Darma Yunita, S.Pd

Guru SMA Negeri 3 Painan, Kabupaten Pesisir Selatan, Provinsi Sumatera Barat. ...

Selengkapnya
Navigasi Web
Sekolah Baru Inun

Sekolah Baru Inun

Oleh : Darma Yunita

#TantanganGurusiana Hari ke-6

Nur ‘Aini atau yang biasa dipanggil Inun oleh keluarganya dan juga orang-orang dikampungnya, merupakan seorang anak perempuan yang sedang beranjak remaja yang baru saja menamatkan pendidikan di bangku Sekolah Dasar. Dia mempunyai banyak mimpi dan cita-cita. Meski sehari-hari dihabiskannya untuk menggembala kerbau sepulang sekolah tapi dalam dadanya menggebu berbagai asa. Seperti sekarang ini, disaat teman-temannya yang lain melanjutkan sekolah dikampung, dia malah meminta orang tuanya untuk mengantarnya mendaftar sekolah ke kota. Walau tak satu pun temannya mendaftar disekolah itu, dia tidak takut. Dia akan mecari teman baru. Tinggal jauh dari orang tua dan kakak-kakaknya tak menjadi masalah baginya. Inilah salah satu mimpinya, bertemu dengan teman-teman baru, lingkungan baru dan suasana baru. Dan beruntung sekali kedua orang tuanya yang biasa dia panggil Abak dan Amak itu selalu mendukung mimpi-mimpinya.

Setelah melalui berbagi tahap seleksi, akhirnya tibalah hari yang ditunggu-tunggu, hari pengumuman apakah dia diterima disebuah sekolah favorit di Kota. Pagi-pagi sekali Inun sudah bersiap-siap untuk berangkat ke Kota bersama Abak. Dengan memakai baju yang dibelikan Amak pas lebaran tahun lalu, ditambah dengan kerudung Amak yang menutupi rambutnya, membuat dia begitu percaya diri dan bersemangat. Abak sudah menjual Jantan dimana uang hasil penjualan Jantan akan digunakan untuk biaya sekolah Inun. Abak juga tampak sangat bersemangat sekali, meski Inun adalah anak perempuan satu-satunya dalam keluarga itu, tapi Amak dan Abak tak ragu sedikitpun untuk menyekolahkannya ke kota dan akan tinggal jauh dari mereka.

“Ka pai kama tuak?” Seseorang menyapa Abak Inun ketika mereka berjalan menuju jalan Raya.

“Pai maantaan Inun ka Bukik, da,” Abak menjawab dengan sumringah.

Dari kampungnya, Inun dan Abak harus berjalan kaki sekitar lima kilo untuk sampai kejalan Raya, dimana mereka akan menaiki bis yang akan membawa mereka ke kota, tempat Inun mendaftar sekolah. Kalau biasanya Inun berjalan lambat menyusuri jalanan kampungnya yang berbatu, hari ini dia berjalan dengan cepat dan penuh semangat. Tak peduli keringat yang mulai membasahi kerudungnya. Abak tersenyum senyum sendiri melihatnya berjalan didepan. Tak sampai satu jam, akhirnya Abak dan Inun tiba ditepi jalan raya. Mereka duduk beristirahat sebentar menumpang disebuah kedai sambil menunggu bis datang. Baru beberapa menit istirahat, bis yang mereka tunggupun tiba. Abak dan Inun langsung menaikinya.

Mobil yang mereka tumpangi melaju tanpa masalah di jalan yang terkenal dengan belokan dan tikungannya yang tajam itu. Sopir yang membawa kendaraan dijalan itu haruslah sopir yang benar-benar terlatih dan berani. Karena medan yang berbelok dan disisi kiri jalan merupakan deretan bukit barisan sedangkan sebelah kanan terdapat jurang yang dalam. Biasanya para sopir yamg melewati jalan besar itu dikenal dengan sopir Medan. Karena itulah jalan yang menghubungkan provinsi sumatera barat dengan sumatera utara. Biasanya kalau melewati jalan itu, banyak orang yang mabuk kendaraan. Dulu Inunpun begitu. Tapi karena sudah beberapa kali melewati Jalan tersebut, Inun menjadi terbiasa.

“By pass..by pass..by pass,” terdengar suara sopir bis memberi tahu para penumpang kalau mereka sudah tiba di by pass.

“Siko ciek supir!” Abak berdiri dari tempat duduknya sambil memberi tau sopir bis untuk berhenti.

Dengan sigap Inun menyusul abak turun dari mobil. Mereka berhenti tidak jauh dari sekolah yang akan dituju. Hanya butuh beberapa menit berjalan kaki, maka mereka sudah tiba digerbang sekolah itu. Terlihat sudah banyak orang yang berada digerbang tersebut, ada juga yang berkumpul diparkiran sekolah. Anak-anak yang sebaya dengan Inun berdiri bersama orangtua mereka yang sepertinya lebih antusias dari anak-anak itu. Inun bisa melihat anak-anak sebayanya ada yang sudah saling mengenal. Mereka bercengkrama dengan riang dan tanpa beban. Tidak seperti Inun yang mulai deg-deg an. Dia mencari-cari temannya yang dulu dia kenal sewaktu mengikuti seleksi ujian tulis, tapi dia tidak menemukan kenalan barunya tersebut. Inun akhirnya memutuskan untuk berdiri disamping Abak.

