Dede Nuraida

Dede Nuraida, S.Ag lahir di Tasikmalaya 25 September 1975. Menempuh Pendidikan di SD Mitra Batik 1988, SMP N 5 Tasikmalaya 1990, SMA N 2 Kota Tasikmalaya ...

Selengkapnya
Navigasi Web

Sang Prabu (18)

#tantanganmenulis60hariGurusiana

Tantangan hari ke-48

Keduanya saling berhadapan, Sang Prabu demgan hulu kujangnya yang bersimbah darah menatap Gajah mada dengan tajam. Mahapatih yang telah berikrar dengan Amukti Palapanya membalas tatapan Prabu Linggabuana dengan tak kalah sengit. Suasana yang terlanjur tak terkendali, banyak prajurit Majapahit yang gugur, apalagi pasukan Kerajaan Sunda yang tidak tersisa membuat Gajah mada merasa serba salah. Hingga dirinya pun menghela nafas dan berkata :

"Ayolah Sang Prabu, tak usah kita teruskan pertumpahan darah ini. Ikutlah denganku ke Istana Wilwatikta, Maharaja sudah menantikan Calon permaisurinya.

"Harusnya Hayam Wuruk sendiri yang datang kesini." Prabu Linggabuana tidak bergeming

"Sudahlah sang prabu, yang penting pernikahan akan tetap terlaksana." Bujuk Gajahmada

"PERNIKAHAN INI TIDAK AKAN PERNAH TERJADI !!!. " Suara Sang Prabu terdengar sangat keras. Menumpahkan amarah atas pembantaian pasukannya. Kekuatan yang tidak seimbang, karena mereka datang untuk silaturahmi bukan untuk berperang tetapi karena penghianatan Gajah mada, niat suci itu ternodai dengan darah-darah pahlawan prajuritnya demi membela kehormatan junjungan dan kedaulatan Kerajaan Sunda.

"Mengapa engkau memutuskan begitu? Bukankah kalian datang kesini untuk mwngantarkan sang putri kepada raja kami?" Gajah mada pura-pura heran menutupi rasa bersalahnya.

"Dengar Gajah Mada…., kami sudah melanggar adat yang lazim di tanah Sunda dengan bersedia membawa Putriku datang ke Majapahit, dan sekarang setelah Maharaja Prabu Hayam Wuruk mengingkari janjinya sendiri yang tertulis dilontar untuk menjemput rombongan kami di Lapangan Bubat, lalu pengkianatan Ki Patih sendiri yang meminta kami menyerahkan Putriku Dyah pitaloka Citraresmi sebagai upeti, serta kemudian setelah semua ksatria Sunda gugur sebagai pahlawan……., lalu dimana nurani kami sebagai raja kalau lantas menerima ajakan Ki Patih menuju Majapahit….???

Bukankah aku lebih nista dari pengecut yang paling hina…..!!!

Prabu Linggabuana berseru dalam amarahnya

"Lantas apa yang baginda inginkan?" Kata Gajahmada yang mulai terpacu amarahnya mendengar kata-kata Sang Prabu yang menyudutkannya.

"Kita selesaikan masalah ini dengan ksatria, antara Kau dan Aku." Kata-kata penuh tekanan itu dilontarkan Sang Prabu.

Ah…., kita sudah sama-sama tua Baginda Prabu….!,

Bukankah lebih baik kita melupakan semua yang pernah terjadi ?, lalu memulai kehidupan baru…, saling berdampingan dengan damai antara Negeri Majapahit dengan Negeri Sunda…!!! Gajahmada masih berusaha berdiplomasi dengan Prabu Linggabuana

”Setelah semua penghinaan dan pembantaian ini….????, tidak Ki Mahapatih…., tak usah lagi mengumbar kata-kata manis berbisa, semua ksatria kami telah menumpahkan darahnya demi kehormatan Negeri kami dan aku sangat bangga karenanya…..!!!” Prabu Linggabuana yang pada dasarnya memiliki kelembutan hati dan selalu menerima tawaran perdamaian dari siapapun kali ini telah meneguhkan perasaannya untuk meneruskan perjuangan para ksatrianya. Tak ada jalan lain mereka harus bertarung menuntaskan penghianatan dan penghinaan ini

"Baiklah, apa boleh buat," kata Gajahmada dalam benaknya. Dan ia pun langsung memasang kuda-kuda untuk melawan Prabu Linggabuana yang sudah siap dengan Kujangnya yang berlubang tujuh dan bermatakan berlian yang bilahnya sudah bersimbah darah.

Pertarungan keduanya tidak terelakkan. Situasi itu sebenarnya membuat Gajah mada serba salah tetapi apa daya nasi sudah menjadi bubur, maka ia pun mengeluarkan segenap kemampuannya untuk melawan Prabu Linggabuana yang sudah mulai kelelahan karena telah duluan bertempur melawan pasukan Majapahit.

Pertarungan terjadi dengan sengit hingga ahirnya dalam kelelahan Prabu Linggabuana, Gajahmada menghunuskan senjatanya tepat diulu hati Sang Prabu.

Prabu Linggabuanapun gugur sebagai ksatria yang membela kehormatan diri dan kerajaannya dari tangan orang yang tamak akan kekuasaan tanpa peduli apapun selain kepentingan pribadinya

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Sang Prabu berakhir menjalankan perannya di dunia ini dengan cara terhormat. Beliau gugur membela kehormatan. Cerita yang amat menarik dan karena banyak versi, jadi penasaran nih dengan lanjutannya.

27 Mar
Balas

Aku juga greget mbuku, pengen cepet selesai... tapi diawet2 tantangannya masih lama ini

28 Mar

Waah, dari cerita ibu ini, saya berusaha mencari pesannya apa nih utk kita,..dan ternyata banyak sekali pesan moral yg bagus...cerita yg mengharu..salam bu

28 Mar
Balas

Terima kasih pa eko apresiasinya, salam sukses untuk bapa

28 Mar

Maa Syaa Alloh Cerita yang full Uswah, analoginya cantik. Kita sangat..sangat rindu pemimpin yang pro rakyatDuh, cerita Bude dosis tinggi bikin penasaranSukses selaluBarokallohu

29 Mar
Balas



search

New Post