DARIMIS

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web
HIDUP INDAH JIKA TIADA UTANG

HIDUP INDAH JIKA TIADA UTANG

Sebelum menulis, saya minta maaf ribuan kali. Pada semua yang sempat membaca tulisan ini. Tidak ada maksud sedikitpun untuk memposting kesalahan siapa pun. Tulisan ini hanya refleksi diri, atas kelapangan hidup jika tidak punya utang.

Era sekarang, paradigma hidup dari orang bergeser dari paradigma hidup bersahaja atau sederhana ke paradigma hidup mewah serba branded. Membuat semua indikator kehidupan pun berubah. Ibarat arus bah. Paradigma itu menghanyutkan bahkan menenggelamkan kita pada indikator-indikator nisbi.

Saya tidak menyalahkan jaman atau menyalahkan pada pendesain zaman. Saya hanya menyalahkan diri saya sendiri, yang tidak mampu menahan diri untuk menggunakan ukuran materi dalam menilai kemuliaan manusia.

Saya tidak menyalahkan filsafat hidup kapitalisme, materialisme, pragmatisme, dan hedonisme. Saya hanya menyalahkan diri saya sendiri mengapa saya mengadopsi filosofi kehidupan itu. Sementara saya punya dienul Islam untuk menilai segala sesuatu. Semua itu sudah final. Bahkan telah dicontohkan Rasulullah Shallallahu 'alaihi Wasallam.

Saking parahnya filsafat hidup itu. Menjebak gayasaya dalam hidup 'Hedonic Treadmild" suatu gaya hidup dengan barang-barang branded sebagai simbol kemewahan ala sosialita. Maklum pengetahuan Islam saya ketika itu hanya pas-pasan, sekarang juga masih (he he).

Lingkup pertemanan saya kala itu mayoritas dari kalangan sosialita. Mau tidak mau membuatkut untuk menyamakan frekuensi. Padahal aku bukan sosialita, hanya soksialita aja. Pola hidup di lingkungan itu, terus merangsang saya untuk terus belanja. Saya mudah tergoda. Akhirnya membuat kartu kredit. Memiliki kartu kredit bagi saya suatu kebanggaan. Saya bisa belanja kapan saya mau.

Saya tidak peduli. Mau utang, mau kredit sama aja. Yang penting saya mendapatkan barang yang saya inginkan. Kata teman saya "sekarang, kalau tidak utang kita tidak akan punya apa-apa. Toh yang utang bukan kita doang kok. Ada sianu, siana, siani dll. Bahkan ketika itu nyaris semua barang di rumah saya utang semua. Terjadi siklus utang berkepanjang. Tidak perlu saya sebutkan apa aja barangnya. Kawatir kepanjangan.

Ketika saya termakan opini teman. Seolah-olah saya tidak bisa hidup, jika saya tidak memiliki barang-barang mewah tersebut. Rasanya diri saya tidak berarti apa-apa, tanpa tas branded, pakaian mahal, rumah bertingkat, mobil mengkilap, dan sepatu sampai dua lemari. Nau'zubillah, dosa masa laluku.

Pernah suatu waktu, saya berpikir. Apakah hanya untuk ini saya hadir di muka bumi ini? Dan jiwa saya rasanya gersang. Menjalani hidup tak lebih dari suatu kompetisi, saling mendahului dan ingin menunjukkan siapa yang terhebat dalam mengoleksi barang mewah. Setiap barang mewah menurut saya merefleksikan citra diri tertentu. Kita membeli merek, dan merek itu seolah mewakili eksistensi diri untuk ditunjukkan pada dunia.

Syukukurnya perkenalan saya dengan sahabat shalihah di suatu kota. Merubah pola hidup saya 180 derajat. Saya berubah. Saya mulai berpikir bahwa mutu kehidupan tidak dipengaruhi oleh barang mewah. Barang bukan ukuran keberhasilan. Bagaimana akan berhasil, ketika suami saya banting tulang, memeras keringat hanya untuk membayar cicilan.

Meskipun saya sendiri bekerja. Rasanya tidak ada artinya memiliki barang jika ujungnya dikejar tagihan perbulan. Aku sempat stress membayar cicilan rumah, tidak banyak sih hanya 1, 5 juta perhulan. Saya berdoa ketika itu, semoga kredit rumah cepat lunas. Saya benar-benar merasakan Allah Maha Mendengar. Saya tinggalkan semua utang walau harus menjual aset. Saya begitu takut ketika meninggal dalam keadaan membayar cicilan. Padahal aku tahu dosa riba paling kecil saja sama dengan 36 kali berzina. Alhamdulillah Allah memudahkan, semua utang saya dan suami lunas.

Kami memilih hidup sederhana. Kemana saja pakai motor butut. Syukur masih ada motor. Saya sendiri tidak malu pada siapa pun. Saya malu jika terus bermaksiat kepada Allah untuk menyenangkan penilaian manusia, yang sebenarnya belum tentu benar-benar tulus menilaiku. Sebab manusia memiliki kamus terbesar dalam kehidupan yang dikenal dengan "kamus perbandingan". Lebih lengkap ada di novel Tere Liye.

Semakin saya sadari. Di tengah Pandemi Covid-19 ini. Penyicil utang kelimpilungan membayar. Apalagi hanya mengandalkan kerja harian dalam membayar cicilan. Walau jumlahnya pendapatan banyak, namun agak sedikit terganggu.

Kondisi ini semakin menyadarkan saya, bahwa manusia dalam hidup hanya butuh hal pokok-pokok saja, seperti makan, minum, pakaian, tempat tinggal. Sementara barang-barang mewah tiada artinya. Semua kemewahan, sekarang kurang terpakai. Kemana mau pergi lagi PSBB, social distancing, dan stay at home terus.

Dengan demikian, bagi saya tidak masalah rumah kosong dari perabot. Pakaian dan tas itu-itu saja. Kemana-mana naik motor butut. Bahkan rumah mungil tipe berapa S rasanya dalam istana raja-raja. Kenapa karena saya tidak punya utang. Betapa indahnya hidup tanpa utang.

Batusangkar, 12 Mei 2020

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Berbagi kebaikan di bulan Ramadhan pahalanya berlipat ganda. Walaupun saya jg banyak hutang. In syaa Allah berusaha melunasi.

12 May
Balas

Aamiin. Semoga dimudahkan Allah Pak

13 May

Sangat inspiratif. Memang terasa sulit, tapi tidak mustahil untuk dilakukan.

12 May
Balas

Benar Bu, Insyaa Allah dimudahkan-Nya

13 May

tulisan ibu...benar adanya....hidup yg konsumtif...membuat kita menzalimi diri dg hutang...mksh...tulisan ibu membuat saya merenung...

12 May
Balas

Alhamdulillah, terima kasih juga Bu sudah membaca tulisan sekaligus curhat saya he he

13 May



search

New Post