Dadang A. Sapardan

Dadang A. Sapardan lahir di Bandung pada 15 Mei 1968 dari pasangan H.U. Djamaludin dengan Hj. Siti Syadiah. Menikah dengan Hj. Aah Masruah pada 14 Mei 1995.&nbs...

Selengkapnya
Navigasi Web
PERUNDUNGAN

PERUNDUNGAN

Dadang A. Sapardan (Kabid Kurikulum & Bahasa, Disdik Kab. Bandung Barat)

Dalam beberapa minggu ini, pada ranah pendidikan menyeruak berbagai polemik tentang implementasi pembelajaran tatap muka (PTM). Pemicu lahirnya polemik ini terkait dengan rencana penerapan kebijakan PTM terbatas yang digulirkan oleh Kemendikbud. Harapan akan realisasi kebijakan ini terus digulirkan oleh berbagai pihak. Namun, adanya harapan tersebut dibayang-bayangi pula dengan kekhawatiran akan meluasnya penyebaran Covid-19 dengan satuan pendidikan menjadi episentrum baru penyebarannya.

Telah lebih dari setahun lamanya kebijakan pendidikan diterapkan dengan melarang implementasi PTM pada sebagian besar satuan pendidikan. Kebijakan tersebut dilakukan karena pandemi Covid-19 terus berlangsung dengan cepat sehingga mengkhawatirkan berbagai pihak, terutama Kemendikbud sebagai pemegang otoritas kebijakan pendidikan. Melalui kewenangan yang dimilikinya, Kemendikbud tidak menghentikan proses pembelajaran, tetapi mengubah pembelajaran dari pola PTM menjadi pola pembelajaran jarak jauh (PJJ).

Penerapan kebijakan tersebut dilatari dengan upaya penerapan prinsip kesehatan dan keselamatan menjadi prioritas utama dalam penetapan kebijakan dan penyelenggaraan pendidikan serta mengarah pula pada prinsip mempertimbangkan tumbuh kembang dan hak anak selama pandemi Covid-19. Kedua prinsip tersebut menjadi perhatian semua pihak dalam kebijakan pendidikan yang diterapkan.

Sebagai upaya untuk mengarah pada ketercapaian kedua prinsip tersebut, seluruh satuan pendidikan didorong untuk tetap melaksanakan PJJ. Dalam implementasinya, PJJ dilakukan dengan moda dalam jaringan (daring), luar jaringan (luring), atau kombinasi daring dan luring. Penetapan penggunaan moda ditentukan oleh satuan pendidikan dengan melihat kepemilikan potensi oleh siswa, guru, dan warga sekolah lainnya.

Sejalan dengan perkembangan penerapannya, kebijakan tersebut ternyata menimbulkan dampak yang cukup signifikan terhadap perkembangan siswa. Pada satu sisi, kesehatan dan keselamatan siswa bersama sebagian warga sekolah sangat terjaga dengan baik. Namun, di sisi lain timbul permasalahan yang berkenaan dengan bertumbuh dan berkembangnya siswa—sekalipun hak mereka untuk mendapat pengajaran relatif dapat terlaksana.

Timbul berbagai permasalahan dari pelaksanaan PJJ yang didominasi dengan pembelajaran di rumah masing-masing siswa. Dengan intensitas pertemuan yang kurang, bahkan tidak sama sekali antara siswa dan guru ditemukan beberapa permasalahan yang melanda siswa. Tidak sedikit ditemukan siswa yang mengalami putus sekolah karena mereka dengan terpaksa harus membantu perekonomian keluarga yang terdampak pandemi Covid-19. Terbangunnya persepsi masyarakat, terutama para orang tua siswa bahwa peran sekolah belum dilakukan secara optimal dalam pelaksanaan PJJ bila dibandingkan dengan pelaksanaan PTM yang biasa dilaksanakan dalam kondisi normal. Berkenaan dengan heterogenitas kondisi sosial ekonomi setiap siswa, terjadi kesenjangan capaian hasil belajar dari setiap siswa—kualitas hasil belajar siswa dengan kepemilikan fasilitas PJJ moda daring, lebih baik dari siswa yang terpaksa melaksanakan PJJ moda luring. Pelaksanaan PJJ tidak seefektif pelaksanaan PTM, sehingga bisa berakibat pada lahirnya learning loss. Terjadi resiko penyimpangan kehidupan yang ditandai dengan peningkatan kuantitas pernikahan dini, eksploitasi anak perempuan, dan kehamilan remaja. Terjebaknya siswa pada kondisi kekerasan di rumah dan lingkungannya yang tidak dengan mudah terdeteksi satuan pendidikan.

Dalam konteks ini, tidak menutup kemungkinan terjadinya perundungan yang dilakukan terhadap siswa dengan pelaku siapa pun, termasuk orang tua siswa. Dalam berbagai kanal media sosial tidak jarang ditampilkan berbagai bentuk perundungan yang menimpa siswa, sehingga menimbulkan keprihatinan dari berbagai pihak. Terjadinya perundungan tersebut bisa berefek negative terhadap perkembangan siswa, terutama perkembangan prestasinya.

Dalam KBBI, perundungan merupakan kata turunan dari merundung yang mengandung makna tindakan yang menyakiti orang lain, baik fisik maupun psikis dalam bentuk kekerasan verbal, sosial, atau fisik berulang kali dan dari waktu ke waktu, seperti memanggil nama seseorang dengan julukan yang tidak disukai, memukul, mendorong, menyebarkan rumor, mengancam, atau merongrong.

Terjadinya perundungan salah satunya dilatar belakangi oleh perubahan situasi yang terjadi. Ketika siswa harus berada di rumah dan lingkungan sekitarnya, terjadi kekerapan komunikasi dan sosialisasi dengan warga rumah dan warga lingkungan sekitar. Akibat adanya kekerapan tersebut tidak menutup kemungkinan melahirkan friksi di antara mereka yang pada akhirnya mengakibatkan fenomena perundungan yang tidak dengan mudah terdeteksi.

Pada kondisi normal, indikasi perundungan yang diterima siswa biasanya dapat terdeteksi sehingga sekolah dapat dengan secepatnya melakukan treatment. Namun, dalam kondisi yang terjadi saat ini, keberlangsungan perundungan tidak dengan mudah terdeteksi sehingga dapat menghambat perkembangan fisik dan psikis siswa yang mengalaminya.

Untuk menyikapi fenomena perundungan yang melanda siswa, salah satu upaya yang dapat dilakukan adalah satuan pendidikan membangun intensitas komunikasi dengan siswa dan orang tuanya. Dalam konteks ini, satuan pendidikan dapat menugaskan guru atau wali kelas guna mengontrol perkembangan setiap siswanya. Lewat upaya tersebut, guru dimungkinkan dapat mendeteksi sedini mungkin akan adanya gejala perundungan yang menimpa setiap siswanya, sehingga dapat dengan segera dilakukan treatment terhadap mereka.

Selain itu, satuan pendidikan perlu pula mencari formulasi yang tepat guna mencegah terjadinya perundungan siswa, sehingga langkah yang diterapkan akan lebih efektif karena berdasarkan kajian yang matang dari para guru dan warga satuan pendidikan lainnya.

Alhasil, dalam situasi yang kurang menguntungkan ini, satuan pendidikan perlu berinisiatif membangun instensitas komunikasi dengan para siswa dan orang tuanya serta mencari formulasi yang tepat guna menekan sekecil mungkin terjadinya perundungan pada siswa.****Gurusiana-DasARSS.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post