Deep Yudha, Lilis Yuningsih

Lilis Yuningsih, S,Pd., M.M. adalah Koordinator Penggerak GLN Gareulis Jabar untuk kabupaten Indramayu. Guru matematika yang mendapat tugas tambahan sebag...

Selengkapnya
Navigasi Web
Ibuku Inspirasiku

Ibuku Inspirasiku

Tantangan Menulis Hari Ke 13

#TantanganGurusiana

Ibuku seorang pensiunan kepala sekolah dasar, usianya 80 tahun sudah, tidak muda lagi memang. Namun di usianya itu, masih saja beliau disibukkan oleh kegiatan-kegiatan di masyarakat selain pengajian rutin yang beliau ikuti di beberapa majelis ta’lim. Hari-harinya padat oleh agenda yang nampaknya sangat beliau nikmati.

Pernah suatu hari aku menelpon beliau di siang hari, beliau mengangkat telpon dan bicara bisik-bisik kalau beliau sedang rapat di kecamatan. Rupanya beliau menjadi utusan dari kelurahan tempat dimana ibu kami berdomisili. Kami putra-putrinya empat orang bersaudara, adikku nomor tiga laki-laki satu-satunya tentu saja bangga dan besar hati melihat ibu kami sehat dan masih berkegiatan dan bersosialisasi dengan masyarakat disekitar rumah.

Ibu tinggal di Tasik, kampung halaman kami ditemani cucunya, anak dari adik laki-lakiku, dia sekolah di SMP. Sementara kami anak-anaknya berada jauh dari beliau. Aku di Indramayu, adik nomor dua di Bekasi, adik nomor tiga di Jakarta dan bungsu ada di Tasik namun agak jauh dari kediaman ibu kami.

Alhamdulillah kesehatannya baik kecuali sesekali batuk pilek atau alergi kalau makan makanan laut. Aku seringkali meneleponnya dipagi hari usai sholat shubuh karena agak siang sedikit pastilah ibuku sudah sibuk didapur atau ada kegiatan RT dimana HPnya jarang sekali ada ditangannya kecuali saat bepergian keluar rumah.

Ibu kami seorang yang sederhana, tegar dan pekerja keras. Walau ayah kami seorang pejabat, namun ibu tidak pernah mengandalkan jabatan ayahku dalam bersosialisasi dengan masyarakat disekitar. Terakhir ayah, ibuku, pada masa-masa dinasnya berada di Indramayu selama 11 tahun, Alhamdulillah tahun 1991, saatnya ayahku pensiun kemudian ibupun mengambil masa pensiun muda. Rencana keduanya, akan pulang kembali ke Tasikmalaya.

Di Tasikmalaya orangtuaku sudah menyiapkan rumah mewah alias mepet sawah, rumah lama kami, dijual karena rusak berat akibat terkena musibah Galunggung yang meletus di tahun 1981. Saat itu sekitar setahun setelah ayah kami mendapat tugas di Indramayu. Setelah lima tahun kami di Indramayu rumah di Tasikmalaya semakin rusak dan terpaksa dijual. Ayah kami membeli lahan yang cukup luas di daerah pinggiran. Ketika kami membangun rumah disitu, masih banyak sawah dan kolam ikan milik masyarakat disekeliling rumah kami. Pemandangannya menghadap kearah gunung Syawal membuat kami betah, dengan lingkungan masyarakat yang ramah dan masih saling peduli.

Membangun rumah saat itu butuh waktu lama bertahap karena seadanya uang dan seadanya bahan. Akan tetapi banyak juga bahan bangunan rumah yang sudah disiapkan ayah kami, lama sebelum ayah kami membeli lahan. Seperti tiang-tiang yang terbuat dari pohon kelapa yang direndam sekian lama dikolam. Konon katanya agar kayunya menjadi kuat dan tahan rayap, bahan-bahan tersebut dipernis sehingga kesannya punya warna yang alami.

Setelah SK pensiun ibu turun duluan, karena pensiun dini, maksudnya agar bisa mendampingi ayah yang memang sudah waktunya pesiun. Ternyata malah ayah diundur masa pensiunnya. Akhirnya ibu pulang duluan ke Tasik dan secara berkala pulang pergi menengok ayah di Indramayu dan menengok rumah yang sedang dalam tahap, finishing di Tasik. Begitulah selama setahun. Sampai akhirnya ayah benar-benar turun SK pensiunnya.

Berada di kampung halaman kembali setelah sebelas tahun dinas di Indramayu, ayah, ibu kami sangat menikmati masa-masa pensiunnya. Ayah kami dinobatkan menjadi RW dan ibu kami jadi aktifis di kelurahan setempat. Kegiatannya mulai dari mengurus posyandu, berkebun tanaman obat keluarga dengan diikutkan ke pelatihan-pelatihan. Selain itu juga mengurus peternakan ayam potong pribadi. Sampai suatu saat dimana harga pakan ayam melambung cukup tinggi ayah ibu kami terpaksa berhenti mengelola peternakan ayam.

Beberapa kolam ikan disekitar rumah pun dibangun untuk menambah kegiatan dimasa pensiun. Rumah yang dibangun dengan desain sedemikian rupa sehingga menyerupai rumah kuno membuat kami anak-anaknya betah jika pulang kampung saat liburan tiba. Kegiatan memancing ikan di kolam belakang rumah diantaranya menjadi daya tarik tersendiri. Sesekali walikota datang berkunjung untuk ikut memancing, sehingga masyarakat sekeliling agak heran karena rumah pak RW acapkali dikunjungi pak walikota. Mereka tidak tau kalau bapak walikota itu adalah rekan kerja ayahku saat dulu masih berdinas di Tasikmalaya.

Rumah kami pun jadi tempat persinggahan keluarga yang datang dari berbagai kota karena kebetulan letaknya agak di perkotaan dibanding rumah nenek yang masih harus menempuh perjalanan 15 KM untuk ke rumah nenek dari ibuku dan masih 25 KM menuju rumah nenek dari ayah. Ayah kami , walaupun merupakan warga baru di wilayah tempat beliau tinggal setelah pensiun, namun nampaknya berhasil menyesuaikan diri dengan masyarakat sekitar. Keberadaan orang tua kami dijadikan panutan, konon sebelum kedatangan mereka di lingkungan tersebut ada dua kubu masyarakat yang berbeda madhab agama dan seringkali terjadi perang dingin antara keduanya. Namun setelah kedatangan ayah kami yang kemudian sempat membangun mesjid yang letaknya sekitar dua ratus meter didepan rumah kami. Akhirnya bisa mencairkan ketegangan yang ada diantara dua kubu masyarakat tersebut.

Selain menjadi RW yang acapkali menyelenggarakan ataupun mengikuti pengajian, dimasa pensiunnya ayah kami sering juga pergi memancing ke laut bersama teman-teman lamanya. Ibu kami sering keberatan dengan kebiasaan ayah mengikuti kegiatan memancing ini karena mengkhawatirkan kesehatannya. Walau ayah tidak mempunyai riwayat sakit yang berat namun seringkali merasa pusing jadi menurut ibu sebaiknya sudah membatasi diri dalam berkegiatan.

Kalau aku pulang kampung senang sekali melihat ayah ibu yang rukun dan damai serta disegani oleh masyarakat sekitar walau hanya menjabat sebagai seorang RW. Ayahku nampak bangga akan peran ibu di rumah maupun di masyarakat. Saat sedang menjelang pemilihan kepala Negara dimana politik sedang hangat-hangatnya dibicarakan di televisi, ibuku termasuk yang getol mengikuti berita-berita itu. Biasanya sepulang ayah dari masjid sambil menikmamati penganan dan teh hangat, ayah menanyakan berita-berita politik yang ditayangkan televisi saat ayah di masjid tadi. Ibuku menceritakan kembali berita-berita yang beliau lihat tadi pada ayah dengan bersemangat dan ayah menyimaknya dengan serius sambil sesekali adu pendapat. Kata ayahku ibu adalah piar(PR) atau humas keluarga yang bertugas layaknya humas disebuah lembaga yang juga menyampaikan berita-berita dari luar sana. Aku benar-benar iri melihat ayah dan ibu yang benar-benar serasi dan harmonis dalam banyak hal.

Pernah dilain kesempatan aku mendengar dari ibunya bapak, betapa ibuku adalah pejuang keluarga, disaat ekonomi keluarga terpuruk dan morat marit, ibuku ambil bagian membantu dengan mencoba berbisnis. Walaupun orangtua ibuku kaya raya di kampung sana, namun ayahku pantang untuk minta bantuan pada mereka. Di rumah kami, sering ibu mengolah makanan dari oleh-oleh yang dibawa ayah dari turni diluar kota menjadi penganan yang bisa dijual menambah penghasilan keluarga. Perjalanan dinas ayahku ke desa-desa membawa pulang hasil bumi sebagai oleh-oleh dari masyarakat desa yang telah dibinanya sebagai bagian tugas ayahku.