Meski ini bukan kali pertama dia datang kesana, Inun tetap masih merasa canggung dan belum terbiasa dengan tempat itu. Sekolahnya besar dan luas, ditengah-tengah ada lapangan upacara yang dikelilingi oleh pepohonan rindang. Kelasnya berjejer rapi mengelilingi lapangan. Didepan kelas terdapat taman-taman dengan bunga-bunga yang tumbuh subur dan terawat. Inun begitu kagum dan takjub melihatnya, sangat jauh berbeda dengan sekolahnya dikampung.

Ketika terlena memperhatikan sekelilingnya terdengar seseorang berbicara dari pengeras suara, ternyata itu adalah pemberitahuan kalau pengumuman penerimaan siswa baru akan ditempelkan sebentar lagi. Para orang tua dan calon siswa bisa melihatn pengumuman tersebut yang akan ditempel di depan kantor majelis guru dan dimading sekolah, yang berada tidak jauh dari musholla sekolah. Inun sudah hafal letak musholla, karena sebelumnya dia sudah pernah shalat disana sewaktu mengikuti tes tertulis.

Inun segera mengajak Abak untuk berjalan mendekat keruang majelis guru. Mereka berdesak-desakan dengan para orang tua dan calon murid yang lainnya. Setiba disana ternyata pengumumannya belum ditempelkan. Inun menunggu dengan gelisah. Keringat sudah bercucuran karena berhimpit-himpitan dengan calon murid yang lain serta orang tua mereka. Dia memegang tangan Abak dengan erat, menenangkan hatinya yang mulai tidak tenang. Dia sangat cemas seadainya tidak lulus, karena itu berarti dia harus sekolah dikampung dan mengubur mimpinya untuk melanjutkan pendidikan disekolah yang sudah dia idam-idamkan.

Abak sepertinya juga sangat penasaran dan sedari tadi berusaha mengusap kepalanya pertanda abak juga tidak tenang. Terlihat dari luar seseorang dalam ruangan itu berjalan kearah kaca jendela sambil membawa beberapa lembar kertas dan lem. Inun yakin disanalah nama-nama siswa yang diterima disekoah itu tertera. Dadanya berdebar semakin kencang.

Dugaan Inun benar, orang yang membawa kertas itu langsung menempelkan kertas yang dibawanya dikaca tepat didepan orang-orang yang berdiri berdesak-desakan. Satu persatu kertas itu ditempel. Orang-orang yang berdiri dari tadi langsung mendekat kekaca, mereka berusaha saling mendahului dan mendekat ke depan. Inun yang berbadan kecil mencoba menyusup diantara orang-orang itu, dengan gesit dia berusaha mencari celah untuk sampai paling depan dan tepat berada didepan kaca. Abak tertinggal dibelakang.

Dikertas yang pertama dia tidak menemukan namanya. Dia lanjut ke kertas disamping, di perhatikan dari atas satu persatu , tapi juga tak ada namanya tertera dikertas yang kedua itu. Begitu juga dengan kertas yang ketiga, ke empat, kelima, sampai kertas yang terakhir, Dia tidak menemukan namanya. Dengan gugup dan tertatih, Inun berusaha keluar dari kerumunan, berjalan kebelakang orang-orang yang semakin meringsek kedepan. Dia berusaha mencari abak yang tadi tertinggal dibelakang. Sambil menahan buncahan didada dia mengarahkan pandangan berkeliling, tapi tak juga dia temukan Abak. Sesak didadanya seolah sudah siap memuntahkan cairan bening dari matanya. Dia berusaha berpegangan pada sebatang pohon yang berada disamping dia berdiri.

Inun terduduk lesu, menyeka keringata dikeningnya. Air mata yang tadi berusaha dia tahan sudah mulai turun bersamaan dengan kedatangan Abak dari arah kerumunan orang-orang didepannya.

“Aden ndak lulus do bak,” Inun memberi tahu abak sambil menghapus air mata yang sudah duluan keluar.

“Lai, namo Inun nomor tigo tadi,” Abak berbicara sambil mengusap kepala Inun dan dari wajahnya terpencar keharuan dan kebahagiaan.

“Yo bana, Bak?” Inun tak percaya dengan apa yang disampaikan Abak.

“Iyo, lah Abak cocok an nomornyo jo nomor pendaftaran Inun.” Abak berusaha meyakinkan Inun.

Mendengar itu Inun kembali berjalan kearah kerumunan yang sudah mulai terurai. Dia langsung berjalan kedepan, mendekati kertas pengumuman yang tadi ditempelkan. Dia mencari namanya diurutan ketiga seperti yang dibilang Abak. Ternyata disana memang tertera namanya, pada kertas yang pertama kali dia lihat tadi.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Ide tulisan yang sangat menarik Bunda .. semoga sukses selalu.

06 Oct
Balas

Terimakasih bu.. Baru pemula

07 Oct



search

New Post