Dede Heri Pramono

Hanya seorang pembelajar menulis. Sangat berambisi untuk tidak memiliki ambisi. Jika ada yang manfaat dari tulisan yang diposting, ambilah. Jika tidak ada yang ...

Selengkapnya
Navigasi Web

REFLEKSI PANDEMI

Tiga bulan belakangan ini, banyak kejadian yang sedikit-banyaknya menguras pikiran kita untuk mencernanya. Mulai dari pandemi Covid-19 yang berimbas pada yang lainnya seperti berhentinya aktivitas sosial, pendidikan, kebijakan yang mengharuskan diam, kerja dan ibadah di rumah, larangan mudik, larangan berkerumun, larangan jual-beli secara langsung serta beberapa aktivitas lainnya. Puncaknya orang mulai beralih pada konspirasi korona. Mungkin sumbernya dari riset ilmiah, cuplikan video di medsos maupun podcast, entah kenapa itu yang menjadi dikusi publik saat ini, Well, apapun argumennya, kita patut berterima kasih pada tenaga medis yang dalam situasi seperti ini merekalah sebagai garda utama dalam mengatasi ini.

Kemudian dilanjutkan dengan terjadinya dentuman di beberapa daerah, dimana orang mulai menginterpretasikan terjadinya kiamat. Dunia maya pula dihebohkan dengan aktivitas Youtuber yang ngeprank sampah, serta meninggalnya beberapa sosok artis. Dari segi pemerintah pun, istilah “mudik” dan “pulang kampung” menjadi trending beberapa pembahasan di segala wacana. Dalam dunia pendidikan, saya pikir gebrakan RPP satu halaman akan melahirkan banyak diskusi ilmiah. Begitu juga dengan dihapuskannya UN. Namun, beberapa kejadian tersebut saya membaginya ke dalam 5 kelompok manusia dalam menanggapinya.

Kelompok pertama adalah mereka yang pasrah berlandaskan keimanan. Apapun yang terjadi, soal maut sudah ada yang mengatur yaitu tuhan Yang Maha Esa dan soal kebijakan sudah ada yang mengurusnya yaitu pemerintah. Mereka umumnya tetap melakukan aktivitas seperti biasanya dan seolah-olah pemberitaan tentang banyaknya yang meninggal adalah berita yang ditanggapi dengan “kalau sudah waktunya tidak ada menghalangi” Anjuran cuci tangan, social distancing, hindari kontak fisik, menggunakan masker atau hand sanitizer seolah-olah hanyalah judul berita yang mereka dengar saja. Tanpa mereka sadari bahwa anjuran tersebut juga ditujukan kepada mereka.

Kemudian kelompok yang kedua adalah yang pasrah tapi tetap memiliki rasa gelisah. Mereka meyakini segala sesuatu sudah ada yang mengaturnya, begitu juga dengan maut. Namun mereka tetap menjalankan anjuran-anjuran dari pemerintah. Mereka berpasarh prihal mati, tapi tetap ada ikhtiar dengan dalih “mati tidak konyol” Ada rasa khawatir kena. Ada keyakinan bahwa mati itu hak kuasa, tapi tetap ada rasa takut mati juga.

Kelompok yang ketiga adalah mereka yang ingin tahu secara jelas kapan dan bagaimana pandemi ini berlangsang. Segala bentuk pemberitaan di media tidak langsung percaya begitu saja. Umumnya mereka akan melakukan riset dan kroscek. Perlu pembuktian empiris dan ilmiah. Kepercayaan mereka akan muncul jika telah melakukan riset dan membuktikannya sendiri. Apapun metode risetnya akan mereka lakukan.

Selanjutnya adalah kelompok keempat yaitu mereka yang berusaha selalu menemukan hikmah. Apapun yang terjadi soal harus di rumah, belajar di rumah, kumpul keluarga, ibadah pun di rumah, mereka selalu berusaha menemukan hikmah apa yang bisa didapatkan dari berbagai peristiwa tersebut. Sedangkan kelompok yang terakhir adalah mereka yang selalu mengait-ngaitkan dengan konspirasi, kebohongan serta berupaya menemukan modus dibalik segala kebijakan. Sasarannya sih biasanya mereka yang menentukan kebijakan dan media.

Kalau kita tidak diantara kelima hal ini, biasanya kombinasinya. Tidak ada diskusi yang mana yang terbaik. Pada dasarnya sikap responsif yang ditunjukan oleh seseorang terhadap sesuatu, dipengaruhi oleh pola pikir dan pengalamannya.

Jadi, berhentilah berdebat kalau memang kita berdasarkan dari laatr belakang pemahaman yang berbeda pula. Kalau mau diskusi, berdialog dan berdialektika, itu silakan tapi sepakati dulu ranahnya di tataran apa. Silakan kalau mau adu riset, adu data atau adu metodologi sekali pun, yang terpenting modus utamanya adalah saling menginformasikan bukan saling mengalahkan. Bila percaya konspirasi pun, itu juga silakan. Atau mau memilih cuek dan ga peduli, itu juga silakan. Hanya, jangan memaksakan ornag lain untuk sependapat denganmu, dan jangan membenci mereka yang tidak sepemahaman denganmu pula.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post