Dede Heri Pramono

Hanya seorang pembelajar menulis. Sangat berambisi untuk tidak memiliki ambisi. Jika ada yang manfaat dari tulisan yang diposting, ambilah. Jika tidak ada yang ...

Selengkapnya
Navigasi Web

SETELAH SATU ADALAH DUA

Masihkah tersimpan jelas dalam ingatanmu? Dengan sebuah peribahasa Bagai udang di balik batu dan hampir semua otak mengartikannya dengan arti Ada keinginan yang disembunyikan. Apa kau juga setuju dengan arti dari peribahasa tersebut? Seandainya tidak, berarti kau harus setuju dengan Ai yang sedang mengharapkan kematian dari kekasihnya. Ai yang kini hanya berteman sepi dan ditakuti oleh anak-anak. Tak sedikit pula orang mengusirnya dari tempat bermainnya. Dinginnya malam dan kesepian menjadi pembalut hidupnya. Tak bisa lagi menyapa orang-orang yang dilihatnya.

Peribahasa bagai udang di balik batu tak lagi ada artinya bagi Ai. Bagi Ai yang berlaku hanyalah bagai batu di balik udang, Dia tak neko-neko perihal keinganannya. Tak lagi dia sembunyikan keingannya itu. Dia ingin memeluk kekasihnya, ingin bercerita banyak hal pada kekasihnya atau bahkan bersanding dengan kekasihnya. Rasanya tak mungkin itu terjadi.

Malam ini cahaya bulan begitu menerangi indahnya malam ini. Cahayanya yang menusuk ke kulit-kulit manusia namun tak sekejam cahaya matahari meskipun ini juga pantulannya. Indah bagi orang lain tapi tidak bagi Ai. Kegelapanlah yang kini disukai oleh Ai.

Dari sudut pohon taman, Ai berdiam diri. Dia memerhatikan orang-orang yang sedang melintasi taman tersebut. Tak heran banyak banyak orang yang masih lewat di malam ini. Mengingat sekarang adalah malam minggu. Malam yang indah bagi para remaja yang bermadu cinta dan seolah lupa urusan sekolahnya. Ai hanya bisa meneteskan air mata karena dia juga pernah melakukan hal yang sama dengan Herdi kekasihnya. Apalagi dia dulu sering mengunjungi taman ini bersama Herdi yang memang berada di pusat kota. Dia masih teringat saat itu Herdi yang berjanji akan menikahinya.

“Kamu itu bodoh sayang” tanya Herdi “Bodoh? Kalau memang bodoh kenapa kau mau sama aku?” tanya Ai dengan cemburut dan sambil memalingkan muka. “Tapi aku sayang” Herdi sambil memeluk. “Boleh ga aku ga nikahin kamu?” tanya Herdi sekali lagi sambil mengeratkan pelukannya. “Ihh kok tanyanya gitu” “Memang kenapa?” “Katanya sayang. Kok ga mau nikahin?’’ “Aku ga nikahin kamu sekarang” “Tapi kapan?” tanya Ai “Nanti kalau hidung kamu sudah tak pesek he he he” “ Ihhh bilangin mamah nih” Ai sambil melepaskan dari pelukan Herdi “Kapan mau bilanginnya? “Malah nantangin kamu mah” “Justru aku sayang kamu karena pesek kamu tahu he he he” Herdi kembali memeluk “Dan aku berjanji setalah lulus kuliah ini akan aku sgera halalkanmu” janji Herdi

Ingatan akan kenangan Herdi masih tersusun rapih dalam benak Ai. “Dimana sekarang kamu Herdi? Dimana? Dimana? Dimana? Tak inginkah kau segera mati dan bertemu aku? Ayolah mati bunuh diri mas. Ayolah!” Ai hanya bergumam dalam hatinya. Bagaimana Ai tak bisa mengingat akan sosok Herdi di taman ini.

Setiap pulang kuliah dulu, Ai selalu bersama Herdi bermain di taman ini. Ada kalanya Ai bolos kuliah sekadar ingin bertemu Herdi karena Herdi beda jadwal dan juga berbeda kampus dengan Ai.

“Hey” sapa Ai “Kamu? Bukannya sekarang jam kuliah yah?” tanya Herdi “Jangan ada ceritanya jam kuliah menganggu rasa kangenku ke kamu” “Tapi kan? “Tapi apa? Kamunya nyebelin” Ai memotong “Aku? Aku nyebelin kenapa?” “Buat orang kangen disaat yang tidak tepat” Ai langsung memeluk. “Hey kamu ini. Ngga enak pelukan di depan gerbang kampus. Kau tak lihat banyak anak-anak” Herdi melepas pelukan. “Ya sudah ayo kita pergi” pinta Ai “Pergi? Mau kemana?” “Ke taman saja” “Iya iya ayo”

Entah mengapa setiap ada sepasang remaja yang sedang lewat melintasi taman ini, ingatan Ai semakin menjadi-jadi kepada sosok Herdi. Malam pun semakin mencekam dan lambat laun suara langkah kaki dari para insan yang lewat mulai jarang. Maklum, sang purnama seolah memberikan pesan sudah waktunya beristirahat. Ai hanya bisa mengenang dan mengenang saja.

