INTROPEKSI LULUS KULIAH
Katanya kehidupan mahasiswa adalah kehidupan yang penuh dengan kefrontalan. Kritik-kritiknya yang penuh dengan sifat kritis dan tak jarang berani keluar dari zona nyaman. Ada yang mementingkan akademik sampai tak mengikuti kegiatan apa-apa.
Tak sedikit pula mereka yang menjadi aktifis kampus. Kampus sudah menjadi rumahnya sendiri. Pagi, siang, sore dan malam, kampuslah yang menjadi tempatnya. Belajar, bermain, melakukan kegiatan, bercanda, membantu kegiatan lain dan sebagainya, semuanya dilakukan demi kampus dan untuk kampus.
Sedangkan mereka yang menghabiskan waktu untuk akademiknya, disibukkan dengan bacaan-bacaan buku yang ilmiahnya. Tak ada waktu dihabiskannya selain untuk membaca, membaca dan membaca.
Tak ada yang salah dengan tipe kedua mahasiswa tersebut. Pertanyaannya adalah, siapa yang lebih sukses terlebih dahulu? Mari kita menjawabnya secara pandangan logika dan pandangan iman.
Sebelum kita menjawabnya dari kedua sisi, hal yang harus kita pahami adalah hakikat sukses itu sendiri. Saya meninjam konsep dari Mas Jamil Azzaini (Penulis, Enterpreneur dan Motivator) bahwa seseorang dikatakan sukses apabila memiliki salah satu diantara ke empat hal berikut yaitu Harta, Tahta, Kata dan Cinta. Lebih-lebih orang tersebut bisa memiliki keempat-empatnya. Namun boleh kita sepakati memiliki salah satunya saja tentu bisa kita katakan sukses.
Ada orang yang memiliki harta semata meskipun tahta dan kata-katanya biasa saja pun tak banyak orang yang mengenalnya. Boleh kita katakan dia sukses? Boleh! Ada orang yang harta tak punya, kata-katanya biasa dan tak banyak orang yang mengenalnya, tapi dia mempunyai kedudukan yang penting dalam lingkungan kehidupannya, boleh kita katakan sukses? Boleh!
Ada tipe orang yang harta tak punyaa, kedudukan biasa saja, tak banyak yang mengenalnya tapi sekali dia berkata-kata, kata-katanya malah didengarkan oleh orang. Boleh kita katakan sukses? Boleh! Dan yang terakhir yaitu ada orang yang harta tak punya, kedudukan tak punya, kata-katanya biasa saja tapi dia dicintai oleh semua orang, boleh kita katakan dia sukses? Boleh! Namun idealnya memang memiliki keempat-empatnya.
Hal yang harus kita sadari bahwa setiap orang punya konsep, punya prinsip, punya pandangan hidupnya masing-masing. Asalkan itu tak keluar dari nilai-nilai agama, itu tak masalah. Sama halnya seperti konsep sukses itu sendiri. Mungkin kau boleh setuju atau tidak atau barangkali kau mempunyai konsep sukses versimu sendiri? Silahkan.
Tetapi bukankah inti dari sukses itu adalah kepuasan dan ketenangan yang ada di dalam hatinya? Betul kan? Punya harta banyak tapi di dalam hatinya tidak pernah tenang, buat apa? Punya kedudukan yang tinggi tapi selalu merasa tidak puas dengan yang ada, juga buat apa?
Kembali kepada pertanyaan, siapa yang lebih sukses duluan diantara dua tipe mahasiswa tersebut. Kita pandang secara logika terlebih dahulu. Logikanya, siapa yang berjuang dan bersungguh-sungguh, maka dia akan berhasil. Mau seorang aktifis ataupun seorang yang fokus di akademik, mereka yang bersungguh-sungguh tentu akan mendapatkan apa yang mereka cita-citakan.
Pertanyaan selanjutnya timbul, mana yang lebih selangkah maju antara orang yang fokus di akademik atau seorang aktifis? Kita pandang secara logika bahwa seorang aktifis dalam hal pengalaman, jelas mereka lebih unggul akan tetapi seorang yang fokus di akademik, tidak mendapatkan pengalaman.
