Inun dan Si Jantan (Bagian 1)
#TantanganGurusiana Hari ke-1
Oleh : Darma Yunita
“Nuuun..tukalah baju, pai gubalo lai!”.
Dengan berat hati Inun tergesa gesa menghabiskan makan siangnya mendengar suara Amak memanggil, karena sebenarnya dia mau menambah nasi sepiring lagi. Hari ini Amak memasak lauk kesukaannya, goreng ikan padang. Menu yang hanya sekali seminggu bisa tersedia dirumah mereka. Karena dikampungnya ikan padang hanya dijual dipasar yang dibuka satu kali dalam seminggu. Kenapa dinamai ikan padang, karena ikan tersebut berasal dari laut. Dikampung Inun kalau orang mau melihat laut biasanya orang-orang pergi ke Padang. Jadi orang kampung menganggap ikan laut yang dijual disana adalah ikan yang berasal dari padang.
Inun, atau yang bisa dipanggil Nur ‘Aini oleh guru-gurunya disekolah, meskipun masih berumur sembilan tahun, tapi sangat bertanggung jawab dengan tugasnya. Tugas Inun setiap pulang sekolah adalah menggembalakan kerbau. Disekolah, Inun merupakan siswa yang cerdas dan semua guru serta siswa di Sekolah Dasar satu-satunya dikampung itu mengenal Inun. Dia tidak hanya pintar dalam bidang akademik, tapi juga berbakat dalam bidang lainnya. Inun selalu terpilih untuk berpidato dan membacakan puisi dalam kegiatan-kegiatan sekolah dan sering menjuarai berbagai perlombaan, mulai dari lomba pidato, lomba cerdas cermat dan terakhir Inun menjuarai lomba Musabaqah Tilawatil Qur’an dikampungnya.
“Inuun..capek lah pai wak lai!, den tunggu di subarang!”
Tiba-tiba terdengar suara Ijun memanggil, inun semakin bergegas menyudahi santapannya dan buru buru mencuci tangan di pancuran. Dia tidak sabar mengikuti Ijun. Ijun adalah salah satu teman sepermainannya dari kecil. Rumah mereka tidak berjauhan, hanya dibatasi oleh satu petak sawah. Ijun lebih dewasa dan sering mengalah menghadapi inun yang keras kepala dan gigih. Ditambah ijun adalah anak tertua dikeluarganya, membuat dia lebih bijaksana dan lebih penyabar diabandingkan teman-teman inun yang lain. Meski Ijun lebih tua satu tahun dari Inun tapi di sekolah mereka satu kelas, hal itu membuat mereka sangat dekat dan sudah seperti saudara.
Sama halnya dengan Inun, setiap hari Ijun juga ditugasi untuk mengembalakan ternak oleh orang tuanya sebagaimana anak-anak lain seumuran mereka dikampung itu. Dikeluarga Inun sendiri, gembala kerbau itu sudah turun temurun dimulai dari udanya yang tertua. Sekarang, semua uda-udanya sudah tamat Sekolah dasar dan melanjutkan ke sekolah menengah, mereka pulang sekolah lebih lambat dari Inun karena sekolahnya dipusat kecamatan, jadi giliran dialah yang memikul tugas itu sekarang. Inun sangat menikmati tugasnya itu, karena selain suka berpetualang, dia juga bisa bermain bersama teman-temannya sembari menunggu ternak-ternak mereka makan.
Kata amak, kalau hidup dikampung tidak punya kerbau itu rugi. Area untuk gembala banyak, rumput juga ada. Dan Abak Inun selalu bilang, kerbau itu adalah bekal untuk melanjutkan pendidikan dia dan uda-udanya. Meski tinggal dikampung dan hanya tamat sekolah dasar, Abak dan Amak sangat ingin anak-anaknya melanjutkan pendidikan kejenjang yang tinggi. Harapan orang tuanya supaya nasib anak-anak mereka tidak sama seperti mereka, yang harus banting tulang, bertani dan terkadang menjadi buruh diladang orang untuk menghidupi anak-anak mereka. Inun sendiri semenjak kecil bercita-cita ingin sekolah ke kota, dan ingin kuliah ketika tamat SMA nanti. Dia tidak ingin seperti anak perempuan kebanyakan dikampungnya yang hanya berpendidikan hingga sekolah menengah, setelah itu menikah dan pergi merantau mengikuti suami mereka.
