ANTARA JODOH DAN REJEKI
Ada dua perkara yang menjadi biang keladi permasalahan pemuda pemudi masa kini yaitu masalah jodoh dan rezeki. Jodoh? Hampir-hampir mereka bingung perihal konsep jodoh seperti apa. Karena saking banyaknya konsep soal jodoh. Entah itu dari novel, buku khusus bahas jodoh, lirik lagu, seminar atau film. Tapi apa yang terjadi? Bukannya malah paham dan mengerti, eh malah makin bingung. Perkara rezeki juga. Mereka yang hendak mau masuk perguruan tinggi, mereka galau dengan jurusannya. Tapi yang digalaukannya bukan soal jurusannya, melainkan soal pekerjaan setelah dia lulus. Kuliah juga belum, tapi sudah galau dengan sesuatu hal yang belum pasti?
Sekarang hilangkan dulu egoisme dan idealisme kita perihal konsep jodoh dan rezeki yang barangkali sudah mengakar di benak kita. Silahkan jika kau punya konsep dan pandanganmu sendiri, silahkan. Itu hakmu dan aku tidak ingin memperdebatkannya disini. Sekarang mari kita pandang secara hakikat soal jodoh dan rezeki. Hakikatnya, jodoh dan rezeki kita sudah pasti ada bagiannya buat kita. Karena sebelum kita diciptakan ke dunia ini, Allah sudah mengatur dan menetapkannya di Lauhul Mahfudz kita masing-masing. Itu berarti, jika semuanya sudah ada ketetapannya masing-masing, pantaskah kita galau dengan jodoh dan rezeki? Padahal itu sesuatu yang sudah pasti akan kita dapatkan? Masalahnya hanya urusan waktu sajakan?
Agar pembahasan tidak terlalu melebar, maka sesungguhnya jika kita berbicara mengenai jodoh dan rezeki, kita harus terlepas dari ketiga hal ini. Apa itu? Yaitu Lauhul Mahfudz, Ilmu Allah dan Kehendak Allah. Mengapa? Mari kita bahas secara mendalam. Ada orang yang selalu ego berargumen apabila berbicara soal jodoh, dia selalu mengait-ngaitkannya dengan Lauhul Mahfudz. Pertanyaannya adalah memangnya kita semua tahu Lauhul Mahfudz kita masing-masing? Tidak kan? Kita meyakini bahwa jodoh dan rezeki kita sudah tercantum di Lauhul Mahfudz kita, akan tetapi karena kita tidak pernah tahu Lauhul Mahfudz kita, apalagi renungan filsafat pun buntu bila ingin mengetahuinya, maka stop kita jangan mengaitkannya. Toh hanya Allah yang tahu itu semua kan?
Kedua yaitu Ilmu Allah. Bagaimana pun juga, kita tidak pernah tahu Ilmu Allah seperti apa. Para ulama hanya menganalogikan bahwa sehebat-hebatnya manusia ilmunya hanya sebanyak air yang diminum oleh burung di lautan. Tapi Ilmu Allah air lautan itu sendiri. Ada juga sebagian yang menganalogikan dengan kalimat “Andai seluruh pohon di dunia ini dijadikan pena dan air lautan sebagai tintanya maka tidak akan pernah cukup untuk menulis banyaknya Ilmu Allah meski ditambah 7x lipatnya” Intinya penganalogian itu menggambarkan bahwa logika kita tidak akan pernah sampai untuk mencapai alam ketuhanan dan memahami Ilmu Allah. Dan yang terakhir yaitu kehendak Allah. Kita diciptakan oleh Allah, dihidupkan oleh Allah pun dimatikan pun oleh Allah. Secara sederhananya, terserah Allah saja maunya bagaimana apa yang terjadi dengan hidup kita. Toh Dia yang menciptakan kan? Jadi pembahasan mengenai jodoh harus kita lepaskan dari pembahasan Lauhul Mahfudz, Ilmu Allah dan Kehendak Allah. Lalu pembahasan yang tepat apa dong? Lanjut saja bacanya.
Secara hakikatnya , seharusnya kita sebagai manusia tidak pantas menggalaukan urusan yang sudah jelas pasti. Bukankah jodoh dan rezeki itu sudah pasti dan amat pasti dapat untuk manusia? Cicak saja yang hanya bisa merayap di dinding, tetap saja ada nyamuk yang menjadi santapannya. Padahal nyamuk sendiri bisa terbang. Tapi toh semua udah ada jatahnya masing-masing? Lah, jika cicak saja yang bukan makhluk sempurna sama Allah dipastikan rezekinya, apalagi kita sebagai ciptaan paling sempurna? Tentu amat dijamin lagi. Iya ngga?
Mengapa bisa timbul perasaan galau dan resah mengenai hal yang sudah pasti? Jawabannya sederhana karena kita tidak menyibukkan diri dengan hal-hal yang positif. Akibatnya, kita akan mengkhayal, memikirkan dan meresahkan sesuatu hal yang sebenarnya ada hal lain yang lebih penting kita resahkan daripada soal jodoh dan rezeki itu sendiri. Apa itu? Yaitu amal ibadah kita. Mengapa? Kalau jodoh dan rezeki itu sudah pasti ada jaminan dari Allah bahwa kita dapat takarannya masing-masing. Nah kalau soal amal ibadah kita, itu belum ada jaminan kan dari Allah bakal diterima atau tidak? Padahal amal ibadah merupakan jalan untuk menggapai RidhoNya. Dan jika sudah mencapai RidhoNya, jangankan urusan dunia, urusan akhirat pun kita akan bisa melewatinya dengan tenang. Seharusnya inilah yang harus digalaukan!
Digalaukan bukan berarti kita menjadi lemah dan tidak mau bertindak. Karena tidak ada jaminan diterima atau tidak soal amal ibadah kita, kita akan selalu terus mencoba, mencoba dan mencoba menjadi lebih baik lagi. Memperbaiki cacatnya shalat kita yang masih mudah untuk menunda-nunda, lisan kita yang mudah sekali menyakiti, waktu kita yang banyak kita habiskan untuk hal-hal yang tidak perlu, meminta maaf kepada orang yang sengaja/tidak sengaja kita sakiti dan banyak hal lainnya. Dan jika kita benar-benar berfokus untuk memperbaiki diri, maka seharusnya kita tidak akan pernah menggalaukan apa yang jelas-jelas sudah pasti. Maksudnya?
Begini, apabila kita benar-benar sibuk dengan diri sendiri, apakah ada waktu untuk menggalaukan soal rezeki dan jodoh? Betul ngga? Perkara jodoh misalnya, bagi perempuan siapa sih yang tidak ingin mendapatkan calon suami tampan, kaya, keturunan orang baik-baik dan agamanya juga baik. Seorang lelaki pun demikian, tentu ingin mendapatkan istri yang cantik, kaya, keturuanan orang baik-baik dan tentu agamanya baik. Akan tetapi kita harus sadar bahwa orang yang terdapat keempat hal tersebut tentu sangat langka dan jarang. Ada kalanya dia cantik dan kaya tapi kelakuan seperti tak berpendidikan. Lalu bagaimana? Sudah jangan banyak tanya lanjutkan saja jawabannya. Perlahan Anda akan menemukan jawabannya.
Di balik konsep-konsep yang dicanangkan oleh seorang motivator, buku, film maupun lirik lagu prihal jodoh, sebenarnya formula sederhananya Islam sudah menjawab yaitu “Orang baik-baik akan dijodohkan dengan yang baik pula. Pun sebaliknya” Itu artinya sudah jelas bahwa jika kita benar-benar ingin jodoh yang baik dan sesuai dengan harapan kita, perbaiki diri setiap harinya, itu saja! Bukannya malah menggalau di media sosial pengen cepet nikah, terlena dan terbuai oleh kisah cinta fiksi novel atau pun iri kepada temannya yang sudah dipinang. Ingat kata kuncinya “memperbaiki diri”
Anehnya pemuda pemudi sekarang, ingin cepet nikah dan dipertemukan dengan jodohnya tapi tidak pernah berusaha memperbaiki diri. Dan bukan hanya memperbaiki diri saja tapi harus diperbanyak ilmunya. Maaf, bukankah banyak pasangan nikah yang banayk bertengkar, anak-anaknya jauh dari nilai agama hingga terjadi perceraian karena mereka tidak pernah mempunyai ilmunya? Toh selama ini yang ada di pikiran pemud apemudi soal nikah hanyalah sebatas bisa berhubungan seks secara halal dan ada yang jagain, itu saja. Paham dengan kalimat berikut ? “Jika engkau melihat atau bersama orang yang kau cintai, lalu dalam pikiranmu hanya berharap engkau bisa menikahinya, maka masih ada yang salah dalam pola pikiranmu” Karena tingkatan tertinggi dalam mencintai seseorang adalah apabila bersama orang yang kita cintai setelah menikah, kita semakin dengan dengan Allah atau tidak.
Intinya, bahwa pernikahan bukan sekadar hubungan seks yang dihalalkan dan ada yang jagain semata. Tapi lebih dari itu semua. Bagaimana mendidik anak-anak agar menjadi generasi yang soleh dan soleha? Bagaimana menyikapi sebuah pertengkaran? Bagaimana sikap apabila sehari tidak mempunyai uang? Bagaimana seorang suami menghargai masakan isteri yang tidak enak? Apa saja kewajiban isteri? Kewajiban suami? Bagaimana hubungan suami isteri jika kondisi suami sedang capek tapi istrinya sedang ingin? Bagaimana hukumnya apabila seorang istri memberikan uang kepada orangtuanya tanpa izin suami? Pun sebaliknya? Masih banyak ilmu-ilmu itu yang harus kita pelajari. Nah sebelum kita sampai kepada pintu pernikahan, daripada galau soal jodoh yang tak kunjung datang, kan lebih baik memperbaiki diri dan memperbanyak ilmunya agar nanti kita benar-benar mantap dalam menjalaninya.
Sekarang soal rezeki. Diawal-awal tulisan saya bilang bahwa untuk membahas soal jodoh dan rezeki, kita tidak mengaitkan kepada pembahasan Lauhul mahfudz, Ilmu Allah dan Kehendak Allah. Karena logika kita tidak akan pernah sampai kepada ketiga hal tersebut. Jadi, pembahasannya lebih mengarah kepada “Siapa yang berusaha dengan sungguh-sungguh, pasti akan berhasil” Itu saja formulanya. Sederhanakan?
Bagi seorang karyawan, sudah kerja saja yang benar dan tidak lupa jika waktunya ibadah. Jangan memikirkan saat putus kontrak dan tidak diperpanjang bagaimana? Boleh kita memikirkan rencana kedepannya. Akan tetapi jangan larut dalam kegalauan dong. Yakin saja jika kita berusaha dengan sungguh-sungguh, masa iya sih Allah ngebiarin hambaNya yang berusaha dengan sungguh-sungguh hidup dalam kefakiran? Pun sama dengan mahasiswa, udah jangan terlalu mikirin habis lulus mau ngapain, yang terpenting sekarang kita rajin belajar sesuai dengan jurusannya masing-masing. Jangankan 1 tahun, 2 tahun ke depan, esok aja masih menjadi sebuh misteri.
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
jodoh dan rezeki adalah urusan Tuhan, yang penting kita berusaha yang di jalan kebenaran, sehingga kita senantiasa mendapat petunjuk. semoga. salam
Aamiin. Terimakasih bu apresiasinya Salam
Aamiin. Terimakasih bu apresiasinya Salam
Mantap pak. Terima kasih pencerahan nya. Salam
Sama-sama Bu. Terimakasih kembali apresiasinya.
Sama-sama Bu. Terimakasih kembali apresiasinya.
Sama-sama Bu. Terimakasih kembali apresiasinya.