MENIKMATI 'KESENDIRIAN'
Ramadhan kali ini sungguh berbeda. Aku dan anak-anak tak harus bangun pagi untuk berangkat sekolah. Hari-hari biasa bulan Ramadhan sebelumnya. Anak-anak pergi sekolah jam delapan.
Ramadhan di tengah wabah pandemi covid-19. Terasa berbeda. Semenjak diberlakukan social distancing, psycal distancing, kemudian PSBB, anak- anak belajar di rumah. Masuk kelas semaunya. Deadline tugas sekolah sampai jam 23.00. Jadi tidak ada balada heboh karena buru-buru ke sekolah.
Tugasnya pun paling banyak 5 tugas sehari. Satu tugas mungkin hanya membutuhkan waktu 15-20 menit. Alhamdulillah berhubung anak sulung sudah remaja, dan adik-adiknya sudah kelas enam. Aku tak lagi harus duduk di sebelah mereka. Mereka sudah bisa ngerjaka tugas sendiri. Instruksi dari guru sudah jelas. Video pembelajaran pun pendek dan informatif. Paling- paling aku dibutuhkan jika sibungsu butuh untuk nge-print tugas. Ini minggu kelima mereka belajar di rumah.
Asiknya bagi saya sebagai Emak, tak perlu lagi bingung menyiapkan bekal makan siang dan Snack, mengantar jemput ke sekolah. Tidak enaknya anak-anak kangen sama guru dan teman-temannya. Tentu suasana belajar, resources dan tehnik menyampaikan sang guru sangat berperan besar. Yang penting anak-anak punya rutin, merasa bertanggung jawab dan masih enjoy belajar. Tak apalah meski emak kadang ‘spaneng’ karena 24/7 selama 30 hari lebih, terstimulasi. Emak tak ada ‘me’ time kecuali pas di kamar mandi.
Tapi jujur, orang introvert seperti saya sulit bersosialisasi dan malas keluar mencari ‘gerombolan’ orang supaya ada interaksi. Tapi nyatanya, I really enjoyed my time during this PSBB. Beberapa kemungkinan:
1. Karena aktivitas sosial masih tetap berjalan. Yup media sosial. Masih ada WhatsApp, zoom, facebook, instagram, dan media lainnya. Walhasil rasa sendiri itu nggak terlalu berasa.
2. Karena mungkin ini waktuku (relaksasi dan menurunkan kecepatan berlari) setelah sekian lama hidup dalam cengkeraman kehidupan yang serba cepat dan terburu-buru.
3. Karena bisa tetap melakukan aktivitas keseharian. Bedanya jadwal belanja keluar berkurang.
4. Waktu bersama anak-anak jadi bertambah dan meaningful. Di hari hari biasa, anak-anak kembali dari sekolah pukul 3:30 sore. Setelahnya mengerjakan PR, makan malam dan membereskan dapur, tidur. Waktu interaksi yang berarti, atau saat makan saja. Kadang jadi berfikir, jika kita diharuskan membentuk akhlak dan karakter tangguh anak, mana bisa dibentuk dengan interaksi yang sangat minim? Sepertinya mengkaruniakan PSBB ini untuk membayar. waktu yang sekian lama hilang.
5. Karena tak banyak aktivitas di luar banyak tenaga yang bisa dipakai untuk fokus belajar dan merenung. Menelefon para handai tolan yang lama tak bersua. facebook live. Meski belum maksimal tapi banyak hal baru yang berhasil aku pelajari dan nggak mungkin aku lakukan jika tak ada PSBB.
Kesimpulanku, ternyata orang introveet bisa intorvert kebangetan. Apakah ini sebuah perubahan ke arah kebaikan? Kuharap demikian. Bagaimanapun juga, setiap manusia membutuhkan waktu sendiri dengan dirinya dan Rabbnya. Waktu ini dibutuhkan untuk konek dengan diri kita sendiri. Di waktu ini akan banyak terjadi self-talk.
Dalam dunia psikologi, self-talk sangat dikenal dan dianjurkan (asal positif). Karena dari sanalah manusia bisa menyadari kesalahannya. Menganalisa keputusan-keputusannya. Memutar kembali cara kita merespon akan sebuah keadaan. Menghitung amal buruk yang sudah dilakukan dan merencanakan amal baik ke depan.
Untuk melakukannya, dibutuhkan waktu MENYENDIRI baik secara fisik maupun mental. Dan PSBB ,waktu paling tepat untuk melatih kebiasaan ini. Di negara berkembang seperti kita kadang terstimulasi dengan berita, social media, teman, pekerjaan, anak, keluarga dan lain sebagainya, membuat ‘kesendirian’ terasa hambar. Bahkan mungkin ada yang merasa kasihan. Ada perbedaan antara lonely dan being alone. Orang yang ‘lonely’ akan merasa selalu sendiri meskipun jutaan orang ada disekitar dia. Biasanya masalahnya ada pada persepsi akan realita. Sedang ‘being alone’ adalah kondisi fisik yang sengaja kita lakukan untuk menyendiri, untuk nge-charge bateri. Dan tak selalu merasa sendiri.
