Disela-sela kecewa dan sedih, berusaha untuk berbagi agar kesedihan tak mematikan motivasi. Sebagaimana yang kerapkali di"ucapkan" suamiku. Sengaja kuberi tanda kutip sebagai tanda penegasan, tulislah kecewamu, tulislah bahagiamu, tulislah rencanamu, tulislah, tulislah! Ya, hari ini ingin kutuliskan juga cerita tentang sebuah "kegagalan" yang kudapat (atau kulakukan) kemarin malam.

Sore tadi, adalah waktu yang ditunggu-tunggu peserta pelatihan, termasuk saya. Karena, sore ini pengumuman hasil ujian tulis tadi malam akan ditempel di lobi tempat pelatihan. Sebenarnya hasil yang saya dapat sudah bisa diprediksi sejak semalam tepat setelah waktu ujian selesai. Hasilnya? TIDAK LULUS dan artinya harus mengikuti ujian tulis ulang.

Lho koq bisa? Dalam kegiatan sepenting ujian, tentu saja hal-hal detail sangatlah harus diperhatikan. Ini pembelajaran buat saya, bahkan mungkin hal ini juga dapat menjadi pembelajaran untuk anak-anak didikku di sekolah. Salah satu hal kecil tapi vital untuk diperhatikan adalah jumlah soal yang harus dikerjakan dan jumlah lembar soal yang semestinya didapat.

Malam tadi, sebagaimana peserta lainnya berbagai persiapan menghadapi ujian tulis telah saya lakukan. Sesaat setelah memasuki ruangan seluruh peserta termasuk saya mendapatkan lembar soal yang sekaligus lembar jawaban. Bentuk soal adalah esai. Keriuhan sempat mewarnai awal pelaksanaan ujian, beberapa peserta mengeluhkan soal yang tulisannya tidak jelas kepada pengawas ujian. Namun, ditengah keriuhan itu saya tidak peduli dan langsung konsentrasi mengerjakan ujian tanpa basa-basi. Waktu lumayan tersisa banyak ketika selesai menjawab soal demi soal. Saya cek ulang dari depan jawaban yang sudah ditulis, hingga akhirnya pengawas mengumumkan bahwa waktu sudah habis dan lembar jawaban harus segera dikumpulkan.

Penuh percaya diri saya berdiri sambil sedikit membolak-balik lembar jawaban. Tapi, betapa kagetnya ternyata masih ada satu lembar soal yang sama sekali belum saya buka apalagi mengerjakannya. Artinya, saya akan menerima hasil yang kurang baik. Karena bagaimana pun, satu soal tidak dijawab hasilnya bisa diprediksi, yakni tidak lulus karena ada satu kompetensi yang tidak mencapai batas kelulusan.

Sempat berharap ada keajaiban, sembari menelpon suamiku. Namun, bukannya hiburan dan motivasi yang saya dapatkan. Sikap suamiku dingin dan malah mengatakan coba untuk menghadapinya sendiri, tidak usah mengeluh kepadanya.

Meskipun, pada akhirnya saya dapat memahami maksud suamiku semalam. Karena, dalam rentang tertentu suamiku mengirimkan pesan langsung atau tidak langsung yang intinya adalah kegagalan hari ini bukanlah karena ketidakmampuan. Tapi disebabkan kecerobohan atau mungkin bisa dikatakan kesombongan yang saya lakukan semalam. Di sisi lain ada juga hikmahnya. Saya kemudian paham, hal yang dilakukan oleh teman-teman semalam dengan komplain kepada pengawas justru adalah hal detail yang memang seharusnya dilakukan oleh peserta ujian. Komplain berarti kita memperhatikan terlebih dahulu kelengkapan soal yang didapat. Sehingga sebelum mengerjakan, kita terlebih dahulu tahu jumlah soal yang harus diselesaikan sebelum waktu habis.

Ya, mungkin kegagalan hari ini terasa menyesakkan. Selain harus menyita waktu tambahan, pengumuman tidak lulus tadi menyisakan rasa malu. Namun, semua pasti ada hikmahnya. Minimal saya bisa belajar untuk lebih memperhatikan hal-hal kecil yang justru menjadi penentu keberhasilan. Semoga ujian ulang besok hasilnya lebih baik dan maksimal, demikian juga dengan ujian-ujian berikutnya yang harus saya hadapi. Amin!