Dede Heri Pramono

Hanya seorang pembelajar menulis. Sangat berambisi untuk tidak memiliki ambisi. Jika ada yang manfaat dari tulisan yang diposting, ambilah. Jika tidak ada yang ...

Selengkapnya
Navigasi Web

KOLABORASI SOLUSI DISFUNGSI PENDIDIKAN

Guru, sebagai salah satu pihak yang menjadi bagian dari pelaksanaan implementasi pendidikan, sering menjadi sasaran dalam kegiatan seminar ataupun sosialiasi pendidikan. Hal ini bukan hanya karena guru sebagai individu yang langsung berhadapan dengan siswa, akan tetapi seperti menyiratkan bahwa segala problematika pendidikan, penyebabnya adalah guru. Entah itu yang berhubungan dengan pendidikan karakter, ketercapaian kemampuan kognitif, afektif, dan psikomotor, ataupun keberhasilan visi-misi sekolah, gurulah yang selalu menjadi sorotan utama serta menjadi objek untuk bahan evaluasinya.

Ketika pelaksanaan Kurikulum 2013 yang banyak mendapat kontra dari berbagai pihak, lagi-lagi alasan klisenya menyalahkan guru yang tidak siap mengikuti perkembangan jaman dalam mengajar. Mereka berdalih konsep Kurikulum 2013 secara perencanaan sudah sesuai dengan pendidikan abad ke 21 namun harus dikaji kembali karena banyak guru yang belum siap. Mengingat keberhasilan pelaksanaan Kurikulum 2013 harus didukung dengan pelaksanaan pembelajaran dengan guru yang kreatif, inovatis serta mampu menggali potensi siswa. Ketika itu semua tidak tercapai, bukan Kurikulumnya yang menjadi bahan evaluasi, tetap saja guru yang menjadi sorotannya.

Paradigma masyarakat terhadap dunia pendidikan saat ini adalah sekolah. Orang yang dikatakan berpendidikan apabila dia mengenyam bangku sekolahan. Padahal, esensi yang mendasar dari pendidikan adalah belajar. Sekompleks apapun perencanaan yang dibuat dengan berbagai analisa kebutuhan untuk beberapa tahun yang akan datang, tujuan pendidikan akan tercapai apabila siswa mau belajar. Itulah mengapa guru selalu menjadi sorotan dalam dunia pendidikan. Bukan karena titik permasalahan ada di guru, melainkan persepsi masyarakat terhadap pendidikan sekolah. Akhirnya, para orang tua menganggap gurulah yang harus bertanggungjawab terhadap kemampuan intelektual anaknya. Tanpa mereka mau tahu anaknya belajar atau tidak di kelas.

Apabila paradigma seperti itu terus terjadi secara berkelanjutan, peran guru di masa mendatang akan semakin menjadi beban. Jaman yang semakin berubah, kebutuhan lapangan akan Sumber Daya Manusia (SDM) yang berkualitas semakin tinggi serta pembentukan karakter siswa, ketiganya harus mampu diciptakan oleh guru terhadap siswanya. Namun dilain sisi, para guru menghadapi realita penyimpangan-penyimpangan yang dilakukan oleh siswanya. Tawuran, narkoba, seks bebas, bolos, plagiat ilmiah serta tindakan-tindakan anarkis lainnya, seolah itu semua harus dihadapi dan dicari solusinya oleh guru.

Pekerjaan yang sangat berat bila kesemuanya harus dibebankan di pundak guru. Guru juga manusia yang memiliki berbagai problematika di luar kegiatannya mengajar. Kehidupan keluarganya, memeriksa hasil ulangan dan membuat administrasi pendidikan, ketiga hal itu juga sudah menguras waktu, tenaga dan pikiran dari guru. Oleh karena itu solusi dari berbagai persoalan yang telah dikemukakan adalah pentingnya kolaborasi yang satu pandangan. Kolaborasi antara pihak sekolah, orang tua, masyarakat, serta dengan aparatur lingkungan bermain siswa

Kita semua menyadari bahwa kehidupan siswa bukan hanya di sekolah saja. Karakter serta prilaku siswa dipengaruhi oleh kehidupan sekelilingnya. Itu berarti, sekolah tidak bisa 24 jam mengawasi tindak tanduk yang dilakukan oleh siswa. Problematika inilah yang seharusnya menjadi tema utama untuk dicarikan solusinya. Seringkali sekolah sadar bahwa pergaulan siswa di luar sekolah sangat berpengaruh terhadap pembentukan karakter siswa. Akan tetapi kesadaran tersebut tidak diimbangi dengan mencarikan solusinya. Mereka berdalih proses manajemen sekolah saja sudah sangat menguras waktu, tenaga dan pikiran, apalagi harus mengurus kehidupan ribuan ssiwa dengan berbagai daerah tempat tinggal yang berbeda.

Solusinya adalah dengan melakukan kolaborasi. Kolaborasi yang pertama adalah antara sekolah dengan orang tua. Sekolah harus menyadari bahwa tidak semua orang tua siswa memiliki pandangan yang sama mengenai pendidikan. Bisa jadi mereka menyekolahkan anaknya asal sekolah saja. Mungkin saja hanya untuk mendapatkan selembar ijazah sehingga kesempatan mendapatkan pekerjaan yang layak juga semakin tinggi. Sekolah harus memiliki pandangan yang sama dengan para orang tua dalam membentuk karakter siswa. Sekolah harus selalu mengadakan pertemuan dengan pihak orang tua. Entah itu dapat berupa seminar ataupun pertemuan dengan wali kelas. Pertemuan itu bisa dilakukan sebulan 2 kali atau sekurang-kurangnya sebulan sekali.

Selama ini sekolah sering mengadakan pertemuan dengan orang tua siswa, apabila ada pengumuman terkait biaya administrasi ataupun perubahan regulasi pendidikan. Hal yang lebih parah lagi, orang tua dipanggil ke sekolah apabila anaknya mendapatkan kasus di sekolah tersebut. Saat ini, sekolah harus berani mengadakan pertemuan dengan para orang tua dalam membahas kerja sama untuk mendidik anaknya. Karena sering terjadi penanaman motivasi di sekolah sering bertentangan apa yang siswa dapatkan di rumahnya. Tentu siswa lebih mendengarkan apa yang diucapkan oleh kedua orang tuanya.

Maka dari itu sekolah harus selalu menanamkan pemikiran terhadap kedua orang tua siswa sehingga memiliki pandangan yang sama. Sekolah harus berani mengajak diskusi dengan para orang tua dengan bahasa yang mudah dipahami oleh mereka. Sebulan 2 kali saya pikir cukup untuk mendoktrin para orang tua sehingga tercipta kombinasi yang sangat sempurna antara sekolah dengan orang tua. Sekolah juga bisa meminta bantuan orang tua dalam membimbing anaknya apabila tidak di lingkungan sekolah.

Kedua, kolaborasi antara guru dengan siswa. Meskipun siswa merupakan bagian daripada sekolah, sekolah harus tetap melakukan kolaborasi dengan siswanya. Artinya, sekolah harus berani mendengar pendapat-pendapat serta masukan dari siswanya. Selama ini yang terjadi, bila sekolah ingin mendapat masukan untuk kemajuan sekolahnya, pihak sekolah mengundang pembicara dari luar dengan berbagai rentetan gelar akademisnya. Tanpa merendahkan gelar akademis yang didapatnya, mengapa sekolah tidak berani untuk menugaskan setiap wali kelas masuk ke kelasnya, lalu mendengarkan setiap pendapat para siswanya? Sehebat-hebatnya pembicara dari luar, tetap saja para siswa yang setiap harinya pergi ke sekolah, menghadapi guru serta mengetahu seluk beluk sekolahnya.

Mungkin akan terlalu banyak opini apabila mendengar semua pendapat siswanya. Dalam hal ini, sekolah bisa memilih sampel yang setiap sampel dapat mewakili dari populasinya. Tentu dari sekian banyak opini, ada beberapa opini yang sering disampaikan dan itu bisa menjadi indikator sekolah untuk melakukan evaluasi. Sekolah harus lebih mendengarkan aspirasi para siswanya.

Lalu yang ketiga adalah kolaborasi sekolah dengan masyarakat serta aparaturnya. Keberwenangan sekolah terkadang tidak bisa dilakukan apabila menghadapi kasus siswa yang terjadi di luar kegiatan belajar atau di luar sekolah. Tidak dapat dipungkiri bahwa lingkungan bermain siswa bukan hanya di sekolah saja. Oleh karena itu, sekolah perlu mengadakan pertemuan dengan aparatur yang lebih berwenang untuk mengawasi. Entah itu pihak kepolisian, pihak kecamatan, pihak desa, maupun RT/RW setempat. Kemudian juga dengan tokoh masyarakat yang memang berpengaruh di lingkungan masyarakat tersebut. Bila terjadi dialog antara sekolah dengan masyarakat serta para aparaturnya, masyarakat akan lebih memedulikan terhadap siswa sekolah karena merasa dianggap untuk terlibat secara tidak langsung dalam proses pendidikan.

Sebenarnya, inti dari kegiatan kolaborasi bahwa sekolah melakukan interaksi dan diskusi dengan pihak-pihak yang bisa membantu dalam implementasi pendidikan. Karena bagaimana pun inti dari pendidikan adalah belajar. Semua bisa terlibat dalam proses belajar para penerus generasi bangsa. Proses kolaborasi mengenai waktu dan tempat serta strategi tentu bisa disesuaikan dengan lingkungan dan kondisi sekolah tersebut dan tempat tinggal para siswanya. Mari memperbaiki pendidikan dengan melakukan bekerja sama dan sama-sama bekerja.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post