Selesai mengganti baju, Inun langsung menuju pasia dimana Jantan diikat oleh amak tadi pagi. Jantan adalah nama yang diberikan Inun untuk kerbaunya. Dia dan Jantan sudah seperti sahabat, karena semenjak Jantan kecil, Inun sudah diberi tugas oleh ayah dan amak untuk mengurus kerbau itu. Inun sangat menyanyangi Jantan, begitupun dengan Jantan, meski dia tidak bisa bicara tapi dia seolah-olah bisa mengerti apa yang dikatakan oleh Inun. Dia tidak pernah membuat Inun kerepotan dan membuat Inun kesal. Ketika Inun lelah berjalan sepulang gembala, Jantan tidak akan protes kalau Inun naik kepunggungnya.
Hari ini Inun dan Ijun sudah punya janji dengan teman-teman mereka yang lain; Suma, Baedah dan Jami’a. Mereka akan membawa kerbau mereka ke Bateh Kambuh, lokasinya lumayan jauh dari kampung itu. Untuk pergi kesana mereka harus menyeberangui sungai terlebih dahulu. Berjalan menyusuri tepi bukit dengan jalan yang menanjak karena lokasinya lebih tinggi dari pemukiman penduduk. Pemandangan dari sana sangat bagus dan Inun bisa melihat rumah-rumah penduduk kampung dari sana. Sawah-sawah disana bertingkat-tingkat dan menjorok ketepi hutan, berlekuk-lekuk dan dikelilingi oleh bukit-bukit yang tinggi. Ditengah-tengah persawahan terdapat sebuah kali kecil yang dialiri oleh air yang sangat jernih dari mata air perbukitan. Disana juga banyak terdapat buah-buahan dan kebetulan sawah-sawah di Bateh Kambuh baru siap dipanen oleh pemiliknya. Jadi banyak area-area terbuka dimana rumput tumbuh dengan subur. Inun dan teman-temannya akan membuat rumah-rumahan dari jerami begitu mereka tiba disana, seperti janji mereka pagi tadi disekolah. Tak lupa sebelumnya mereka akan memetik rukam dan langsat yang tumbuh didekat persawahan untuk mereka santap di rumah-rumahan mereka. Jami’a yang bertugas memanjat dan memetik buah rukam, karena dia sangat ahli kalau soal panjat memanjat, sebentar saja mereka sudah mengumpulkan langsat dan rukam hasil dari petikan Jami’a digulungan baju mereka masing-masing.
Ketika matahari sudah condong ke arah bukit, rumah-rumahan jerami yang dibuat oleh inun dan teman-temannya selesai. Mereka sangat senang sekali karena bisa bermain dan tidur-tiduran sambil menikmati rukam dan langsat yang dipetik oleh Jami’a tadi. Karena keasikan main, mereka tidak menyadari kalau matahari sudah hampir hilang dibalik bukit. Tanpa terasa, sang surya itu sudah tidak menampakkan sinarnya lagi. Dan suara-suara siamang dan uwia-uwia sudah mulai terdengar, menandakan hari sudah mulai beranjak senja. Inun dan teman-temannya langsung hilir mudik mencari ternak yang mereka lepaskan tadi. Terlena dengan kegiatan mereka, ternak-ternak itu luput dari pantauan.
Ijun yang pertama kali menemukan kerbaunya langsung memungut tali kerbau itu dan menuntunnya menuju jalan pulang. Begitu juga Suma dan Baedah, mereka tidak butuh waktu lama untuk menemukan kerbau mereka yang ternyata berada tidak terlalu jauh dari tempat mereka bermain. Namun, Inun setelah berkeliling-keliling mencari kerbaunya, menuruni lekukan lekukan pematang sawah dan menyusuri tepi hutan, dia belum juga menemukan si Jantan. Kerbau yang sangat disayanginya itu entah pergi kemana. Berulang kali dia memanggil nama Jantan, tapi kerbau yang kata abak akan menjadi modal untuknya melanjutkan sekolah itu tidak juga menunjukkan tanda-tanda keberadaanya. Inun mulai panik ketika teringat kata-kata amak tadi siang sebelum berangkat gembala. Sebelum pergi tadi amak berpesan jangan gembala terlalu jauh, karena dua hari yang lalu kerbau tek si aih juga hilang dan setelah dicari oleh orang-orang kampung, kerbau itu ditemukan dalam keadaan tak bernyawa. Kata Amak kerbaunya ditangkap “inyiak”, istilah orang kampung untuk menyebut harimau.
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar