MENGKRITISI UNGKAPAN MAKAN GAJI BUTA
Tidak sengaja ketika belanja di sebuah kedai dekat komplek perumahan. Terdengar celoteh salah seorang warga "Anak-anak libur sekolah, jadi guru dan dosen enak dong, makan gaji buta". Secara spontan gregetan juga dengar ungkapan ini, selain bahasanya amburadul, secara faktual juga tidak betul.
Perspektif saya makan gaji buta itu kalau tidak kerja tapi tetap digaji. Fakta empirisnya tidak seperti itu. Libur efek Corona, guru dan dosen tetap bekerja dari rumah. Memanfaatkan fasilitas e-learning, seperti online class, learn from home, classroom meeting, zoom, atau WA. You know what, tugas guru dan dosen lebih berat berkali lipat dibanding datang ke sekolah atau kampus.
Bahkan ada sekolah atau kampus yang mewajibkan guru dan dosen ke sekolah atau kampus untuk finger presensi atau piket harian.
Barangkali menurut asumsi sementara saya, oknum komentator ini kurang piknik (iya ya, soalnya lagi social distancing, ha ha). Boleh jadi juga komentator ini kurang baca, kurang update, kurang ngopi (ngobrol perkara Islam), sehingga terlalu mudah menuduh orang makan gaji buta.
Untuk diketahui, pembelajaran melalui sistem online jauh lebih menyita waktu dari pada direct learn jn class atau belajar langsung di kelas. Guru atau dosen harus mengelola 3 atau 4 kelas onlien misalnya. Satu kelas diperkirakan siswanya 30 orang. Setiap siswa setor satu atau dua tugas. Jadi ada 90-120 tugas yang harus diperiksa ketika sekali mengintruksi tugas atau PR pada peserta didik.
Selanjutnya guru atau dosen adalah manusia biasa. Meskipun di rumah, tidak mungkin selama 24 jam megang handphone. Guru juga perlu belanja, memasak , makan, mencuci, jemur kain, menyetrika, bahkan guru dan dosen juga perlu "me time."
Jangan dikira jadi guru dan dosen ketika libur efek wabah ini enak-enakan di rumah. Bahkan pernak-pernik administrasi pembelajaran selalu jadi tantangan tersendiri. Guru dan dosen sekarang beda dengan guru dan dosen ala tempo doeloe, mencatat hasil belajar anak dengan tulisan tangan. Tidak. Dikerjakan dulu di laptop atau net book. Kadang pakai aplikasi tersendiri yang pengoperasiannya agak jelimet bikin mumet.
Jadi, guru dan dosen menurut saya sama saja. Work for home atau learn from home bagi mahasiswa atau siswa. Sama-sama memusingkan kepala. Kerjanya tidak mudah, agak rempong mengajar via online. Harus banyak stok sabar. Kadang pada mahasiswa, agak lebih lepas ngomelnya. Sudah agak dewasa sedikit dibanding siswa. Please ya Mak atau Pak, jangan bicara gaji buta lagi, jika tidak paham faktanya.
Sebagai pendidik bagi saya yang terpenting niat, mencintai profesi, dan mengerjakan semua tugas dengan penuh dedikasi dan pengabdian. Apappun kejadian dan umpatan itu biasa. Sebab, semua orang pakai mulut, namun tidak semua orang berbicara pakai pikiran. Hal terpenting tetap semangat menjalani hari dengan seabrek tugas, dan jangan lupa tetap jaga kewarasan di tengah gelombang kenyinyiran. Special buat para Emak...tetap semangat mempersamai buah hati belajar di rumah, sebab para Emak adalah madrasah pertama dan utama bagi anak-anak di samping peran sebagai istri shalihah.
Batusangkar, 30 Maret 2020
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Mantap
Terima kasih banyak komennya Bu
Keren
Terima kasih banyak Bu