Ibu biasanya mengolah pisang, waluh dan lain-lain, menjadi dodol dan sebagainya. Selain itu, dulu sebelum mendapat tugas ke Indramayu, rumah kami ramai oleh adik dan sodara sepupu ayah maupun ibu. Rumah kami tak ubahnya seperti rumah kost dengan penghuni yang sebagian besar sudah diatas usia remaja karena mereka sekolah di SPG, STM maupun SGO. Bisa dibayangkan bagaimana ibu mengatur keuangan dan belanja untuk mencukupi kebutuhan anggota keluarga yang lumayan banyak ini. Namun kakek, nenek dari ibu maupun ayah seringkali mengirim beras, ikan dan kebutuhan logistik lain sebagai upaya membantu ibu mencukupi kebutuhan keluarga dengan para adik dari ibu dan sepupu ayah dan ibu tersebut.

Pada tahun 2007 ayah kami wafat dalam usia 70 tahun tanpa sakit yang berarti, aku ingat saat itu aku ditelpon oleh adikku dari Tasik agar aku pulang karena ayah sakit. Namun adikku berpesan agar anak-anakku dibawa, akhirnya aku pulang dengan paman, sepupunya ayahku dan aku bawa pula anak-anak. Sedangkan ayahnya anak-anak sudah lebih dulu menghadap ke haribaanNya yaitu tahun 2004.

Sesampainya di Tasik ternyata didepan rumah kami sudah banyak orang yang duduk-duduk di kursi tidak seperti biasanya. Aku langsung curiga dan berlari kedalam rumah, aku mendapatkan ayah kami sudah terbujur kaku. Aku menjerit tak kuasa menahan tangis dan air mata yang membuncah. Aku tidak ingat lagi teori bagaimana sebaiknaya kaum muslimin menghadapi berita kematian orang terdekat. Hanya ibu kami yang kemudian mengingatkan agar aku tidak menangis dan meratap, karena ayah kami meninggal dalam keadaan tenang setelah sholat isya, semoga ayah husnul khotimah.

Aku kagum pada ibuku yang bisa sangat tabah menghadapi musibah ini. Aku utarakan pada ibuku bahwa aku menyesal karena merasa belum bisa membuat ayahku bangga. Namun ibuku bilang bahwa ayahku bangga terhadap anak-anaknya dengan caranya sendiri. Aku ingat setiap aku mau pulang ke Tasik aku sempatkan menelpon dan menanyakan ingin dibawakan apa dari Indramayu. Terakhir aku pulang ayahku pesan ikan laut bakar, walau agak sedikit repot aku bawakan juga ikan bakar kanang. Ayahku menyambutnya dengan senang dan langsung makan dengan lahapnya, rupanya itulah pertemuan terakhir kami.

Setelah ayah kami tiada, ibu dengan sangat tabah menjalani kehidupannya, melanjutkan kegiatan dan tugas-tugas ayah sebagai RW. Kalau aku ingat-ingat dan aku fikir-fikir, Allah Yang Maha Kuasa memang sudah menyiapkan segala sesuatunya bagi semua orang, sebagai daya dukung dalam menghadapi berbagai ujian hidup. Begitupun dengan ibuku, sebagai ketua dharma wanita di intansi tempat ayahku dinas dulu ibu sudah terlatih paling tidak memimpin dharma wanita dari unit yang dipimpinnya. Belum lagi sebagai guru SD yang kemudian menjadi kepala SD sampai pensiun dan dalam masa pensiun dengan ayah dinobatkan sebagai RW, mau tidak mau ibu ikut aktif.

Alhamdulillah ibu nampak bahagia dan sangat menikmati kegiatannya di masyarakat walau di usianya yang sudah delapan puluhtahun. Kebun kami di sekitar rumah yang acapkali panen dari mulai pisang, nangka sampai cabe rawit, Insyaa Alloh tetangga terdekat ibu kami, semua kebagian. Kadang aku bertanya-tanya, bisakah aku seperti ibuku dalam usianya seperti sekarang ini masih sehat dan banyak menebar manfaat bagi masyarakat terdekat di sekelilingnya?. Ibuku memang inspirasiku, semoga aku bisa mengikuti jejaknya. Semoga selalu sehat ya, ibuku sayang.

اللَّهُمَّ اغْفِرْ لِى وَلِوَ الِدَىَّ وَارْ حَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَا نِى صَغِيْرًا

Allahumma fighfirlii wa liwaa lidhayya warham humaa kamaa rabbayaa nii shoghiroon .

Indramayu, 9 Mei 2020.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

sangat inspiratif

09 May
Balas

Terima kasih Pak..

09 May

Semoga orang selalu sehat, Bu. AminSalam

10 May
Balas



search

New Post