Darmawan, S.Pd.

Tenaga Pendidik di SMAN 13 Sijunjung, mengampuh Mapel Bahasa Indonesia. aktif dalam MGMP Bahasa Indonesia Kabupaten Sijunjung. Alumni Universitas Negeri Padang ...

Selengkapnya
Navigasi Web

KECEWA PADA SIAPA?

Pagi itu, hari pertama Danu berangkat sekolah sebagai siswa SMA. Wajah ceria terlihat di wajahnya menggambarkan bahwa dia bangga sebagai siswa SMA. Bagaimana tidak bangga Danu sekolah di SMA yang diidamkannya semenjak lama. Sepanjang jalan Danu bersiul-siul diatas sepeda motor tua miliknya. Sepintas terfikir dibenaknya, pengalaman menarik apa yang akan ditemuinya, diskolah barunya hari ini? Apapun itu, baginya itu suatu hal yang dia tunggu.

Lama mengayuh sepeda, Danu sampai di sekolah, SMA yang berwarna biru muda itu. SMA yang selalu indah dan rapi. Sampai di gerbang mata akan disajikan dengan hiasan pagar yang menarik, masuk ke lingkungan sekolah, parkiran sudah mengapit kiri dan kanan yang motornya tertata dengan rapi. Dilorong kelas tulisan asmaul husna sudah bergenlantungan mengajak bertasbih, kiri-kanan kelas taman bunga sudah tersenyum mengajak bercanda. Tong sampah bertenggekan dimasing kelas membawa kesan bersih. Sudah pasti siswa yang sekolah di sini makin betah belajar.

Terpukau melihat sekolah itu, Danu bergegas meletakan Sepedanya di pelataran parkiran. Di sana sudah berjejer berapa sepeda motor. Danu memakirnya dengan rapi. Berjalan menuju lapangan upacara, di sana sudah berkumpul siswa-siswa baru. Sudah ada menunggu senior-senior. Mereka diarahkan, layaknya siswa baru, pengenalan lingkungan sekolah. Saling berkenalan dengan murid lainnya. Seterusnya mengenal semua guru dan kepala sekolah. Dari semua perkenalan hari ini ada suatu momen yang membuat Danu bergairah di sekolah. Dia menikmati pembicaraan itu, semua kata-katanya dilahap habis oleh Danu. Dia merasakan energi positif yang disampaikannya. Perkenalan sekaligus motivasi dari Pak Saidi Kepala Sekolah. Pak Saidi memang lihai dalam bicara terampil mengelola audiens serta mumpuni tatapannya. Kata-kata demi kata yang beliau susun menyulap para pendengar. Apalagi siswa baru, pasti takjub dengan beliau. “Hebat ya Bapak Saidi!” ujar Danu pada Dandra yang sedang berada disampingnya. Temannya yang beberapa waktu lalu dia kenali. Danu rasakan kagumnya tumbuh pada sosok Pak Saidi. Sudah ada sosok yang dia idolakan di sekolah barunya yakni Pak Saidi.

Kegiatan di sekolah telah selesai hari itu. Kegiatan pengenalan lingkungan sekolah sudah berakhir pula. Tak seperti biasanya, kegiatan pengenalan lingkungan sekolah hanya satu hari. Mengingat akan diadakannya Osis Cup di sekolah tersebut. Pak Saidi sebagai kepala sekolah mengarahkan osis mensukseskan acara tersebut. Tentu saja sajian hiburan untuk siswa baru di sekolah itu. Danu mengambil Sepeda motor diparkiran, menghidupkan motor, seperti motor tua pada umumnya, didorong sedikit baru hidup. Danu yang sudah fasih mudah saja baginya. Motor Danu berjalan pelan. Gas motornya diputar sedikit saja. Kecepatan 20-40 km/jam. Berapa saat melewati gerbang sekolah. Ada yang memanggil namanya. “Danu…Danu…Danu…” suara dari kanan Danu. Dia menoleh , dilihatnya Dandra yang sedang berada di kafe dekat gerbang memanggilnya. “Ada apa Dan” tanya Danu sambil kakinya terjuntai dari atas motor dengan suara motor belum dimatikannya. “minum dulu yuk, “ ajak Dandra. “aku tidak minum Dan, mau langsung pulang” jawab Danu pelan. Dia lihat Dandra sedang minum jus dan ngemil makanan ringan. Meleleh air liurnya, dan sebenarnya dia mau minum, namun uang dikantongnya tak cukup untuk jajan lagi. “Aku balik ya Dan, sampai jumpa besok.” Ucap Danu sambil gas motornya.

Danu putra sulung Pak mahmud yang mulai beranjak remaja itu mengerti keadaan keluarganya. Dia tak mungkin bisa mengikuti gaya hidup teman-temannya. Bapaknya hanya seorang penjual sayur di pasar.tradisonal. Dalam perjalananan Danu menanamkan dalam dirinya bahwa dirinya tak mungkin seperti teman-temannya. Tapi dalam hatinya suatu hari nanti Dia bertekad akan jadi orang yang berada seperti teman-teman. “suatu hari nanti aku akan hidup berkecukupan”. Tekadnya dalam hati.

Danu sampai di sebuah sungai tempat biasa singgahi setelah pulang sekolah dulu masih SMP. Dulu, ketika masih bersama-sama teman yang senasib dengannya, mereka pulang sekolah matahari yang terik, di saat yang lain pergi minum jus, mereka lebih memilih mandi di sungai untuk sekedar penghilang dahaga dan panas. Bagi mereka menyenangkan menyelam dalam air yang begitu dingin, sambil sesekali meneguk air untuk penghilang dahaga. Badan mereka yang penuh keringat kembali segar dan bersih.

Kali ini, Danu tidak pergi mandi. Danu sendirian menghampiri aliran sungai, sesekali Dia masukan tangan ke dalam air. Seperti menghentikan beberapa aliran sungai dengan jemarinya. Danu merenung di atas sebuah batu di dekat sungai itu. Memandang jauh ke dalam air, menembus bayanganya yang tak begitu jelas dilihat dari atas tempat dia duduk. Termangu dan mendiamkan pikiran yang kusut dan linglung. Danu ingin bahagia seperti teman-temannya. Membeli apa yang dia mau, berhenti ditempat yang bagus, memakai sesuatu yang keren. Tapi bagaimana hidupnya tak seberuntung temannya. Danu teriak di sungai itu melepaskan kekecewaannya. Dia tak tau kecewa pada siapa. Pada orang tua, pada Tuhan atau Pada dirinya sendiri. Perlahan Dia tarik napas Dia teringat pesan Bapaknya. “kalau lagi kesal dan kecewa segera berwudu”. Pesan itu terngiang kembali di telinganya.

Sejenak pikirannya tenang setelah mengambil wudu’. Kini dia menikmati ketenangan mendengar gemercik aliran sungai yang terdengar seperti lantunan musik di telinga para penderita. Sudah setengah jam dia berada di sungai itu, kini teringat olehnya pulang.

Danu sampai di rumah, menemukan Bapak yang baru pulang juga dari pasar tradisonal. Mengemasi barang-barang dagangan yang belum laku terjual hari ini.

“masih ada yang belum laku Pak” tanya Danu.

“iya Nak, pembeli sepi hari ini” jawab Pak Mahmud sambil mengusap keringat di dahinya.

”semakin susah kita ya Pak” timpal Danu ekspresi kecewa bercampur sedih.

“tidak baik bicara seperti itu Dan” rezeki sudah ada yang ngatur, tugas kita hanya berusaha dan bersyukur” jawab Pak mahmud.

“iya Pak, tapi faktanya kita susah Pak, Danu ke sekolah pakai motor tua, bapak juga hanya dengan sepeda tua, ditambah lagi uang belanja sedikit, Danu tidak bisa ikut nongkrong dengan teman-teman” balas Danu.

“astagfirullah, Danu sejak kapan kamu seperti ini, kufur nikmat, Durhaka sama Allah.” Pak mahmud marah mukanya merah. Geram hatinya melihat anak yang tak pandai bersyukur seperti itu.

“Apa yang kamu alami hari ini sudah jauh lebih baik dari apa yang bapak alami. Kamu tega bicara seperti itu sama Bapak mu sendiri. Bapak sudah berusaha semampu Bapak, mencari nafkah sekuat tenaga. Dengan ucapan mu seperti ini bapak merasa tak ada harganya.” terang Pak Mahmud sambil meleleh air matanya. Bapak hari ini jauh lebih bersyukur. Dibandingan dulu kesusahan hari ini belum ada apanya.

Dulu waktu bapak mu ini masih bekerja sama orang. Memotong karet milik Pak Junai, Bapak mu ini jauh lebih susah. Bayangkan oleh mu Bapak memotong karet setiap hari hasilnya nanti dibagi dua sama yang punya. Hari ini bapak punya sepeda untuk jualan. Dulu untuk menjual hasil karet Bapak berjalan tiga jam perjalanan sambil memikul karet yang beratnya hampir 80 kg. kemudian setelah itu terjual, pulangnya Bapak beli beras dan memikulnya lagi yang beratnya kira-kira 40 kg. Bapak memikul pulang pergi dan berjalan Nak. Sungguh berat, namun untuk kalian Bapak tidak pernah mengeluh. Begitu kehidupan yang Bapak jalani dulu.

Hari ini kamu mengajak Bapak mengeluh, mengumpat dengan nikmat yang ada. Hari ini Bapakmu punya sepeda, yang dulu hanya pejalan kaki, pantaskah mengeluh? Hari ini bapak punya kebun dan hasilnya bisa dijual. Hari ini kita tidak beli beras lagi karena sudah ada sawah gadaian tetangga. Hari ini kamu punya motor, hari kamu bisa sekolah. Pantaskah kita mengeluh, kmu mengeluh. Perasaian yang kamu alami belum ada apa-apanya dengan perasaian Bapak mu ini Nak. Seharusnya kmu bersyukur, masih banyak orang lain yang lebih menderita dari kamu Dan. Tak ada yang pantas kita kecewakan, Allah sudah berikan yang terbaik untuk kita. Allah berikan kebutuhan, bukan keinginan. Karena keinginan itu datangnya dari syetan, dan syetan itu menyesatkan. Sadarlah Dan.

Panjang lebar Pak Mahmud menceramahi Danu. Danu terdiam dan malu kepada dirinya sendiri. Perasaiannya belum seberapa, dibanding Perasaian Bapaknya. Danu minta maaf kepada Bapaknya. Danu sadar dan khilaf. Dia bertekad hari esok dan selanjutnya syukur akan tertanam dalam dirinya. Terjawablah pertanyaan yang menggumpal dalam hatinya di sungai tadi. Kekecewaan itu bukan kepada siapa-siapa. Kecewanya hanya kepada dirinya sendiri. Kecewa dengan dirinya sendri yang tak pandai bersyukur tak pandai memahami indahnya nikmat.

"SEKIAN"

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post