Namun tidak berlaku sebaliknya, bahwa tidak semua aktifis yang tidak mementingkan nilai akademiknya. Masih banyak seorang aktifis yang juga mementingkan akademiknya. Asalkan mereka mampu mengatur waktunya seoptimal mungkin antara tugas dan kegiatan.
Akan tetapi kita tidak berhak menghakimi bahwa mahasiswa yang tidak ikut apa-apa di kampusnya lantas dia berarti kurang pergaulan, pemalas, tidak mau belajar, kurang pengalaman dan sebagainya. Boleh jadi mereka mempunyai aktifitas lainnya di luar kampus.
Atau boleh jadi mereka menyibukkan diri dengan buku-buku berbobot yang menambah pengetahuannya. Memang pernah ada ungkapan bahwa ‘pengalaman adalah guru yang terbaik’ Namun di era sekarang ungkapan tersebut sudah terkalahkan kepada istilah ‘Dunia sekarang tidak membutuhkan orang-orang yang berpengalaman, tetapi membutuhkan orang-orang yang berani dan punya pemikiran besar’. Boleh jadi seorang akademikus pun mempunyai pemikiran yang besar untuk ke depannya.
Sepertinya jika kita melihat secara logika, akan timbul perdebatan yang tiada ujung. Mereka yang aktifis akan mempertahankan argumennya merekalah yang terbaik. Pun demikian dengan seorang akademikus, bahwa mereka sudah berada di zona yang benar. Sekarang mari kita lihat dari segi iman. Inilah faktor yang sesungguhnya.
Jika saya memerhatikan terhadap contoh orang-orang sukses yang saya kenal, semuanya mempunyai sifat dekat dengan Allah. Sebut saja sosok Ippho Santosa, Sandiaga Uno, Jamil Azzaini, Habiburahman El Shirazy, Tere Liye, Emha Ainun Nadjib, Mas Mono. Bahkan orang di luar Islam pun seperti Andrie Wongso, Hermawan Kartajaya dan Bong Chandra mempunyai kedekatan spiritual dengan kepercayaan yang dipegangnya. Tentu mereka sukses di bidang yang mereka tekuni masing-masing.
Itu artinya bahwa benang merah antara proses usaha dengan menuju sukses itu adalah kedekatan kita dengan Allah. Sekarang mari kita lihat fakta dan realita yang terjadi di lapangan. Hampir setiap orang, mengartikan ajaran dari agama itu adalah ibadah ritual semata tanpa memikirkan aspek yang lainnya. Kendatipun mereka berargumen demikian, tetap saja selalu menyepelekan urusan Shalat misalnya.
Padahal kita semua tahu bahwa Shalat merupakan ibadah yang pertama kali dihisab oleh Allah Swt. Tetapi urusan ini selalu dispelekan. Coba kita tengok rekan-rekan kita yang sibuk rapat dalam mengadakan sebuah kegiatan, bukankah mereka itu menginginkan kegiatannya lancar, tidak ada halangan dan hambatan apapun? Siapakah yang dapat memberikan kelancaran itu? Allah! Jika memang demikian, bukankah dalam lafadz Adzan ada lafadz “Hayyalall falahh’’ yang artinya “Mari Kita Meraih Kemenangan”. Allah sendiri sudah mengajak ayo jika kalian ingin meraih kemanangan yang boleh kita artikan mari kita meraih kesuksesasan, kelancaran sebuah acara bersama Allah, tapi Allahnya sendiri ditinggalin? Situ sehat Om?
Secara kasarnya saya ingin bilang bahwa adakah sebutan lain selain kata “Munafik”, untuk kita jika kita ingin acara lancar dan sukses tetapi yang memberi kesuksesan itu malah kita tinggalkan? Pun sama kepada orang-orang yang sibuk belajar mati-matian demi nilai bagus, akan tetapi ketika panggilan untuk menuju kemenangan itu dilantunkan, malah kita abaikan?
