Menjelang usia ke-42 tahun tepatnya hari rabu, 16 Januari 2019 saya mengalami musibah jatuh pas turun dari angkot. Kaki kiri terkilir sampai terdengar bunyi "krik" pada pergelangan kaki kiri dan dampaknya sangat luar biasa sakitnya, sampai saya tidak bisa berdiri. Tidak ada orang yang membantu memapah saya unttuk duduk di bangku, akhirnya dengan menahan rasa sakit saya berusaha berjalan di trotoar dan tidak peduli baju kotor atau tidak. Sambil menunggu kakak menjemput, ada salah seorang ojek yang menawarkan jasanya untuk mengantar saya ke tukang urut. Tapi saya tidak mau karena kakak belum datang.

Kakak pun tida di Jasinga dan terkejut melihat saya yang duduk di trotoar sambil menahan sakit.

"Ya, kenapa?" Lia ke serempet mobil?nggak, kak. Lia jatuh pas turun dari angkot! Ya udah, kita langsung ke tukang urut.

Tiba-tiba handphone berdering tanda ada telpon yang masuk. Ternyata teman SMA ku sudah tiba di rumah ibu. Terpaksa aku berbohong dengan mengatakan masih di jalan. Padahal aku lagi diurut, kalau bilang sebenarnya takutnya ibu kaget dengan kejadian ini.

Tiba di rumah, Ema dan anaknya sudah menunggu dengan sabar. Melihat aku berjalannya jinjit dg satu kaki, Umi pun bertanya : "kamu kenapa, kakinya ya?" Lia jatuh pas turun dari angkot, mi. Kakinya keseleo, tapi udah diurut mi. Ya udah, Lia istirahat saja dulu. Karena ada teman berkunjung, aku tidak istorahat tapi menemani teman sambil bercerita. Maklum kami sudah lama tidak bersemuka meski kami satu kecamatan.

Setelah Ema pulang, aku pun mulai merasakan sakit yang luar biasa pada kakiku dan berat untuk dipakai berjalan. Malam ini begitu menyiksaku, sebab aku harus mengurus sendiri lukaku karena ibu juga sedang sakit dan Bapak juga.

Keesokan harinya, aku paksakan diri untuk bangun dan bersih-bersih badan serta bantu Umi bersih-bersih rumah dan piring kotor. Aku ga tega melihat Umi yang juga sakit kalau berjalan. Meski sakit, semua ku lakukan sendiri.

Selasa, 22 Januari 2019

Di ruang Guru SMPN 2 Cigudeg(piket)