Sang Prabu (32)
#TantanganmenulisGurusian
Tantangan hari ke-69
Hanya 10 menit? Mereka berdua hanya melongo
“Eeeh sudah, kenapa kalian pada bengong, hayu ke masjid, sudah adzan nih.!!” Kata mang Mamad sambil menarik tangan Angkasa. Takiya kemudian mengikuti dibelakang
Sholat Ashar dilaksanakan berjama’ah, Angkasa tidak begitu khusu mengikutinya. Pikirannya tidak tenang karena tidak mengerti dengan apa yang terjadi.
Selesai berjamaah mereka bertiga terlihat duduk berkeliling di teras masjid sebelah timur, tempat teduh karena matahari sudah terhalangi oleh bangunan gedung. Cuaca sejuk dan terlihat normal, orang-orang banyak terlihat dimesjid dan bebapa sudah pulang menuju rumah masing-masing. Banyak yang ingin Takiya dan Angkasa tanyakan pada lelaki separuh baya itu.
Mang Mamad terlihat tenang, sambil tersenyum ia berkata
“jadi kalian sudah melihat semuanya kan?”
“belum mang, masih ada yang tidak kumengerti.” Kata Takiya
“Jadi mang Mamad ini maha patih Gajah mada?” Tanya Angkasa langsung pada pokok permasalahan
“hahahaha…” tawa Mang Mamad menggema, orang-orang banyak yang melirik kearah mereka.
“Mang… jawab dong, jangan hanya tertawa.” Kata Angkasa sambil mengguncang tangan Mang Mamad
Tiba-tiba Mang mamad menghentikan tawanya, ia melihat pada kejauhan, menerawang. Lama ia termenung, terlihat disudut matanya ada Kristal bening menggenang. Hampir saja terjatuh kalau tidak segera diusap dengan punggung tangannya.
“beribu purnama telah mamang lewati, tidak lain dan tidak bukan hanya memohon pengampunan dan penebusan rasa dan sikap yang salah ini.” Katanya sambil memandang Takiya dengan lekat.
“pertama kali mamang melihat eneng, ada sesuatu yang berbeda, yang mamang rasakan.” Katanya lebih lanjut
“kenapa dengan saya mang,” Tanya Takiya agak bergetar, dengan ucapan seperti itu mang mamad secara tidak langsung telah mengakui bahwa ia adalah sang Maha Patih Gajah Mada yang dalam sejarahnya tidak ditemukan kuburan maupun sejarah kehidupannya. Sejarahnya terputus hingga peperangan Bubat yang menewaskan Sang Prabu Linggabuana dan Putri Dyah Pitaloka dari Kerajaan Sunda. Ternyata seperti inilah, Sang Maha Patih belum mengahiri kisah kehidupannya di dunia, karena ia telah bersumpah untuk tetap berada disamping sang putri sampai ia mendapat pengampunan dari sang putri.
“mamang melihat kebeningan hati dan kepedulian seorang gadis sunda, apakah eneng mempunyai terah galuh? “ Tanya Mang Mamad pada Takiya
“tidak juga sih, mang.” Ibuku adik mamanya Angkasa, sedang ayah berasal dari bogor.” Kata Takiya.
“hmmmm…ya..ya.., mamang melihat memang dari ayahmulah terah galuh mengalir.” Katanya sambil meanggut-manggut dengan mata terpejam
“lho kok bisa mang, galuh kan disini, di kawali, Ciamis.” Kata Angkasa ikut menimpali
“iya, ketika Prabu Niskala Wastu kencana digantikan oleh prabu Siliwangi 2, pusat kerajaan Sunda Galuh, pindah ke Pakuan, dan lebih dikenal dengan kerajaan Pajajaran. Pajajaran itu adalah kerajaan sunda yang tadinya berasal dari Kawali. Dan pada masa pemerintahan Sri Baduga Maharaja Kerajaan Sunda besar dan dikenal.
“dan mamang mengalami masa itu?” angkasa bersemangat
“Ya… mamang mengalami masa-masa itu hingga datang penjajah Portugis, Belanda, Jepang kemudian Indonesia merdeka, hingga sekarang, Mamang merasakannya. Tapi ini mamang terima sebagai suatu hukuman, tolong bebaskan penderitaan mamang, Neng Takiya. “ katanya dengan mata memandang penuh harap
Takiya dan Angkasa saling berpandangan.
“bagaimana caranya Mang?” Takiya bingung
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Benarlah, Mamang Gajahmada masih berkelana menyusuri waktu demi mendapat pengampunan dari Sang Putri. Akankah Takiya memenuhi harapannya?
Takiya sendiri masih bingung mbuku, bagaimana cara menolongnya