Sederhananya, untuk acara yang akan diselenggarakan hanya dalam hitungan hari saja Allahnya ditinggalkan, bagaimana dengan masa depannya? Yang sudah jelas ada di tangannya masing-masing. Punya prinsip dalam hidup boleh-boleh saja asalkan kita tak jauh dari nilai agama. Kita baru bicara urusan shalat atau tidak. Kita belum bicara shalatnya khusu atau tidak, sesuai syariat atau tidak, bacaannya benar atau tidak, berjamaah atau munfarid, ditambahkannya sunah atau tidak, pakainnya sesuai atau tidak dan sudah merasuk ke dalam hati atau tidak pernah sama sekali.
Sekarang kita sudah paham? Mengapa ada sarjana yang Cum Laude sekalipun tapi ijazahnya tidak berarti apa-apa buatnya? Mengapa ada yang lulusan dari Perguruan Tinggi favorit juga tapi dia masih tidak jadi apa-apa? Mengapa ada orang yang dari jurusan yang banyak peminatnya pun, dia tetap tidak bisa menjadi apa-apa?
Malah terkadang mereka bingung sendiri dengan jalan hidupnya masing-masing. Tidak tahu ilmunya mau dikemanakan dan digunakan untuk apa. Mereka bertanya kepada diri sendiri ‘Apakah ada yang salah dengan diriku ini sewaktu kuliahku dahulu?’ Bukannya intropeksi kepada diri sendiri, ini malah menyalahkan kampusnya, jurusannya dan IPKnya.
Nama kampusmu biasa saja bahkan dianggap sebelah mata? Itu tak masalah jika kita berjuang dan bersungguh-sungguh namun tetap tidak lupa kedekatan kita kepada yang maha kuasa. Mari sama-sama perbaiki diri kita khususnya urusan shalat kita. Apakah sekadar hanya penggugur kewajiban saja? bagaimana pakaiannya? Jika ingin ketemu pacar saja kita begitu rapih dalam berpakaian, lantas mengapa ingin bertemu dengan sang pemberi segala kita masih berani berpakaian yang bekas main kita?
Hal yang harus kita sadari bahwa orang yang disebut rajin shalat atau tidak, bukan melihat dari shalat wajib yang dia laksanakan. Akan tetapi melihat shalat sunah yang dia kerjakan. Bukankah 5 waktu itu merupakan sebuah kewajiban yang mau tidak mau harus kita laksanakan? Dan tidak ada pilihan apapun untuk meninggalkannya?
Pernah merasa bosan dengan aktifitas yang itu-itu saja? Setiap hari selalu rutinnya, Kosan-Kampus-Kegiatan-Kampus-Kosan. Selalu saja setiap hari seperti itu? Bahkan pernah merasa kegiatan yang kita laksanakan hanya membuat lelah kita tapi tidak berdampak positif dalam hidup kita? Jawabannya yaitu barangkali Allah sudah bosan melihat hidup kita. 1. Allah mencari kita di barisan orang yang ahli duha, kita tidak ada. 2. Allah mencari kita di barisan ornag yang ahli tahajud, kita tidak ada. 3. Allah mencari kita di barisan orang yang rutin membaca Al-Quran, kita tidak ada. 4. Allah mencari kita di barisan orang yang istiqomah dalam dizkir, kita tidak ada. 5. Allah mencari kita di barisan orang yang rajin mengaki Al-Quran, kita tidak ada. 6. Allah mencari kita di barisan shaf pertama dalam shalat berjamaah, kita tidak ada. 7. Allah mencari kita di barisan perempuan yang tidak pernah lepas dari hijab, kita tidak ada. 8. Allah mencari kita di barisan lelaki yang selalu berjamaah ke masjid, kita juga tidak ada.
Lalu kita berada dimana? 1. Di barisan mahasiswa yang kerjaannya hanya menghamburkan uang orang tua? 2. Di barisan mahasiswa yang kerjaannya hanya foya-foya kumpul-kumpul sampai lupa ibadah? 3. Di barisan mahasiswa yang kerjaannya hanya membicarakan aib orang lain? 4. Di barisan mahasiswa yang di dunia nyata berjilbab tapi dunia maya bertebaran rambut nya?
