GAYA BICARA ORTU
Pas sampai di rumah, anak sulungku begitu semangat berkisah tentang gurunya. Tas belum diletakkan, gelas minum yang kusodorkan belum diminum. Dia langsung cerita
"Saya merasa spesial Umi. Bapak itu selalu tersenyum. Beliau selalu nampak bahagia. Aku senang dan semangat pergi sekolah. Bayangkan Mi. Beliau mau bercerita dengan saya. Termasuk masa kecilnya ketika beliau sebesar saya."
"Alhamdulillah, hari ini pengalamanmu menyenangkan. Semoga esok hari kamu mendapat pengalaman yang luar biasa lagi. Umi bersyukur dan ikut senang."
Seorang ibu, mendengar penuturan anak seperti itu serasa minum sup buah di tengah terik mentari. Segar dan nikmat. Betapa tidak? Sebagian besar waktu anak-anak dihabiskan di sekolah. Jam 7.30 pagi hingga jam 15.30 sore. Jika mendapatkan suasana dan pengalaman belajar yang indah dan menyenangkan tidak ada yang perlu dirisaukan. Sebagai pendidik saya juga paham bahwa sekolah bukan hanya transfer of knowledge. Tetapi juga transfer of value. Pembiasaan Islami, dan contoh teladan dari para guru.
Aku merefleksi, ternyata bukan hal yang spektakuler yang membuat anak merasa spesial. Hanya hal-hal kecil. Membuat emosinya positif. Merasa dihargai. Dari cerita anakku. Hanya karena gurunya senang mengajaknya ngobrol. Bukan ngobrol materi pelajaran. Tetapi bicara tentang kehidupan. Tentang sisi keseharian sebagai bapak. Guru itu memposisikan diri sebagai teman. Menganggap anakku sebagai orang yang dapat dipercaya. Oleh karenanya guru itu mau bicara.
Kejadian ini, sejalan dengan materi parenting yang pernah saya ikuti. Anak merasa spesial ketika ia selalu didengar. Orang tua memberi perhatian tanpa terbagi. Maka anak akan merasa istimewa. Hal ini tentu sangat terkait dengan gaya bicara orang tua kepada anaknya. Gaya ini mempengaruhi apakah anak nantinya mau berbagi atau tidak? Apakah anak merasa spesial? Karena semakin mereka merasa didengar semakin mereka terbuka dan berbagi perasaan. Berikut ‘talking style’ atau gaya bicara para orang tua:
1. The Shouter (Berteriak)
Ini adalah tipe ortu yang gaya bicaranya cuma bisa teriak. Jika ortu dibesarkan oleh orang tua yang juga demikian. Kultur budaya yang mendominasi. Dimana teriak adalah hal yang biasa. Atau ortu yang stress karena tuntutan kerja dan kesibukan. Jadilah pelarian dari rasa frustasi itu ke anak. Wajar jika anak semakin tertutup. Tak mau lagi berbicara. Tak lagi membagi rasa. Karena ada ketakutan dalam dirinya. Hal ini juga bisa membuat sang anak selalu merasa bersalah. Seolah-olah rasa marah ortu itu karena kesalahan mereka semata. Endingnya, si anak tidak merasa percaya diri. Lebih suka menutup diri. Grogi dalam berkomunikasi.
2. Hot and cold (Panas dan Dingin)
Ini model ortu seperti kran air. Kadang dingin kadang panas. Kadang baik dan penuh cinta. Kadang garang tak terduga. Anak akan merasa seperti di ujung tanduk. Tak tahu kapan akan kena damprat dan tak tahu kapan akan dihujani ciuman. Secara emosi ortu seperti ini sudah tidak stabil. Bisa jadi sebenarnya ada unresolved underlying psychological issues dimasa kanak-kanak. Karena tidak terselesaikan akhinya terbawa hingga dewasa. Efek pada anak di di antaranya, mereka kebingungan kapan harus siap mental. Mereka merasa tak aman karena sewaktu-waktu bisa ada ledakan.
3. Best friends (Teman Terbaik)
Tipe ortu yang menjadikan anak-anaknya tempat curhat. Banyak terjadi di kalangan single parent (orang tua tunggal). Karena mereka tidak punya pasangan, anaknya lah yang menjadi tumpuan. Ortu menceritakan segalanya tanpa ada saringan. Bahkan kadang menjadi teman bergunjing. Jangan salahkan anak jika akhirnya mereka tidak lagi mau terbuka karena takut menambah beban. Mereka juga merasa harus selalu menjadi supporter orang tuanya. Padahal secara mental dan emosional, mereka belum siap mendengar penuturan tentang beban hidup yang tak ada habisnya. Ujung-ujungnya mereka bisa merasa tidak seperti anak-anak lainnya.
4. Ice Queen (Ratu Es)
Dari namanya sudah sangat jelas. Ini tipe orang tua yang hanya meng-iyakan dan datar-datar saja. Apa yang dibicarakan anak tidaklah menarik perhatian. Ekspresi pun tak ada. Ketika anak mulai berbagi tentang sekolah dan teman-temannya, mereka hanya diam saja. Karena mereka cuma anak-anak. Paling kisahnya ya begitu-begitu saja. Sepetinya sering dilakukan oleh kaum bapak. Dengan alasan karena mereka sudah capek kerja. Kadang juga dilakukan oleh ibu yang sibuk dengan HP-nya atau dengan teman sosialita. Jika terus demikian. Jangan lagi salahkan anak jika mereka tidak mau mendengarkan. Karena kita ortu-nya pun mencontohkan demikian.
5. Anchor Parent (Orang Tua Mendengarkan)
Ini tipe ideal. Mereka adalah orang tua yang mau mendengarkan celotehan putera puterinya. Meski sangat sederhana dan hanya seputar teman dan rasa bahagianya. Mereka bisa menjadi teman namun juga tetap menjadi orang tua. Bisa mengarahkan anak namun juga menghargai pilihan (mubah) putera puterinya. Mereka menyaring obrolan untuk anak dan dewasa. Tak segan menunjukkan kasih lewat ucapan dan perbuatan. Tak takut pula memberi konsekuensi jika anak berbuat tidak pada tempatnya. Ada keseimbangan antara pujian dan hukuman.
Tentu ini sebuah ketrampilan. Hanya bisa terlihat hasilnya setelah dilakukan terus menerus dalam jangka panjang. Ada kalanya memang kita menjadi The Shouter atau kadang Ice Queen. Yang penting dan perlu dipertanyakan, apa yang menjadi default alias mode utama dalam keseharian?
Jika kita ingin anak yang terus mengkomunikasikan rasa dan pikirannya. Buka Channel komunikasi itu dengan cara kita merespon mereka. Tak perlu merasa tak mampu. Jika Allah mengamanahkan tugas besar mencetak generasi mendatang. Itu tanda Allah melihat kita mampu. Tinggal kitanya, mau apa tidak.
(Self reminder only)
Batusangkar, 30 April 2020
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar