DEDI BAMBANG SUJANA

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web
KARAKTERISTIK LEMBAGA PENDIDIKAN YANG EFEKTIFF

KARAKTERISTIK LEMBAGA PENDIDIKAN YANG EFEKTIFF

Para peneliti pendidikan mengakui bahwa sekolah yang efektif secara alami memiliki wajah yang beragam. Uline et al (1998), misalnya, mengkategorikan kegiatan sekolah yang efektif menjadi dua dimensi kegiatan yang bersifat ekspresif dan kegiatan yang bersifat instrumental.

Kegiatan yang bersifat ekspresif mencakup kepercayaan (trust) dan hubungan yang baik (healthy relationships) di dalam komunitas sekolah. Kepercayaan merupakan pondasi sekolah yang efektif. Kepercayaan juga penting bagi sebuah kerjasama dan komunikasi yang efektif dan merupakan basis hubungan yang produktif. Kegiatan yang bersifat instrumental mencakup suasana yang berkaitan dengan proses belajar-mengajar, seperti komitmen guru dan kemudahannya untuk dihubungi baik oleh siswa atau sesama personel sekolah.

Creemers dan Reezigt (1996) mengidentifikasi tujuh faktor sekolah yang efektif; (1) lingkungan sekolah yang teratur, (2) kesepakatan dan kerjasama sesama guru, (3) berkonsentrasi kepada kemampuan dasar (basic skill) dan waktu yang dibutuhkan untuk belajar, (4) pemantauan terhadap kemajuan siswa (evaluasi), (5) administrasi dan kepemimpinan sekolah, (6) kebijakan yang melibatkan orang tua, dan (7) harapan (ekspektasi) yang tinggi. Creemers (1996) menemukan bahwa sekolah yang efektif berbeda dengan sekolah yang tidak efektif dalam hal berikut; sekolah yang efektif menggunakan waktu dalam belajar secara lebih maksimal, memberikan materi yang terbaru, mendorong siswa untuk praktek secara mandiri, memiliki ekspektasi yang tinggi, menggunakan penguatan (reinforcement) yang positif, sedikitnya gangguan, disiplin yang ketat, suasana yang bersahabat, eksibisi karya siswa, dan kondisi fisik serta tata ruang kelas. Tidak jauh berbeda Reynolds dan Teddlie (2000) dalam studi mereka menemukan Sembilan karakter sekolah yang efektif; (1) kepemimpinan sekolah yang efektif, (2) guru dan proses pengajaran yang efektif, (3) terfokus dalam belajar, (4) menciptakan budaya (culture) sekolah yang positif, (5) ekspektasi yang tinggi terhadap prestasi dan tingkah laku, (6) menekankan tanggungjawab dan hak siswa, (7) memonitor perkembangan dalam semua jenjang kelas, (8) pengembangan keahlian seluruh tenaga kependidikan, dan (9) melibatkan orang tua.

Dalam studi kasusnya tentang lingkungan belajar di Pondok Pesantren, Jamaludin (2000) menemukan elemen lingkungan belajar yang tidak jauh berbeda, terdapat 14 faktor yang mempengaruhi prestasi belajar santri di pondok pesantren. Faktor-faktor tersebut dapat didapatkan menjadi 8, yaitu: (1) penekanan terhadap belajar; (2) kondisi fisik pesantren, (3) otonomi santri; (4) belajar bersama (cooperative learning); (5) ekspektasi belajar; (6) perhatian dan ekspektasi guru; (7) komunikasi antara guru dan orang tua; dan (8) penghargaan dan kepercayaan yang diberikan oleh guru.

Setiap lembaga pendidikan, sebagaimana setiap individu dalam sebuah lembaga pendidikan, berbeda satu sama lain. Seperti layaknya manusia, sebuah madrasah atau sekolah memiliki getaran dan jiwa sendiri; masing-masing mengekpresikan rasa tersendiri yang penting dan berbeda satu sama lainnya. Getaran tersebut berasal dari hubungan interpersonal dalam lingkungan sekolah yang pada gilirannya menciptakan kultur atau budaya sebuah lembaga pendidik.

Studi tentang sekolah yang efektif membuktikan bahwa kultur atau budaya sekolah secara fundamental sangat menentukan kualitas sebuah sistim pendidikan. Seseorang bertanya: Mengapa kultur, dan bukannya struktur? Hal ini karena kultur merupakan jiwa (spirit) sebuah sekolah yang memberi makna terhadap setiap kegiatan kependidikan sekolah tersebut, dan menjadi jembatan antara aktivitas dan hasilnya.

Sebagai sebuah institusi yang terus belajar (learning organizations), sekolah seharusnya membangun pengetahuan, skill, dan budaya pencarian yang tiada henti (constant inquiry) dalam lingkungannya. Dalam masyarakat yang terus belajar, para kepala sekolah, guru, siswa, orang tua, dan anggota masyarakat bertindak sebagai pelajar.

Jika sekolah berkeinginan untuk berinovasi dan mengembangkan performanya, maka ia seharusnya menjadi sebuah masyarakat belajar yang efektif. Seluruh komponen sekolah seharusnya secara bersama belajar bagaimana melaksanakan sesuatu secara berbeda melalui proses disain dan disain ulang berkali-kali. Mereka menemukan bahwa organisasi yang mampu meningkatkan performa secara kontinyu adalah organisasi yang tak hanya membangun kondisi organisasi berupa keterlibatan yang tinggi, tetapi juga menerapkan proses pengembangan yang terus menerus untuk memperkenalkan pendekatan-pendekatan teknis dan organisasi yang baru. Lebih jauh, dengan membentuk forum kolaboratif, para guru menemukan jalan kerjasama dalam menyampaikan bahan-bahan pengajaran yang pada gilirannya mengarahkan mereka keperubahan selanjutnya dalam penyusunan organisasi dan koordinasi untuk mendukung pendekatan baru dalam proses belajar mengajar.

Bandung Barat, 26 Maret 2017

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Kereeen. Tlsnnya tmbh bagus

26 Mar
Balas

lanjutkan...

26 Mar
Balas



search

New Post