Dede Nuraida

Dede Nuraida, S.Ag lahir di Tasikmalaya 25 September 1975. Menempuh Pendidikan di SD Mitra Batik 1988, SMP N 5 Tasikmalaya 1990, SMA N 2 Kota Tasikmalaya ...

Selengkapnya
Navigasi Web

Sang Prabu (34)

#TantanganmenulisGurusiana

Tantangan hari ke-72

Malam itu Takiya tidak bisa tidur, pikirannya terus melayang pada kejadian tadi dan ia bingung dengan permintaan sang Maha patih yang begitu yakin bahwa dirinya bisa menolongnya.

Mamanya masuk kekamar Takiya, begitu ia melihat lampu kamarnya masih menyala.

“kamu belum tidur, nak?” Tanyanya lembut, sambil menghampiri dan duduk dipinggir ranjang

“Takiya bingung ma..”Jawab Takiya

“tadi Angkasa sudah cerita lho…”katanya sambil tersenyum

“terus.. mama percaya gak dengan kejadian itu?” Tanya Takiya, berdebar. Takut mamanya khawatir dan kaget.

“nak, ketika kita berniat menolong seseorang tidak usah dipikirkan bagaimana caranya. Karen hanya akan mebuat perilakumu itu seperti direkayasa. Lakukan dengan hati. Sehingga apapun yang kamu lakukan akan spontan, dan insya alloh ketika kita berniat untuk melakukan kebaikan Alloh pasti akan membukakan jalannya. Hanya saja apakah akan kita ambil jalan itu atau tidak.” Kata mamanya panjang lebar. Mama Takiya seorang yang berhati lembut dan ringan tangan. Ia selalu membantu orang yang kesusahan dan anehnya selalu saja ada yang bisa ia tolong. Seperti sekarang dirumahnya selain Abdan sebagai saudara kandung, mamanya mengadopsi seorang bayi yang di buang oleh orang tuanya di rumah seorang bidan, dan bidan itukemudian memberikan kepada mamanya Takiya, mamanya menerima dengan senang hari dan merawatnya dari bayi merah baru beberapa jam setelah dilahirkan. Mereka menyayanginya seperti anak sendiri. Kemudian seorang keponakan dari ayahnya, tinggal disana. Sejak SMP hingga kuliah dan menikah. Pesta pernikahan dilangsungkan dirumah Takiya seolah menikahkan anak sendiri. Mamanya mempunyai 5 orang anak asuh, yang tidak tinggal disana, ada yang dipesantren, ada yang sekolah tapi masih tinggal bersama ibunya. Biasanya mereka anak-anak yatim yang tidak mampu. Dan mamanya bila mengetahuinya akan berusaha untuk membantunya.

Bila masak dirumah, mamanya selalu banyak, karena banyak yang makan dirumahnya. Bukan hanya kelaurga tetapi jamaah yang ada dimesjid, petani yang lewat saja suka ditawari makan, karena memang dapur rumahnya terbuka kebelakang, menghadapi sawah, pematang dan bukit kecil dibelakang samping kolam ikan mereka.

Takiya mewarisi kepedulian dan kelembutan hati dari ibunya. Hingga kadang Takiya suka mendapat masalah karena kepeduliannya itu. Seperti kehabisan uang jajan hingga ia bisa sampai jalan kaki pulang sekolah, atau adakalanya temannya memanfaatkan kebaikannya dengan memberikan tugas lebih banyak bagi dirinya. Tapi anehnya Takiya tidak pernah kecewa atau marah dengan tingkah teman-temannya itu. Takiya hanya berpegang pada kata-kata ibunya, berbuat baiklah dan lupakan. Jangan prnah ada pamrih, jangan berharap imbalan walaupun hanya kata terima kasih. Dia merasa tertolong dan berterimak asih atau tidak itu bukan urusan kita. Tugas kita adalah menjadi orang yang bermanfaat bagi orang lain. Kata-kata mamanya selalu terngiang ditelinganya. Hingga ekstrimnya Takiya dimanfaatkan ia tidak marah, hanya kakaknya yang suka tidak habis pikir, kok ada manusia yang memanfaatkan kebaikan orang. Dan Abdan akan datang melindunginya. Tapi apa kata Takiya, gak apa-apa kok aku dimanfaatkan, itu berarti aku bermanfaat buat dia. Katanya sambil tersenyum. Luar biasa memang Takiya. Seorang gadis lembut hati yang tulus hingga tidak salah keluhuran budinya sampai bisa dilihat oleh sang Maha patih yang sudah ratusan tahun melihat tingak laku kehidupan manusia. Segala tingkah laku dan sifat manusia mungkin sudah dia amati selama itu, hingga aura kebaikan dan keangkaraan mungkin sudah dapat ia baca, dengan mata hati dan mata bathin yang terasah dalam munajat, semedi dan Dzikir permohonan ampunan pada sang Pencipta. Tapi… ada satu yang mengganjal dalam dirinya. Dosa haqqul Adami yang di pikulnya, kesalahanya telah mendzalimi orang lain sedang orang yang di dzaliminya tidak memberi maaf. Dosa itu tidak akan terhapus. Selama orang yang didzalimi tidak memberi maaf, dan Alloh tidak akan memberikan ampunan terhadap dosa haqqul adami. Itulah beban yang ditanggung oleh sang maha patih hingga kini, ia terus menanggung beban dan terkena sumpahnya untuk terus berada disamping sang putri sampai sang putri memaafkan dirinya.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Mengambil pelajaran yang berharga mengenai ketulusan.

21 Apr
Balas

Sedang Sang Putri yang dizalimi Kang Mamad sudah tak bisa lagi berkata apalagi memaafkan. Mudah-mudahan Takiya benar titisan Sang Putri sehingga bisa menenangkan jiwa Mang Mamad. Keren ceritanya, Bunde!

20 Apr
Balas

Maa Syaa Alloh Karya yang Ibrohnya WOWSukses selalu Sang PrabunyaBarokallohu

21 Apr
Balas



search

New Post