MERDEKA BELAJAR VERSI TETSUKO KUROYANAGI
Sebuah buku menarik tentang merdeka belajar terdapat dalam buku yang berjudul “Totto-chan: Gadis Cilik di Jendela. Penulis. Ditulis oleh Tetsuko Kuroyanagi, Alih Bahasa Widya Kirana. Buku ini diterbitkan oleh PT. Gramedia Pustaka Utama, di Jakarta, tahun 2017, cetakan ke-24, dengan ketebalan buku 272 halaman.
Menurutku buku ini mendeskripsikan tentang merdeka belajar. Ada beberapa catatan menarik, menggugah, dan bermakna terdapat dalam buku tersebut. Misalnya ungkapan "Kau adalah anak yang sangat baik. Kau tahu itu kan?" Ucapan Mr Kobayashi selalu terngiang-ngiang dan tertancap kuat dalam benak Totto-chan. Gadis cilik itu tak pernah merasa dirinya bermasalah. Ia selalu tampil penuh percaya diri.
Bentuk didikan positif yang dideskripsikan buku ini sangat bagus dan menggugah para pendidik, termasuk aku yang faqir ilmu ini. Pantas saja buku ini memperoleh banyak pujian. Sebuah buku yang diangkat dari kisah nyata. Berisi pengalaman seorang gadis cilik di saat dia masih Sekolah Dasar. Buku ini sangat menginspirasiku dan makin menguatkan keyakinanku tentang urgensi menulis buku diary. Tatkala orang lain tidak ada waktu mendengarkan curhatan, ada buku yang bisa menampung keluh kesah kita tanpa protes, tanpa interupsi. Hanya saja kita yang kadang lelah menuliskan segunung peristwa di dalamnya.
Pengalaman seorang anak ketika dia masih SD, ternyata begitu berkesan, membekas, dan tersimpa kuat di alam ketidaksadaran seseorang hingga dewasa. Pengalaman tersebut jika ditulis dengan detail, sistematis, atau runut mampu menghipnotis pembaca hingga dapat mengubah paradigma jutaan orang, terutama tentang konsep pendidikan. Tatkala seorang guru membuat suasana pembelajaran yang menyenangkan tanpa harus membatasi kreativitas peserta didik mereka.
Deskripsi detail susana, metode, dan semua proses pembelajaran yang dikemukakan penulis buku ini, sepertinya yang menginspirasi lahirnya sekolah-sekolah alam, sekolah terpadu, dan sekolah-sekolah berbasis pengembangan karakter, sebagai ikon sekaligus orientasi pendidikan Indonesia saat ini. Meskipun tidak seeksplisit itu dituangkan oleh pengarang dalam buku tersebut.
Buku itu menggambarkan secara gamblang pengalaman sang penulis ketika bersekolah di Tomoe Gakuen. Sebuah gerbang pendidikan yang out the box dalam memperlakukan secara positif dan menyenangkan setiap keunikan setiap peserta didiknya.
Pada bagian suasana kelas penulis menceritakan suasana yang amat berbeda. Dengan setting zaman perang dunia kedua menambah penasaran peserta didik tentang pentingnya sejarah dalam timbulnya-tenggelamnya peradaban manusia. Tidak sama dengan sekolah konvensional lainnya berbentuk tembok gedung parmanen. Namun kreativitas para pendiri sekolah menyulap bekas gerbong kereta menjadi ruangan belajar yang menyasikkan dan menyenangkan.
Peserta didik tidak diharuskan duduk di satu kursi tetap setiap hari. Peserta didik boleh memilih tempat duduk sesuai dengan mood dan keinginannya yang memang cenderung berubah setiap saat. Bahkan peserta didik tidak terlalu larut dalam duka ketika ada temannya meninggal dunia, sebab peserta didik tidak dihadapkan dengan bangku yang tiba-tiba kosong.
