai media sosial. Kemampuan ini dapat pula dimanfaatkan siswa untuk tidak dengan mudah menyebar informasi yang bernuansa kebencian atau permusuhan. Bahkan, siswa dapat diajak untuk meminimalisasi pembuatan dan penyebaran konten berita atau informasi berindikasi hoax pada berbagai media sosial.
Agar dapat mengajarkan materi ini, seorang guru dituntut untuk memiliki kemampuan linguistik dengan didukung oleh berbagai referensi lainnya. Dalam hal ini, terdapat tiga referensi yang menjadi acuan dan harus menjadi pegangan utama guru. Ketiganya adalah tatabahasa baku, pedoman ejaan, serta kamus.
Berdasarkan paparan di atas, yang dapat diambil oleh guru adalah ruh atau semangat lingustik forensik sebagai dasar pembelajaran kajian atas bahasa lisan dan tulis yang banyak bertebaran pada berbagai media informasi terutama media informasi berbasis internet.
Simpulan
Linguistik forensik mulai banyak dibicarakan para ahli dan pengamat bahasa sejalan dengan masuknya kehidupan pada era revolusi industri 4.0. Fenomena revolusi industri 4.0 telah melahirkan budaya baru pada setiap manusia. Mereka mendapat kemudahan untuk dapat mengekspresikan ide dan pendapatnya pada berbagai media informasi berbasis internet. Berbagai ide dan pemikiran tersebut tidak jarang bernuansa ujaran kebencian dan permusuhan yang mengakibatkan ketidaksenangan pada orang lain. Bentuk ujaran kebencian atau permusuhan tersebut mengarah pada perbuatan yang dianggap bernuansa pelanggaran hukum. Kajian atas bahasa lisan dan tulis yang bersinggungan dengan hukum itu menjadikan para ahli bahasa untuk turut serta menelaah muatan atas ekspresi bahasa tersebut. Mereka dituntut untuk melakukan kajian secara komprehensif dan elaboratif guna melihat sampai sejauh mana bahasa tersebut bermuatan yang mengakibatkan ketersinggungan pada orang lain.
Berkenaan proses pembelajaran pada jenjang pendidikan dasar dan menengah, ruh atau semangat linguistik forensik dimungkinkan untuk dapat dijadikan materi ajar oleh setiap guru bahasa. Hal itu dimungkinkan agar siswa memiliki ketajaman dalam mengkaji dan menganalisis bahasa ekspresif, baik bahasa lisan mapun bahasa tulis pada berbagai media informasi terutama media berbasis internet. Sekalipun demikian, untuk dapat menyajikan bahan ajar ini, guru bahasa dipersyaratkan memiliki kemampuan linguistik dengan didukung oleh berbagai referensi lainnya, terutama tiga tiga referensi yang menjadi acuan utamanya, yaitu tatabahasa baku, pedoman ejaan, serta kamus.
Keberlangsungan penyampaian materi ini terpulang lagi kepada guru sebagai pengampu mata pelajaran bahasa, karena untuk dapat mengajarkannya dipersyaratkan memiliki kemampuan linguistik yang mumpuni.****Gurusiana-DasARSS.
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Mantaaap! Htr nuhun Pak!
Muhun. Sami-sami, Bu.