Prihatin adalah suasana yang saya rasakan. Menjumpai guru yang mengajar hanya sebatas menggugurkan kewajiban.

Tiba di sekolah saat bel masuk dibunyikan. Tergesa-gesa memarkirkan sepeda motornya, bahkan terlambat tiba di sekolah. Masuk kelas tanpa membawa daftar presensi siswa, RPP, dan jurnal mengajar dimana itu adalah administrasi yang minimal dimiliki guru.

Bel istirahat berbunyi, ia mencari salah satu sudut sekolah untuk menikmati rokok dan berdiskusi dengan kolega tentang kerjaan sampingan.

Saat bel pulang, ia langsung meninggalkan sekolah. Bahkan berusaha mendahului siswa yang keluar dari gerbang sekolah.

Sampai kapan kondisi seperti ini akan berlangsung?

Sesekali menyindir saat sempat berkumpul bersama. Rasanya itu sia-sia. Mungkin sudah menjadi karakter. Jadinya, ia cuek saja. Sindiran tidak mempan.

Ditegur kepala sekolah, ia hanya beralasan saja untuk membela diri. Tidak mau mengevaluasi diri.

Saya yakin bahwa kepala sekolah menegur bukan berarti membenci, tapi memberi pengertian agar sesuatu berjalan dengan ideal.

Jika teman sejawat dan kepala sekolah tidak bisa menyadarkan sang guru di atas kembali ke relnya, semoga ada orang tua atau siswa yang menggerakkan hatinya untuk menjadi guru yang baik.