Peserta didik dibebaskan oleh kepala sekolah untuk memulai pelajaran apa hari itu. Kadang peserta didik belajar menggambar. Peserta didik dibolehkan mencoret-coret lantai aula sampai mereka puas. Setelah puas mereka harus menghapusnya sampai bersih. Kadang rasa lelah yang muncul ketika membersihkan lantai tidak menyurutkan minat mencoret lantas. Pelajaran ini sekaligus mendidik peserta didik untuk tidak mencoret sembarang tempat.
Di sekolah ini sista tidak diharuskan mengenakan pakaian seragam.Hal yang membuat penulis terkesan, mereka diharuskan mengenakan pakaian terjeleknya. Agar peserta didik bebas mengeksplorasi berbagai hal, tanpa kawatir dimarahi ketika baju yang digunakan ke sekolah menjadi sobek, rusak, kotot, kena cat. Penulis sering pulang ke rumah dalam kondisi baju sobek, bahkan hingga dalaman. Namun mamanya tidak pernah marah.Totto-chan merupakan salah satu siswa yang beruntung sekolah di Tomoe. Dia tidak pernah tahu mengapa sekolah itu yang dipilihkan mamanya, ketika dia di DO dulu. Mamanya hanya menyarankan sekolah kamu pindah ya? Tanpa perlu penjelasan “bahwa dia dikeluarkan dari sekolah dulu karena nakal. Cap nakal pada anak akan membuat anak depresi, rendah diri, tidak percaya diri, kurang mau berprestasi. Meskipun kemampuannya hebat. Dia mengakui, mamanya memang hebat. Jauh sebelum berkembang.
Padahal anak seusia dia, di sekolah dasar belum tahu menahu tentang konsep nakal. Meskipun sebagian guru memberi label ‘nakal’ terhadap anak yang sedikit kreatif, senang mengeksplorasi alam, dan terkesan memilih cara berbeda dari teman-temannya. Pernah suatu hari, ketika pelajaran sedang berlangsung dia sengaja mendekati jendela, memandang ke luar, berbicara dengan burung-burung, “Engkau sedang apa?” hanya untuk memuaskan rasa ingin tahunya tentang burung-burung. Namun guru tidak pernah menghardik, membentak, dan memarahi di hadapan teman-temannya.
Pernah juga suatu hari, ketika sedang belajar dia memanggil pemusik jalanan,sing agar memperdengarkan lagunya. Hal ini membuat kelas menjadi gaduh dan bising. Namun guru membiarkan. Kemudian dia duduk, membuat suara berisik dengan membuka dan menutup laci meja ratusan kali, untuk memasukkan dan mengeluarkan alat-alat tulis. Sang guru tidak bisa menyalahkan, karena sebelumnya semua guru mengatakan “Kalian semua hanya boleh membuka dan menutup laci saat mengeluarkan atau memasukkan peralatan belajar.”Dia hanya melakukan itu. Padahal di sekolah lain, tatkala dia melakukan hal yang sama, peserta didik yang lain gaduh, guru pun tidak tahan, ibunya di panggil, dan Totto-chan harus mencari sekolah lain.
Dia sangat beruntung dimasukkan ibunya ke Tomoe Gakuen. Sekolah yang didirikan oleh seorang pakar pendidikan Jepang, Mr. Sosaku Kobayasi yang menerapkan konsep “Merdeka Belajar” Istilah yang dipakai Bapak Nadiem Makarim. Seorang kepala sekolah yang sangat disayangi dan dikagumi Totto-chan. Ucapan kepala sekolah yang selalu membesarkan hati semua peserta didiknya adalah “Kau adalah anak yang sangat baik. Kau tahu itu khan?”
Ucapan membesarkan hati itu memberi rasa percaya diri pada semua peserta didiknya. Totto-chan tidak merasa dia nakal, bahkan berbagai kelakuan yang tidak lazim yang dilakukan peserta didik, tidak sedikitpun dicela. Misalnya suatu hari dia menjatuhkan dompet kesayangannya ke penampungan kotoran. Totto-chan mengaduk tumpukan kotoran itu hingga berantakkkan. Kepala sekolah tidak memarahinya, hanya bilang, “Kau akan mengambalikan semuanya seperti semula, kan? Dan itu yang akhirnya dilakukan Totto-chan, mengembalikan dompet seperti semula. Walau untuk hal itu dia harus berjuang keras.