Ada sebuah artikel yang ditulis oleh The Times bulan Juli 2014. Di sana disebutkan, “Dalam 11 penelitian, kami menemukan bahwa para peserta biasanya tidak menikmati menghabiskan 6 sampai 15 menit sendirian di dalam ruangan tanpa melakukan apa pun kecuali berpikir, mereka lebih menikmati melakukan kegiatan eksternal, dan banyak dari mereka lebih suka memberi eletric shock untuk diri mereka sendiri. Ya, orang lebih suka memasukkan jari mereka ke stopkontak listrik daripada duduk diam dan berpikir. tepatnya, 67% dari peserta laki-laki dalam satu studi "memberi diri mereka setidaknya satu shock selama masa berpikir," tulis psikolog Universitas Virginia Timothy Wilson dan rekan penulisnya. https://time.com/2950919/alone-with-thoughts/
Bayangkan! Mereka yang terbiasa sibuk justru lebih suka memasukkan jari ke colokan listrik daripada sendirian dengan ‘pikiran’ mereka sendiri.
Ada pelajaran dari kisah Nabi Yunus yang berada dalam ‘kesendirian’ di perut ikan paus. Sungguh contoh yang disebutkan oleh Allah di dalam Quran ini membuat kita berfikir, betapa seorang rasul pun harus melalui sebuah proses ‘kesendirian’ untuk menyadari pilihan dan konsekuensi dari pilihan tadi. Dalam kegelapan yang berlapis-lapis yakni gelapnya malam, gelapnya dasar lautan dan gelapnya perut ikan akhirnya membuat beliau menyadari apa yang telah beliau perbuat dan kemudian berdoa. Doa itu Allah abadikan di dalam Al Quran.
“Dan (ingatlah kisah) Dzun Nun (Yunus), ketika ia pergi dalam keadaan marah, lalu ia menyangka bahwa Kami tidak akan mempersempitnya (menyulitkannya), maka ia menyeru dalam keadaan yang sangat gelap: “Bahwa tidak ada sesembahan yang berhak disembah selain Engkau. Maha suci Engkau, sesungguhnya aku adalah Termasuk orang-orang yang zalim.” Maka Kami telah memperkenankan doanya dan menyelamatkannya dari pada kedukaan dan demikianlah Kami selamatkan orang-orang yang beriman.” (QS. Al Anbiya’: 87-88)
Baginda Rasulullah Muhammad pun melalui proses menyendiri. Sebelum beliau diangkat sebagai seorang rasul, beliau sering menyendiri di gua Hira. Beliau lakukan berbulan bulan. Beliau memikirkan dan mempertanyakan kerusakan sosial, kedzoliman di sekitar beliau dan bertanya tanya apa yang bisa dilakukan. Kenapa demikian, siapa yang bisa menyelamatkan manusia dari kerendahan? Allah menjawab keresahan beliau dan memberikan jawaban atas kesendirian itu dengan sebuah hidayah Islam. Allah menjadikan beliau seorang Rasul setelah malaikat Jibril datang dengan membawa lima ayat dari surah Al Alaq.
Dari sini kita bisa memahami bahwa kontemplasi dengan proses menyendiri, berdiskusi dengan diri sendiri dan menghadirkan Allah di dalamnya adalah sebuah kebutuhan bagi kita manusia untuk bisa mengkalibrasi kembali prioritas utama dalam kehidupan dan mencari kembali makna kehidupan. Tentunya kita sudah di ajarkan oleh bagind bahwa saat terbaik untuk berkhalwat dengan Allah adalah sepertiga malam terakhir. Munajat meminta petunjuk, menyadari kekurangan dan kesalahan diri, berjanji memperbaiki dan bertekad mengumpulkan amunisi amal baik untuk menyambut esok hari.
Selamat mencoba sahabat semua. Walau hanya 15 sampai 30 menit dalam sehari, asal rutin dan dibarengi kejujuran terhadap diri maka Allah akan menguatkan hati kita untuk Ridha dengan setiap ketentuannya.
Batusangkar 27 April 2020
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
MasyaAllah, luar biasa pembelajaran yang Bu Darimis bagi di tulisan ini. Semoga saya dan pembaca lainnya mampu memetiknya, aamiin. Barakallah, semoga sehat san bahagia selalu, Bu.
Aamiin Ya Mujiib. Jazakillahu Khairan kunjungannya Bu