Kita berada dimana? Kita memang bukan seorang nabi yang bisa sempurna dalam segala hal. Akan tetapi SETIDAKNYA kita mempunyai amalan istimewa yang mampu menghantarkan kita menuju sukses dunia dan akhirat.
Bukankah Abu Tomtom disebut rasul sebagai orang yang ahli Syurga karena dia rajin setiap malam sebelum tidur menghadapkan wajahnya ke arah kiblat lalu berdoa bahwa dia memaafkan orang yang telah menyakitinya? Bukahkah pemuda yang Rasul minta kepada Umar agar Umar temuinya lalu minta didoakannya adalah pemuda yang begitu patuh kepada Ibunya? Bukankah Imam Syafii pernah bermimpi beliau pernah ditimbang amalan ibadahnya dan ternyata ada satu amalan ibadah yang paling disukai oleh Allah. Ternyata bukan hafalannya, bukan karya kitabnya. Akan tetapi ketulusannya menyelamatkan seekor semut yang hampir tenggalam di tinta saat beliau hendak menulis?
Lalu, amalan istimewa apa yang kita punya? Tidak bijak rasanya menghakimi dan membuat kesimpulan bahwa banyak sarjana menganggur karena dia memang jauh dari Allah. Toh masih banyak juga mereka yang ahli ibadah semasa kuliahnya namun setelah lulus tetap saja masih belum mempunyai pekerjaan. Namun tentunya mereka yang menganggur yang dekat dengan Allah dan mereka yang menganggur namun jauh dari Allah, perasaan hatinya akan berbeda.
Kau tahu, penemuan terbesar yang pernah terjadi di dunia ini apa? Apakah canggihnya mesin computer? Pesawat? Kapal? Atau teori-teori akan sebuah pengetahuan? Ternyata jawabannya bukan itu semua. Penemuan terbesar di dunia ini yaitu ternyata kita bisa mengubah dunia hanya dengan pikiran kita sendiri.Kau boleh percaya atau tidak tapi memang begitulah realitanya. Mari kita bahas secara satu per satu. Jika memang demikian, untuk memandang sebuah kehidupan ini cara pertama yang dilakukannya adalah dengan mengubah pikirannya sendiri. Mungkin banyak yang salah pola kita berfikir dalam menghadapi berbagai problema yang kita alami. Alhasil, kita merasa mausia paling menderita dan merasa paling lelah dengan hidup kita sendiri. Sedangkan orang lain, sudah mendapatkan apa yang mereka inginkannya.
Sampai kapanpun kita akan merasa lelah dalam menjalani kehidupan ini jika pemikiran kita masih salah. Coba tengok sejenak saja berita. Rasa-rasanya kita sudah merasa lelah dengan pemberitaan media. Pembunuhan, pemerkosaan, narkoba, tawuran antar pelajar, pengangguran, korupsi dan pencurian tak pernah terlepas dari pemberitaan. Kita juga sudah jenuh dan bosan juga akan janji para politisi yang mengkampanyekan dirinya.
Namun realitanya tidak ada pernah sama sekali. Belum cukup sampai disitu. Kehidupan masyarakat kita sudah hampir sampai individualistis. Tak lagi meperdulikan kehidupan tetantangganya. Bahkan yang terjadi faktanya hanyalah saling pamer semata. Ingin dipuji, diketahui orang hidupnya benar-benar bahagia. Hal yang tak punya pun bakal diusahakan diada-adakannya bagaimana pun caranya.
Remaja-remaja kita juga banyak yang hamil sebelum waktunya. Ketika anak itu lahir, masalah muncul kembali. Untuk makannya, susunya, gizinya dan pakaiannya jelas membutuhkan biaya. Karena suami yang kerjanya hanya serabutan, mereka pun taka da jalan lain menumpang di kehidupan orang tuanya. Mau tidak mau orang tua karena merasa kasihan kepada anaknya dan cucunya, mereka juga harus membiayai sekolahnya. Ah..rasanya tak akan pernah ada habisnya jika kita hanya mencari banyaknya masalah di sekitar kita.
Kembali kepada persoalan mengubah pikiran. Dunia yang semakin berkembang dengan begitu pesatnya, menimbulkan pemikiran orang yang bersifat transaksional. Orang transaksional bisa diartikan sebagai orang-orang yang jika ditawari sesuatu, endingnya selalu berucap ‘ada bayarannya?’ atau ‘ah bayarannya kecil’. Pola pemikiran tersebutlah yang akan berakibat kita berbuat sesuatu jauh dari kata ikhlas.
Mungkin mereka akan berdalih ‘ah aku kan ngerjainnya ngabisin waktu, rugi dong waktuku yang terkuras tapi tidak menghasilkan apa-apa?’ Mereka akan menghitung waktu yang terkuras dalam melakukan kegiatannya. Jika untuk berbuat kebaikan mereka menghitungkan waktu, mengapa waktu yang dihabiskannya untuk bermain game, berjam-jam dengan gadget tidak diperhitungkannya? Padahal kegiatan tersebut tidak ada manfaatnya dan juga menghabiskan waktunya. Lalu kenapa dengan kegiatan yang positif kita malah hitung-hitungan ada bayarannya atau tidak? Padahal kegiatan tersebut sedikit-banyaknya akan mengembangkan kreatifitas kita. Lebih-lebih kita akan mendapatkan canel dan teman dimana-mana. Siapa tahu disitulah jalan kesuksesan kita.
Jika berbicara mengenai kesuksesan, kau tahu apa benang merah diantara banyaknya orang sukses yang kau kenal? Ya, jawabannya adalah jangan malas! Itu saja. Mereka bisa sukses dengan mudahnya bukan karena kemampuannya yang luas biasa. Akan tetapi kemampuannya untuk melawan malaslah yang benar-benar luar biasa.
Susah memang di jaman yang penuh dengan godaan ini. Tak terasa waktu kita habiskan berjam-jam dengan gadget kita, tapi meluangkan waktu untuk membaca buku saja kita tidak bisa. Padahal perintah yang pertama adalah perintah “Iqra” bacalah!. Kita dibuai dengan kehidupan yang benar-benar konsumtif. Ada film baru, kita benar-benar antusias. Berapapun harga tiket bioskopnya, tak sungkan dan berani kita mengeluarkannya. Tapi untuk membeli sebuah buku, kita berfikir dua kali.
Maka kuncinya adalah ubah pola pemikiran kita. Tinggalkan kesenangan-kesenangan sesaat itu tapi menghancurkan kesenangan yang jangka panjang. Berapa umurmu? Sudah semester berapa? Sudah berapa lama kerja? Dan pertanyaan pamungkasnya sudah bisa apa dan sudah punya apa untuk kehidupanmu yang lebih baik lagi?
Jangan malas! Itulah intinya materi tulisan ini. Jangan malas bangun pagi. Jangan malas shalat. Jangan malas baca buku. Dan singkatnya jangan malas belajar. Itu saja. Apalagi? Berbagai teori motivasi aik dari buku ataupun seminar, intinya jangan malas. Waktu yang Allah berikan kepada orang pintar dan bodoh adalah sama. Pembedanya adalah cara menghabiskan waktu tersebut. Yuk jangan malas!
Sekarang sudah paham mengapa banyak Sarjana yang menanggur? Kukira kita bukanlah orang yang anti nasihat dan selagi masih ada kesempatan mari sama-sama memperbaiki diri. Aku berkata demikian bukan berarti aku ahli ibadah dan pandai dalam hidup ini, bukan sama sekali. Akan tetapi bukankah hidup itu adalah hakikatnya memang saling menasihati? Lebih baik berkata pahit tapi itu jujur ketimbang menyenangkan orang lain tapi berbohong. Agak pahit memang nasihat ini tapi begitulah realitanya. Selagi masih ada kesempatan, semua masih bisa diperbaiki diri. Semoga tulisan ini ada hikmahnya dan dapat bermanfaat. Salam dariku dedeheripramono
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
sukses itu bagiku jika hati kita damai..apa pun yg terjadi, apa pun yang kita milki...jika hati damai, tenang....selesai.. btw, pikiran dede kayanya penuh bgt ya sekali nulis yg tercurah banyak bgt, hehe..
Terimakasih bu ema apresiasinya hihi.