SEKOLAH RISET, MENGAPA TIDAK?
Saat mengikuti rapat koordinasi dengan unsur dinas kabupaten/kota, saya sempat berbincang dengan salah seorang peserta dari salah satu kabupaten yang terletak di timur Jawa Barat. Perbincangan berawal dari kasus dirinya yang lebih dari 15 tahun tidak pernah naik pangkat dan golongan. Kondisi demikian, saya anggap wajar karena selama ini dirinya berada pada eselon yang saat ini didudukinya, sedangkan pada eselon tersebut, pangkat dan golongan IV/a merupakan puncaknya. Perbincangan berlanjut pada posisi guru yang saat ini cukup banyak bertengger pada pagkat dan golongan IV/a. Dari hasil perbincangan singkat tersebut ditemukanlah titik permasalahan lahirnya stasiun besar para guru itu, yaitu keengganan para guru untuk menyusun karya tulis ilmiah. Itu merupakan salah satu titik penyebabnya.
Sekolah adalah salah satu lembaga yang memiliki tugas utama untuk menjalankan fungsi pendidikan pada setiap peserta didiknya. Melalui sekolah inilah, persiapan generasi masa depan bangsa dipertaruhkan. Melalui sekolah, para peserta didik yang merasa dan dipandang “kurang ajar” harus ditreatment sehingga menjadi sosok “cukup ajar” yang siap untuk berkiprah mewarnai dan membawa kehidupan bangsa dan Negara ke arah yang baik. Melihat idealisme penyelenggaraan pendidikan di sekolah, sepertinya kita tengah memandang sebuah beban berat yang harus dipikul oleh seluruh unsur penyelenggaranya, sejak mulai kepala sekolah, pendidik, tenaga kependidikan, komite sekolah, sampai dengan orang tua siswa.
Walau demikian, sekolah sebagai satuan pendidikan yang dihuni oleh tenaga pendidik, dalam hal ini para guru, masih berkutat dengan permasalahan internal yang cukup lama mendera mereka, yaitu mentoknya jenjang karier yang ditandai dengan kepemilikan pangkat dan golongan. Sampai saat ini, posisi pada golongan IV/a merupakan terminal besar para guru, baik jenjang SD, SMP, SMA, maupun SMK. Mereka memiliki kesulitan untuk beranjak dari posisi pangkat dan golongan ini ke pangkat dan golongan yang setingkat lebih tinggi atau pangkat dan golongan paling tinggi sekalipun. Padahal, merujuk pada regulasi yang ada, guru merupakan jabatan fungsional yang memungkinkan untuk merengkuh pangkat dan golongan paling top, yaitu IV/e. Kesulitan yang dihadapi para guru—berdasarkan hasil perbincangaan dengan mereka--karena kekurangmampuannya dalam melaksanakan penyusunan karya tulis ilmiah, baik PTK maupun PTS. Inilah permasalahan krusial yang dihadapi mereka saat ini.
Meilihat karya tulis ilmiah yang merupakan produk dari setiap guru, minimal terdapat dua manfaat yang didapat dari keberadaannya, yaitu sebagai jembatan para guru untuk naik pangkat dan golongan serta sebagai bahan perbaikan pelaksanaan pembelajaran di kelasnya masing-masing. Dengan kata lain, sekali merengkuh dayung, dua tiga pulau terlampui. Fakta inilah yang harus menjadi bagian dari proses penyadaran guru untuk terus melaksanakan penelitian dengan objek pembelajaran yang dilaksanakannya.
Sampai saat ini, proses pembelajaran di kelas merupakan objek penelitian para mahasiswa semester akhir, baik mahasiswa S-1, S-2, maupun S-3. Bagi seorang guru, objek ini dapat tergolong “jinak”, karena pembelajaran merupakan pekerjaaan yang dihadapi sehari-hari oleh para guru.
Barangkali yang harus dilakukan saat ini adalah mendorong para guru untuk mau dan mampu menyusun karya tulis ilmiah. Alangkah bijaknya, setiap pimpinan sekolah dan institusi yang memiliki perhatian terhadap kemajuan pendidikan untuk mendorong guru agar tidak berada pada zona nyaman. Mendorong mereka untuk keluar dari zona ini, sehingga ratusan, bahkan ribuan inovasi pembelajaran dapat terlahir dari tangan-tangan mereka. Inilah hal yang harus dilakukan untuk memecahkan kondisi stagnan seperti dipaparkan di atas.
Merujuk pada fenomena yang ada pada lembaga lain, berbagai kebijakan yang diambil oleh lembaga swasta atau pemerintah tidak melepaskan diri dari hasil penelitian. Berdasarkan hasil penelitian itulah, mereka menerapkan kebijakan pada lembaga atau institusinya. Barangkali, alangkah baiknya bila nuansa demikian diterapkan pula pada sekolah. Para guru dituntut untuk terus melakukan penelitian, di antaranya terhadap strategi pembelajaran yang dilaksanakannya. Berdasarkan hasil penelitian inilah guru memperbaiki dan menyempurnakan strategi yang diterapkan sebelumnya. Saat ini, kita membutuhkan guru yang bisa melepaskan diri dari keterjeratan atas pemikiran untuk bekerja sebatas “menggugurkan kewajiban” menjadi sosok yang diliputi aura inovatif dalam pembelajarannya. Merujuk pada pendapat Albert Einstein bahwa “cara yang dulu, kita ulangi lagi kemarin, cara yang kemarin, kita ulangi lagi hari ini, dan besok kita masih melakukan cara yang itu lagi, namun berharap hasil yang berbeda dan lebih baik, inilah yang disebut sebagai ketidakwarasan.”
Barangkali, hal yang harus disodorkan kepada unsur sekolah saat ini adalah menjadikan sekolah sebagai lembaga riset dan pengkajian, terutama terhadap pola dan strategi pembelajaran. Hal ini bukan sesuatu yang tidak maungkin, karena di sekolah cukup banyak guru potensial dengan kemampuan yang mumpuni untuk melakukan riset. Mereka adalah sosok potensial yang dalam kehidupannya, minimal telah merasakan satu atau dua penelitian akhir masa kuliah. Pihak sekolah dan unsur lainnya, harus turut serta membangkitkan semangat para guru yang sudah lama terpendam. Sekolah harus menjadikan para guru sebagai ujung tombak lahirnya “sekolah riset”.—DasARSS.Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Mantap! Tulisan keren Pak! Setujuuu! Pembelajaran adalah ajang riset guru.
Harus dimanfaatkan krn kita sedang berada pada zona pembelajaran
Harus dimanfaatkan krn kita sedang berada pada zona pembelajaran
"Sekolah harus menjadikan para guru sebagai ujung tombak lahirnya “sekolah riset”." Sepakat pak Dadang.
Semua harus mendorong karena riset menjadi cikal bakal perbikan & perubahan, Pa.