APA KABAR ADAB MILENIAL?
Seorang ulama besar Imam Malik rahimahullah pernah berkata: “Pelajarilah adab sebelum mempelajari suatu ilmu.”
Ungkapan yang sangat populer, para ulama mempelajari adab terlebih dahulu sebelum mempelajari ilmu. Mempelajari adab seperti layaknya mempelajari ilmu. Hasil pendidikan para ulama terdahulu luar biasa. Mereka sukses menuntut ilmu. Mendapat keberkahan ilmu, yaitu semakin taat dan dekat kepada Allah Subhanahu Wataala, hidup mereka pun diliputi keberkahan.
Dilihat secara materi, mungkin mereka kurang, karena memang hal itu tidak menonjol dalam diri mereka. Namun ketawakkalan mereka patut diacungkan jempol. Di samping mereka sangat menghargai semua guru mereka tanpa pilih kasih.
Kontradiksi dengan dengan kondisi pelajar jaman now. Adab hampir habis tergerus oleh jaman dan pengaruh gempuran budaya asing. Kalangan milenial seolah menjadi barang langka untuk ta'dzim atau penghormatan murid terhadap guruny. Menuntut ilmu hanya formalitas hingga menyelesaikan suatu jenjang pendidikan. Maka, tdak heran ilmu mereka seolah tidak berkah. Ilmu tinggal ilmu, sementara amal atau perbuatan sangat jauh panggang dari api. Tidak perlu heran, jika remaja jauh dari adab, dan jauh dari keberkahan. Kalangan milenial menjalani hidup sesuai kehendak hati seorang remaja yang sedang mencari jati diri. Ibarat ungkapan orang Minangkabau "Ibarat kacang diabui ciek." (ibarat kacang direbus satu) hingga sibuk memperhatikan diri sendiri, merasa lebih dari orang lain, kadang terlibat dalam pergaulan bebas.
Idealnya, kalangan milenial merupakan harapan bangsa. Generasi muda, yang di tangan mereka estapet kepemimpinan hari depan. Kalangan milenial sebaiknya dapat mencontoh para ulama terdahulu mempelajari adab sebelum menuntut ilmu, atau mempelajari adab. Alasanya, menurut Yusuf bin Al Husain, “Dengan mempelajari adab, maka kamu jadi gampang memahami ilmu.”
Kunciya adalah mempelajari adab, akan mudah meraih ilmu. Tidak mempelajari adab, maka sulit mempelajari ilmu. Sedikit perhatian pada adab, maka ilmu akan disia-siakan. Oleh sebab itu, para ulama sangat perhatian pentingnya adab sebelum ilmu. Salah seorang ulama bernama Ibnul Mubarok mempelajari adab selama 30 tahun sedangkan mempelajari ilmu selama 20 tahun.
Belajar adab sebelum ilmu, amat langka pada kalangan milenial. Jangankan belajar adab, minat dan membiasakan diri untuk belajar saja agak sulit. Kenapa ini bisa terjadi? karena kalangan milenial sedang berperang dengan aneka pengaruh budaya asing. Gempuran teknologi hasil revolusi industri 0.4 begitu dahsyat. Mereka diserang tidak saja di di sekolah, namun serangan tersebut masuk ke kamar-kamar tidur mereka. Dunia semakin kecil, hingga bisa dipegang. Hanya dengan menggerakan jari, mereka sudah berselancar di dunia maya. Sementara kekuatan iman atau aqidah, pembiasaan Islami belum begitu kokoh bercokol dalam diri mereka.
Pada kitab Ta'lim Muta'lim, Pentingnya Adab Sebelum Ilmu, ditulis oleh Imam Az-Zarnuji. Tebal buku 168 halaman, cetakan ke IV Juli 2019, dikemukakan dengan jelas tentang mengagungan ilmu dan adab. Buku ini sangat populer di dunia pesantren. Buku ini terdiri dari 13 bab. Bab 1 sampai Bab 12 berkaitan dengan adab saol ilmu. Bab 13 berkaitan dengan adab soal rezeki. Semua orang tidak wajib mempelajari semua ilmu, namun wajib mempelajari ilmu yang dibutuhkan. Adalagi ilmu yang dibutuhkan dalam setiap keadaan. Ilmu ibarat makanan yang wajib dikonsumsi oleh tubuh, sementara ilmu yang dibutuhkan sesekali ibarat obat yang diperlukan ketika terjadi gangguan kesehatan.
