Darul Setiawan

Guru PJOK Alumnus S1 Pend. Olahraga Unesa Karir Mengajar: SMP Muhammadiyah 1 Sidoarjo, SMP Negeri 3 Sidoarjo ...

Selengkapnya
Navigasi Web
Spiritualitas dalam Pendidikan, Susah Sedikit Senang Ga Habis-habis
Ngopas Hima Fisika Unesa

Spiritualitas dalam Pendidikan, Susah Sedikit Senang Ga Habis-habis

Pesan Pak Zainal Arifin, guru kami saat SMA kembali menggema di acara Ngopas--Ngobrol Perkara Spiritual, Sabtu (14/11/20).

Acara besutan Hima Fisika Unesa tersebut mengundang beliau sebagai narasumber beserta Mas Andhika Candra Kurniawan, seorang praktisi psikologi dan hipnoterapi.

Sambil nyetir, saya menyimak dengan seksama petuah dari Pak Zainal, yang dulu sering kami dengar di kelas.

Gaya khas Pak Zainal masih sama dengan yang dulu. Santai namun mendalam pesan yang beliau utarakan.

Beliau menyampaikan materi spiritualitas dari sisi pendidikan. Menurut Pak Zainal, dalam pendidikan modern ada dikotomi antara esoteris dan empiris. Spiritual tidak seberapa dianggap karena tidak ilmiah.

Beliau menyatakan, pendidikan harusnya dapat memaksimalkan potensi peserta didik. Pendidikan, kata beliau, sejak dulu juga tidak terlepas dari dinamika politik.

Politik etis zaman Belanda--yang memaksakan persekolahan--padahal dulu, yang namanya belajar tidak hanya di sekolah. Ranah spiritualitas sudah dibangun orang-orang zaman dulu, baik dari permainan maupun tembang.

Menurut Pak Zainal, menjadi manusia juga perlu menyadari tujuan penciptaannya sebagai apa. Selain sebagai abdullah--hamba Allah--yang mengabdi, yang tidak boleh dilupakan adalah khalifatullah fil ardh--khalifah di muka bumi. Yang tugasnya memakmurkan semesta, menjadi 'pengganti' Allah di atas bumi.

Keikhlasan, yang menjadi ciri orang yang beriman, juga juga tidak kalah penting ketika seseorang beramal. Pak Zainal mengibaratkan, ketika seseorang ikhlas, seperti sebuah angka 10 yang dibagi 0, yang hasilnya adalah tak terhingga.

Bagi Pak Zainal, saat ini masih banyak guru yang hanya mentransfer pengetahuan atau media, dan tidak menyentuh sisi spiritualitas peserta didik. Akibatnya, siswa menjadi paham agama secara formal, namun tidak dalam spiritual--olah hati, olah jiwa.

Maka, kata beliau, lebih baik susah sedikit namun senang ga habis-habis, daripada senang sedikit tapi susah ga ada habisnya. Beliau mengibaratkan seseorang yang berpuasa, yang menahan lapar dahaga dari fajar hingga maghrib tiba. Artinya, lebih baik menahan kesenangan yang melenakan sejenak, untuk meraih kebahagiaan yang hakiki.

Menjadi pendidik, lanjut beliau, juga tidak mudah. Pendidik, selain tidak boleh hanya sekadar mengajar, juga harus menanamkan visi besar pada siswa, untuk 20 tahun ke depan. Nah!

Bangil, 14/11/20

Sembari menunggu bakaran ikan bandeng dan patin.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

InsyaAllah Aamiin

15 Nov
Balas

Inggih terima kasih Bu Sundari. Salam dari Sidoarjo

16 Nov



search

New Post