Setelah beberapa menit tak ada lagi orang yang melintasi taman tersebut, Ai memutuskan untuk pergi saja. Jangan pernah kau tanya ia pergi kemana. Bukan lagi dari rumah ke rumah melainkan dari pohon ke pohon. Bukan sembarang pohon yang ia kunjungi. Tapi pohon yang susananya gelap dan tidak ada orang yang mengusiknyalah yang sekarang menjadi tempat kunjungannya.

Ketika dia hendak pergi, ia mendengar suara langkah kaki yang semakin jelas suaranya. Ai menolehkan mukanya dan memang dari kejauhan ada seseorang yang sedang menuju ke taman ini. Dia memerhatikan dari sudut pohon taman. Bayangan langkah kaki itu semakin menjelas. Dan sepertinya suara langkah kaki tersebut hanya seorang diri. “Mau apa dia malam-malam begini hanya seorang diri?” gumam Ai dalam hati.

Langkah kakinya semakin mendekat. Malahan terlihat langkah kaki tersebut sedang menuju kursi teman yang terletak di sebelah kanan sudut pohon tempat Ai berdiam diri. Ai mulai memerhatikan dan sepertinya bayangan tersebut adalah sesosok perempuan. Tapi mau apa dia malam-malam ke sini? Ai memerhatikan dengan saksama. Dan memang benar, langkah kaki tersebut adalah dari sosok perempuan.

Semakin dekat langkah kakinya, semakin jelas pula rupa dari perempuan tersebut. Namun ada sedikit keganjalan bagi Ai. Rupanya perempuan tersebut sambil diiringi dengan derai air mata di pipinya. Bahkan terdengar suara tangisan pula.

Tepat sekali! Perempuan tersebut sambil menangis dan duduk di kursi taman. Ai mulai memerhatikan. Ada apa gerangan? Ingin rasanya Ai bertanya kepadanya. Namun itu akan terasa percuma.

“Kamu tega Mas! Kamu tega! Lebih baik aku mati saja! Kau tak tanggung jawab dengan janin ini” teriakan perempuan tersebut sambil menadahkan pisau.

Ai terlihat kaget. Apa jangan-jangan dia hendak bunuh diri? Jika memang benar, Ai ingin mencegahnya. Tetapi Ai tak bisa berbuat apa-apa. Perempuan tersebut tak lagi bisa mendengar suara Ai.

“Kamu jahat mas! Argh!!!!” perempuan tersebut menusuk perutnya.

Akhirnya perempuan tersebut terkapar dan sudah tak lagi bernyawa. Tak ada orang yang mendengar teriakan tersebut. Mengingat suasana sudah teramat larut. “Mengapa kau lakukan hal tersebut?” tanya Ai “Kamu? Kamu siapa?” “Jangan takut. Sekarang kita sama” ujar Ai “Itu aku?” perempuan tersebut menunjuk tubuhnya yang tergeletak berlumuran darah di perutnya. “Iya. Kamu telah membunuh dirimu sendiri” “Jadi aku sekarang sudah meninggal?” “Kalau belum, kau tak mungkin bisa melihat aku” sahut Ai “Kau siapa?” tanya perempuan itu. “Aku Ai. Kamu siapa?” tanya balik dari Ai. “Aku Mirna. Salam kenal” jawab Mirna “Oh Mirna salam kenal juga. Pertanyaanku belum kau jawab” “Aku bunuh diri karena ulah kekasihku” jawab Mirna sambil menangis. “Mengapa kekasihmu?” “Dia tak bertanggungjawab atas kehamilanku yang baru berumur dua minggu ini” “Sudahlah jangan menangis. Semua tak ada artinya lagi. Berharap Saja yang terbaik untuk kekasimu itu” “Kamu sendiri bagaimana?” tanya Mirna.

Ai tiba-tiba terdiam sejenak ketika ditanya perihal kematiannya. Dia masih terbayang betapa penyakit paru-parunyalah yang telah menghentikan hidupnya. Betapa dia juga merasa sedih karena tak bisa menikah dengan Herdi, kekasih yang dia cintainya.

“Aku meninggal karena penyakitku dan aku berharap kekasihku segera mati” “Mengapa kau berharap demikian?” tanya Mirna. “Aku ingin memeluknya, ingin bersamanya meskipun harus beda dunia” “Maafkan aku Ai. Aku tak bermaksud membuat kau bersedih begitu. Lebih baik kita lupakan saja masalah dunia kita. Kau percaya kan? Bahwa setelah satu adalah dua? Setelah kehidupan adalah kematian? Biarkan kekasih kita menjalani hidupnya kini” “Terimakasih Mirna. Mari kita pergi”

Dan tak jauh dari pohon tersebut terdengar teriakan bapak-bapak yang melihat sosok mayat di kursi taman. “Tolong..tolong ada mayat…ada mayat”

Sontak teriakan bapak tersebut mengundang kerumunan orang sekitar. Dan seketika orang-orang datang mendatangi mayat Mirna, Mirna dan Ai pun pergi meninggalkan taman tersebut.

Karena setelah satu adalah dua begitu juga setelah kehidupan adalah kematian - Mirna

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Mantap Pak ceritanya

20 Jun
Balas

Terimakasih Bu Apresiasinya.

20 Jun

Mantap Pak ceritanya

20 Jun
Balas



search

New Post