Seorang peserta didi (muta'allim) dalam menuntut ilmu harus memulainya dengan niat, yaitu niat mensyukuri nikmat akal, kesehatan badan dan bukan meniatkan untuk diterima manusia, mencari dunia atau memburu kehormatan. Sebaiknya memilih ilmu, sabar dan betah mempelajari satu bidang tertentu sampai menguasai betul. hal ini dicontohkan Imam Bukhari yang fokus dan konsentrasi mempelajari ilmu hadits, hingga menjadi perawi termahsyur. Itu berkat ketekunannya, meski harus dilalui dengan jalan berliku. Sebab menuntut ilmu itu memang melelahkan dan sulit.
Hal penting bagi penuntut ilmu untuk takzim pada guru, agar mendapat keberkahan. Bahkan Ali radhiyallahuanhu pernah berkata, "Aku adalah hamba sahaya bagi orang yang mengajariku satu huruf; jika mau ia boleh menjualku, dan jika mau ia membebaskanku." Masya Allah, kedudukan murid terhadap guru itu ibarat budak yang nasibnya tergantung majikan. Begitu kunci sukses para ulama terdahulu dalam menuntut ilmu, hinga mendapatkan dan menguasai ilmu, dengan menghormati ilmu dan ulama, serta menghormati guru.
Tak ketinggalan adab memuliakan kitab atau buku berisi ilmu. Misal memegangnya dalam keadaan suci. As-Syekh Imam Syamsuddin As-Sarkhasi pernah sakit perut. Saat mengulang pelajaran di malam hari, ia sampai berwudhu 17 kali. Sebab ilmu adalah cahaya dan wudhu juga cahaya, sehingga cahaya ilmu terang dengannya. Termasuk adab, yakni tidak boleh menjulurkan kaki ke kitab, meletakkan barang di atas kitab, memperbagus tulisan dan tidak menulis dengan tinta merah di dalam kitab.
Konten penting kitab ini adalah keharusan seorang peserta didik untuk melakukan mudhakarah (tukar pengetahuan), munazharah (beradu argumen) dan mutharahah (diskusi). Hal ini penting dalam rangka mengulang pelajaran dan menambah pengetahuan. Dikatakan, diskusi sebentar, lebih bagus dibanding mengulang pelajaran sebulan. Tentu dengan catatan, diskusi yang dibolehkan adalah dalam rangka mencari kebenaran. Bukan memancing keributan atau kemarahan.
Apa kabar adab milenial? pertanyaan ini dapat dijawab dengan uraian sebelumnya. Masih banyak pekerjaan rumah secara moral di pundak pendidik, keluarga, masyarakat, dan pendidikan formal. Agar senantiasa menguatamakan adab sebelum ilmu. Peserta didik seharusnya memperhatikan adab terlebih sebelum berilmu, karena berkaitan dengan keberkahan ilmu dan keberkahan kehidupan di dunia dan di akhirat. Jika adab bersatu dengan ilmu dan perkembangan sains di era milenial saat ini, akan menjadi kekuatan dahsyat peserta didik dalam kehidupan. Berkaitan dengan keberkahan ilmu, seorang Syaikh Muhammad bin Shalih Al-‘Utsaimin rahimahullah patut menjadi renungan:
"(Tanda keberkahan ilmu adalah) takutnya seseorang kepada Allah Taala dan bertaubat kepada-Nya. Pada hakikatnya, jika ilmu tidak menumbuhkan (membuahkan) rasa takut kepada Allah Taala, bertaubat kepada-Nya, bersandarnya hati kepada-Nya, dan memuliakan kaum muslim, maka ilmu tersebut telah kehilangan berkahnya. Bahkan, bisa jadi orang tersebut akan menutup amalnya dengan kejelekan.” Allahu A'lam Bishawab
Batusangkar, 09 Maret 2020
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar