DILEMATIKA GURU SAAT DITANYA MATERI FUNGSINYA APA BUAT KEHIDUPAN YANG NYATA?
Akhir-akhir ini gue sering ditanya “Apa sih relevansinya belajar berbagai jenis teks untuk kehidupan nyata? Kalau sekadar larinya memperoleh pengetahuan, mbah google punya semuanya. Mulai dari ilmu sesat sampe ilmu mistis, semuanya ada” Begitulah kata mereka.
Serupa tapi tak sama, jenis pertanyaan begini sering dilontarkan pada guru matematika. Buat apa sih belajar rumus-rumus trigonometri untuk kehidupan nyata? Gue sering ngeliat postingan di media sosial yang nge-share rumus-rumus matematika. Captionnya, kayak yang bener ngerti hakikat. Buat apa belajar begini? Apa fungsinya? Apa manfaatnya?
Begini ya. Ilmu-ilmu yang dipelajari di sekolah itu jenisnya deduktif-normatif. Ilmu yang tidak ada jaminan relevan dengan kehidupan nyata. Tugas guru dan siswa lah yang berupaya untuk mengkontekstualisasikannya.
Materi yang dipelajari itu bukan untuk kehidupan yang sedang dijalani. Zaman berubah. Zaman berkembang. Kurikulum tidak memprediksi kehidupan yang akan datang seperti apa. Kurikulum hanya memprediksi jenis kemampuan yang dibutuhkan di masa yang akan mendatang.
Sebetulnya mereka yang bertanya pada guru, “buat apa belajar beginian” adalah mereka yang pragmatis. Soal ilmu itu bukan soal yang instan. Materi pembelajaran dari SD-SMA, itu semuanya sekadar “pemantik” belaka. Stimulus untuk berupaya menemukan bakat dan minat.
Soal sistem, banyaknya beban, itu bisa diperdebatkan. Namun menyoalkan ilmu, “Buat apa?” adalah mereka yang merendahkan keilmuan hanya untuk menjalankan apa yang dijalani saja. Sesimple itukah? Kalau mau pragmatis ya silakan. Ilmu apa yang dipelajari yang sesuai dengan kebutuhanmu dalam menghasilkan uang, itu hakmu.
Namun merendakah ilmu-ilmu yang dipelajari saat sekolah, itu bentuk penghinaan. Penghinaan etika moral dalam mencari ilmu. Tugas kita bukan paham. Tugas kita itu belajar. Soal paham dan tidak, biar skenario tuhan yang berbicara dan melihat bagaimana proses kita.
Lagipula, guru dan sekolah itu hanya implementasi. Materi-materi itu bukan mereka yang menentukan. Mereka hanya menjalankan apa yang tercantum dalam kurikulum. Kalau mau kritik, kritiklah kurikulum. Kritik secara empiris, rasional dan ilmiah. Bukan mengambinghitamkan guru seolah para guru mengajarkan hal yang sia-sia.
Kalau memang belum nyampe logikanya relevansinya apa dari ilmu yang dipelajari dengan kehidupan nyata, jangan-jangan kita ga serius dalam belajarnya.
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Mantul..keren ulasannya.
terimakasih bu apresiasinya.
Cocok, mantul, Pak
terimakasih bu apresiasinya.
Keren pak salam literasi
terimakasih bu apresiasinya.