Untuk melatih rasa percaya diri peserta didik di sekolah ini. Peserta didik harus membawa bekal dua jenis makanan yang disebut kepala sekolah. Satu makanan yang berasal dari laut, dan satu makanan yang berasal dari gunung. Di sela-sela acara makan bersama di aula, akan ada anak yang dipergilirkan setiap hari untuk meaju dan bercerita tentang apa saja di depan kelas. Hal ini sangat seru, anak-anak boleh cerita semampunya, peserta didik yang lain sangat menghargai, bertepuk tangan.
Sekolah ini semacam sekolah alam. Peserta didik belajar langsung praktik di alam. Misalnya peserta didik di ajak ke makam pahlawan. Walau jauh berjalan, Totto-chan dan teman-temannya amat senang dan bersemangat. Mereka diajarkan menghargai setiap perjuangan, dan perjuangan orang lain.
Suatu ketika kepala sekolah memanggil petani. Dia menjadi guru pertanian mengajarkan peserta didik cara bercocok tanam. Mereka juga diajarkan menghargai makanan. Menghargai jasa dan usaha para petani. Menjelang liburan datang mereka diajak menginap bersama di tempat-tempat terindah di alam, sehingga setiap peserta didik merasakan kedekatan dan keakraban dengan teman-temanya dan tahu bagaimana memperlakukan orang lain.
Totto-chan sangat menikmati suasana pembelajaran bersama teman-temanya di Tomuo-Gakuen. Temannya banyak, di antaranya Yasuaki Yamamoto, Akira Takahashi, Miyo Kaneko, Sakko Matsuyama, Taiji Yamanouchi, Kunio Oe, Kazuo Amadera, Aiko Saisho, Keiko Aoki, Yoichi Migita, dan Miyazaki. Kelak, mereka menjadi orang sukses semua.
Sayang sekali, sekolah alam Tomoe Gakuen yang dibangun tahun 1937 tersebut tidak berumur panjang. Sekolah hebat tersebut hancur akibat bom Amerika pada Perang Pasifik 1945, karena dibangun atas biaya sendiri, tidak mudah bagi Mr. Kobayashi untuk membangun kembai. Buku ini terbit pertama kali tahun 1981. Sebuah novel yang terdiri 63 bab pendek. Buku ini sudah diterjemahkan dalam puluhan bahasa di dunia dan dibaca puluhan juta orang, karena sangat inspiratif.
Dari sekian bab buku tersebut, satu bab yang kurang pas untuk konteks budaya Indonesia, apalagi masyarakat Islam. Yakni ketika anak-anak kelas 1 Tomoe dibiarkan berenang dengan bugil. Dengan argumentasi kepala sekolah agar peserta didik dapat menghilangkan rasa minder, dan meyakinkan peserta didik, mereka sama saja, bahka anak yang kekurangan fisik tidak lagi merasa malu dan rendah diri dengan terbiasa mandi telanjang dengan teman-temannya.
Batusangkar, 07 Maret 2020
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Toto Chan.Menginspirasi
Terima kasih Bu sudah membaca dan merespon. Benar bu
Terima kasih Bu sudah membaca dan merespon resensi yg saya buat. Benar Bu, Jepang sudah lebih dahulu berbuat, kita baru mulai.
Ternyata merdeka belajar sudah diterapkan lebih dahulu di Jepang. Seharusnya merdeka belajar juga diterapkan saat Indonesia mendapatkan kemerdekaannya. Saya tdk membaca buku ini tp lewat tulisan anda saya mengerti arti merdeka belajar itu. Bukan dilihat dari materi atau sarana namun bagaimana sikap kita memaknai merdekaa belajar untuk anak didik kita. Trimakasih untuk tambahan ilmunya
Benar Bu. Saya setuju.