DARIMIS

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web
GURU DIKATAKAN ANTI KRITIK

GURU DIKATAKAN ANTI KRITIK

"Bagaimana bisa maju pendidikan kalau guru di Indonesia anti kritik, maunya gaji besar, tetapi kualitasnya rendah." (Indra Charismiadji).

Ada irisan belati di setiap huruf yang dirangkai pengamat dan praktisi pendidikan. Di samping ucapan pedas laksana cabe setan. Juga mengusik dan merendahkan profesi guru. Wajar saja pernyataan ini mendapat reaksi dari PGRI.

Dilansir pada Liputan 9, bahwa pernyataan Indra ini sudah melukai tiga jutaan guru Indonesia. Tegas Dudung Nurullah Koswara, ketua PB PGRI, Rabu (13/5).

Pernyataan Indra ini cenderung mengeneralisir kejadian. Meskipun ada satu atau guru seperti itu. Mengapa semuanya dituduh seperti itu. Ibarat pepatah Minang "Surang makan cubadak, sado urang Kanai gatahnyo."(Satu orang yang makan nangka, semua orang kena getahnya). Hampir sama dengan ungkapan Pak Dudung "Pernyataan itu tidak efektif menyasar entitas guru. Ibarat memukul nyamuk di pipi bayi dengan pentungan.

Kalau kita mau jujur, semua profesi di dunia pasti ingin gajinya besar. Dan semua orang yang menyandang suatu profesi memiliki kelebihan dan kekurangan. Namanya juga manusia, pasti memiliki kelemahan. "No body perfect"

Indra mencoba berlindung di balik pendapat Yusuf Kalla “Guru kalau diminta tingkatkan kualitas diam. Giliran bicara soal kesejahteraan, semuanya riuh”.

Ideal sebagai praktisi pendidikan pasti paham suasana kebatinan guru. "Riuh pada saat bicara kesejahteraan adalah "kode keras" bahwa masih banyak pahlawan tanpa jasa gajinya masih rendah. Sementara kebutuhan meningkat dan yang dibeli mahal semua.

Ternyata besar dan hebatnya orang tidak jaminan isi bicaranya santun. Bicara seperti itu ibarat menghunjamkan kaca-kaca ke dalam hati para pendidik. Belum sembuh luka lama akibat belum diresponnya tuntutan guru secara optimal. Malah ditorehkan lagi luka baru yang begitu dalam. Sungguh teganya dirimu Perguso...

Idealnya, sebagai seorang pengamat itu responsif dengan amuk batin orang yang diamati. Bukan malah menuduh yang diamati anti kritik, ingin gaji besar kualitas rendah. Apakah stateman sudah berdasarkan hasil penelitian pada ketiga juta guru Indonesia. Apakah instrumen yang digunakan untuk mengukur kualitas guru valid dan reliabel. Apakah instument sudah divalidasi para ahli. Jika belum berarti pernyataan tersebut ngawur penuh emosional.

Jika belum mampu memperjuangkan nasib guru. Lebih baik diam. Diam lebih baik dari pada bicara tapi menyakiti.

Lagi pula apa yang diperoleh dengan pernyataan keliru itu?. Simpati orang, memperbanyak follower, ingin viral, atau ingin menjilat. Entahlah...yang jelas ya jelas.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Semangat

18 May
Balas

Mantap Bu, apapun yang terjadi tetap semangat.

19 May

Benar sekali...lebih baik diam daripada bicara yg menyakitkan

18 May
Balas

Setuju Bu...

19 May



search

New Post