INDAHNYA MEMAAFKAN
Suatu hari aku membaca cerita antara dog, magpie dan fox. Kisahnya sarat nilai moral dan sangat menyentuh.
Dog adalah nama karakter dari Anjing buta satu mata. Magpie adalah burung murai yang sayapnya terbakar saat ada kebakaran hutan, sehingga dia tidak bisa terbang. Dog membantu Magpie saat dia kesusahan tak bisa terbang saat sayapnya terbakar. Keduanya menjadi sahabat. Saling melengkapi. Dog menjadi sayap Magpie dan Magpie menjadi matanya Dog. Lalu datanglah Fox. Fox muncul dan membujuk agar Magpie menjauh dari Dog. Magpie percaya begitu saja dengan ajakan Fox. Akhirnya Fox membawa Magpie ke gurun pasir dan meninggalkannya terkatung-katung di sana.
Lebih lengkap kisah ini bisa dibaca pada buku yang ditulis Margaret Wild dan Ron Brooks. Buku ini mengajarakan persahabatan, kesetiaan, risiko dan pengkhianatan.
Saat menyedihkan adalah ketika dog bersedia menjadi‘sayap’ Magpie dengan memintanya duduk di punggungnya dan membawanya berlari kencang sehingga Magpie masih bisa merasakan sensasi terbang. Sedang Magpie akan menjadi ‘mata’ dan penunjuk arah bagi Dog yang buta di satu mata dan tak bisa melihat dengan sempurna.
Betapa indah jika kita sebagai manusia bisa bercermin dan berkaca dari kisah ini. Indah sekali jika persahabatan ada karena kita ingin saling mengisi.
Perbedaan menjadikan kita saling melengkapi. Entah itu perbedaan usia, suku, latar belakang pendidikan, ekonomi, mazhab dan organisasi. Melihat kekurangan seseorang sebagai sumber pahala karena kita yang akan menopang mereka. Saling setia dan menjaga di jalan kebenaran. Saling melindungi untuk tidak tergelincir dan masuk ke dalam jurang kemaksiatan.
Persahabatan yang timbal balik akan ada jika masing-masing belajar berempati. Tak hanya ingin didengarkan tapi tidak mau mendengar. Maunya diberi perhatian tapi tak pernah mau membuat orang lain merasa spesial. Maunya dimaafkan tapi tak pernah bertanya sedalam apa kita menyakiti. Maunya di anggap spesial tapi tak mau berdiri sama tinggi.
Mari kita coba untuk mendengar tanpa menghakimi. Melihat tanpa menggurui. Menopang dan membantu tanpa berharap timbal balik.
Sayangnya, sudah menjadi watak manusia, terburu-buru mengharapkan pahala dunia. Ingin melihat ‘hasil’ dari kebaikan yang telah dia tanamkan. Kecewa jika kebaikan tidak kembali kepada kita dalam bentuk pujian atau sekedar sapa. Marah jika yang kita bantu tak lagi setia. Sedih jika ternyata kita bertepuk sebelah tangan. Bahkan ada yang mengumbar berita ketika kedekatan itu tak lagi ada.
Persahabatan datang dan pergi. Kesetiaan harus teruji. Jika kita menggantungkan semuanya hanya pada kelebihan dan kekuatan pribadi maka siap-siap saja gigit jari.
Tapi sungguh ada satu kemuliaan yang Allah janjikan bagi orang yang telah tersakiti. Kemaafan dan memaafkan. Memaafkan bukan berarti melupakan. Seperti kata Yasmine Mogahed, memaafkan adalah upaya kita membebaskan diri kita sendiri. Memaafkan sahabat yang pernah menyakiti. Memaafkan orang yang pernah melukai. Semuanya adalah aktivitas hati. Orang bisa berkoar-koar menyatakan dia telah memaafkan. Namun nyatanya, luka, kemarahan dan kebencian itu masih tersimpan di lubuk hati yang paling dalam. Terkunci rapi. Menggerogoti perasaan tanpa kita sadari. Karena jika kita memaafkan maka sebagai gantinya Allah akan memberi ampunan atas dosa kita. Tidakkah cukup itu sebagai balasan?
Abu Bakr Ash Siddiq RA dahulu biasa memberikan nafkah kepada orang-orang yang tidak mampu, di antaranya Misthah bin Utsatsah. Di saat tersebar berita dusta seputar ‘Aisyah binti Abi Bakr RA, Misthah termasuk salah seorang yang menyebarkannya. Kemudian Allah menurunkan ayat menjelaskan kesucian ‘Aisyah RA dari tuduhan kekejian. Setelah peristiwa itu, Abu Bakr RA bersumpah untuk memutuskan nafkah dan pemberian kepada Misthah. Lalu turun ayat An-Nur ayat 22:
"Dan janganlah orang-orang yang mempunyai kelebihan dan kelapangan di antara kamu bersumpah bahwa mereka (tidak) akan memberi (bantuan) kepada kaum kerabat(nya), orang-orang yang miskin dan orang-orang yang berhijrah pada jalan Allah, dan hendaklah mereka memaafkan dan berlapang dada. Apakah kamu tidak ingin bahwa Allah mengampunimu? Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang (An Nur:22)
Abu Bakr RA mengatakan: “Betul, demi Allah. Aku ingin agar Allah mengampuniku.” Lantas Abu Bakr kembali memberikan nafkah kepada Misthah. (lihat Shahih Al-Bukhari no. 4750 dan Tafsir Ibnu Katsir) - asysyariah.com)
Memang apa yang dicontohkan Abu Bakr RA adalah tingkat tertinggi dari sebuah kemaafan. Beliau Tak hanya melanjutkan memberi topangan dana, tapi justru menambah jumlahnya!
Takperlu risau, semua orang berproses kesana. Namun mulailah dengan pelan-pelan menundukkan perasan dengan apa yang Rasulullah ajarkan. InsyaAllah ini adalah awal dari sebuah perubahan besar. Harapannya, kita bisa seikhlas Abu Bakr Radiyallahu ‘anhu. Asalkan kita berikhtiar optimal untuk itu.
Ramadhan bulan Pengampunan dosa.
Batusangkar, 07 Mei 2020
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar