Dede Heri Pramono

Hanya seorang pembelajar menulis. Sangat berambisi untuk tidak memiliki ambisi. Jika ada yang manfaat dari tulisan yang diposting, ambilah. Jika tidak ada yang ...

Selengkapnya
Navigasi Web

SAAT BELAJAR ONLEN-ONLENAN TAPI GA DAPAT APA-APA

Belajar online? Bukankah fasilitas teknologi harusnya dimanfaatkan buat belajar? Mengapa baru sekarang rame “memanfaatkan” teknologi buat belajar? Orang mulai rame ingin menawarkan solusi, “pake ini loh belajar lebih efektif” Webinar dimana-mana yang menawarkan aplikasi tertentu. Bagus untuk pengembangan tapi jangan lupakan belajar itu maknanya apa. Gue mau mendisklaim diri sendiri dulu kalau gue terbiasa jika belajar onlen-onlenan. Gaya belajar gue audio. Gue ga terbiasa nulis di kelas. Kalau kuliah, gue fokus mendengarkan. Soal catatan, gue bisa pinjem ke temen dan menyalin di kosan. Gue ga pernah bisa kalau harus multitasking. Tangan nyatet, telinga mendengarkan dan mata perhatikan, gue ga bisa. Ingatan gue lebih tajam mengingat apa yang pernah didengar daripada apa yang pernah di tulis. Pengaruhnya, 2015 awal kosan gue pasang wifi. Gue manfaatin buat belajar denger-denger kajian ilmiah, agama, atau tutorial tertentu. Gue download-downloadin tuh video di yutup. Sampe gue punya kurang lebih 30ribu video buat belajar. Dari mulai belajar agama, materi perkuliahan, skill teknologi hingga motivasi dari para motivator gue kaji. Singkatnya, tiap hari minimal gue denger 3-4 video dengan akumulasi 4 jam buat belajar dari video. Dan sejak saat itu hingga sekarang gue belajar dengan pola tersebut. Kalau secara hakiki belajar onlen adalah belajar dengan sarana memanfaatkan teknologi untuk mengakses ilmu pengetahuan, maka dari dulu gue udah belajar begitu. “Lho kan pembelajaran itu dua arah?” Makna pembelajaran memang harus dua arah tapi kita sering mengambinghitamkan “dua arah” untuk tidak belajar. Kalau ga ada guru, ga belajar. Kalau ga ada yang menjelaskan, ga belajar. Kalau ga ada interaksi, ga belajar. Berbagai bahan buat belajar itu saat ini bejibun di sekeliling kita. Tinggal mau atau tidak. Butuh interaksi? Bisa datangin desa, naik angkot ngobrol dengan supir angkot, silaturahmi dengan dosen atau guru sambil diskusi santai. Belajar jangan diribetkan dan dimumetkan soal teknis. Sarana itu ada. Bahan bacaan itu tersedia. Wadah ilmu itu banyak. Tinggal kitanya, mau atau tidak. Semua itu tersedia. Elu tinggal milih mau belajar apa. Tinggal susun stratgei belajaranya dan seriuskan. Sesederhana itu. Lagi, mau atau tidak? Segala hal yang disekeliling kita itu adalah ilmu. Manfaatkan itu sebaik-baiknya. Kalau masih banyak kalimat sanggahan, ini yang jadi masalah pendidikan sebenarnya. Masalah pendidikan dari ujung A ke ujung B hanyalah 1. Bukan sarana. Bukan fasilitas. Bukan kurikulum. Bukan kebijakan. Masalah pendidikan yang urgensi adalah “gairah buat belajar” Kalau orang sudah ada gairah buat belajar, maka dia tidak akan mempermasalahkan soal teknis. Selagi masih bisa bernafas, dia akan tetap belajar. Di islam misalnya para imam-imam kita dahulu, apa dimanjakan soal fasilitas? Tidak. Jauh? Mereka jalan kaki berhari-hari. Susah mengingat? Catat di pelepah kurma. Ada kabar sumber ilmu di negeri sebrang? Pindah tempat dan berguru di negeri tersebut. Okelah kalau kita merasa membandingkan dengan para imam itu terlalu jauh, tapi minimal ada gairah ilmu itu untuk perubahan. Seminimal-minimalnya perubahan buat dirinya sendiri. Seriusi ilmu yang dipelajari dan belajar dengan fokus. Lelah? Pasti. Ngantuk berat? Tentu. Kalau tidak siap dengan lelahnya belajar, ya harus siap dengan pahitnya kebodohan. Ini juga berlaku buat para gurunya. Belajar metode kreatif. Amalkan juga ilmu yang diajarkan. Jangan jadi batu asah, menajamkan siswa tapi dirinya tetap tumpul. Mau belajar onlen kek, tradisional kek atau apalah itu namanya, miliki dulu “gairah dan haus akan ilmu” Kalau masih beralasan sibuk, sudah punya anak, banyak kegiatan atau apalah, ya berarti ga serius. Ingat, belajar itu bukan hanya buka buku dan baca. Lagi di perjalanan, pasang headset dan buka kajian. Sedang bersama orang hebat, selipkan obrolan dan wawancara buat curi ilmunya. Lagi di grab, ajak obrol supirnya tentang pengalaman hidup yang bisa dipetik. Ilmu itu bisa dimanapun. Kuncinya, kita mau, kita serius dan kita resapkan dalam hidup.
DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post