Delvia Derita

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web
Pituah Amak

Pituah Amak

Rintik-rintik hujan pagi itu tetap setia membasahi bumi dari semalam. Serakan bekas botol air mineral plastik tampak sudah lelah menampung anugrah air dari langit. Botol tersebut berisi air hujan semalam. Sepertinya orang-orang sudah sangat lelah hingga tak sanggup lagi beberes. Halaman depan rumah juga becek. Jejak-jejak kaki berlumpur menuntun jalan Suci ke dapur. Ada enam ponakan Suci di sana. Ada yang masih terlelap. Ada pula yang sedang menyantap rendang sisa baralek[1] semalam. Mereka sengaja diundang Suci, khusus. Meraka adalah anak dari Uda[2] Suci yang kedua. Mereka sangat dekat. Mungkin karena dulu ayahnya sering membawa mereka ke rumah. Suci sering mengasuh mereka dulu waktu bayi, padahal dulu Suci masih kecil. Ponakannya yang pertama sudah tumbuh besar. Tingginya melebihi tinggi Suci beberapa senti. Mereka kelihatan bukan seperti ponakan dan bibi.

Kemaren di rumah ada pesta. Itulah sebabnya ada rendang di dapur. Rendang daging kering warna coklat menu khas baralek di Minangkabau. Makanan yang jarang dijumpai di dapur rumah Suci selain pesta dan hari-hari besar keagamaan. Semua anggota keluarga senang. Anak-anak kecil mondar mandir ke dapur memantau makanan. Sudah matang atau belum. Jika sudah matang, mereka akan meminta ke ibunya untuk dibungkuskan pakai daun pisang. Kemudian memakannya disela-sela bermain di bawah panggung pengantin. Semua senang, kecuali Amak[3], perasaan haru masih setia menyelimuti hatinya sedari akad pernikahan Suci kemaren. Terlihat jelas dari ekspresi wajahnya yang tak menentu. Senyum ketika menyalami tamu datang, termenung dikala tamu-tamu asyik dengan hidangan. Suci menyaksikan di pelaminan sambil menahan perih kepala. Seakan rambutnya dijambak-jambak suntiang [4]emas yang indah berkilauan. Perih. Tetapi harus ditahan.

[1] Pesta atau kenduri

[2] Saudara laki-laki

[3] Ibu

[4] Pakaian adat khas Minang yang terletak di kepala mempelai wanita

Pagi yang masih dingin, ponakan Suci masih dalam lelapnya. Hari itu Suci masih canggung. Mungkin karena masih baru. Suci takut nanti ada yang bilang cie cie cie. Pasti pipi tembamnya memerah berubah seperti udang rebus. Langsung malu.

Suci dan suaminya sudah memutuskan untuk merantau ke Gorontalo. Sebuah provinsi di pulau Sulawesi yang sama sekali belum pernah ia tapaki. Suci sangat senang. Terlebih ketika mengetahui dari Google bahwa Gorontalo memiliki semboyan Aadati hula-hula’a to Sara’a, Sara’a hula-hula’a to Kuru’ani (Adat bersendikan Syara’, Syara’ bersendikan Al-qur’an). Suci asyik berselancar di dunia maya untuk berkenalan dengan Gorontalo.

Suci balik lagi ke halaman. Memungut sampah yang bertebaran. Dalam heningnya dia bekerja, pikirannya kembali ke Amak.

“Kamu satu-satunya harapan keluarga. Tempat saudaramu basalang tenggang.[1] Amak akan lebih bahagia kalau kamu tetap tinggal di kampung ini. Nanti kalau ada rezeki, buatlah rumah di samping rumah ini. Kita tebang saja pohon sawitnya. Hasil sawit sekarang ini juga tidak seberapa.” Terang Amak dengan suara yang sedikit ditahan.

“Mak, Uci dan Uda asli orang Minang. Kami merantau untuk kembali pulang. Tenang sajalah, Mak. Mungkin dua tahun paling lama. Doakan saja kami di sana. Tidak baik juga Uci di sini, sedangkan Uda jauh di sana.” Jawab Suci meyakinkan Amak.

Sebenarnya Suci sangat menunggu-nunggu hari kepergiannya ke Gorontalo. Selama ini kota yang paling jauh dikunjunginya adalah Jakarta. Walaupun Jakarta adalah ibu kota, Jakarta tidak bisa mewakili nusantara. Meskipun ada Taman Mini Indonesia Indah (TMII) di sana. Diam-diam Suci punya keinginan untuk menjelajahi nusantara. Memandang dan merasakan

[1] Tempat meminta bantu atau harap

langsung keindahan alam Indonesia. Itulah sebabnya ia menerima lamaran Abdul. Seorang pria yang harus bekerja mengelilingi nusantara.

“Ci, kamu sudah bilang ke Abdul, kan kalau kamu ingin menetap di kampung?” Tanya Amak dengan sedikit cemas.

“Sudah, Mak.”

Terus bagaimana?” Tanya Amak dengan cepat.

“Alhamdulillah, Uda paham, Mak. Ternyata beliau juga berkeinginan sama dengan Uci. Uda mungkin nanti akan cari kerja lain. Katanya beliau akan berniaga.”

“Syukurlah kalau begitu. Amak agak sedikit tenang. Tetapi amak agak sedikit khawatir kalian berubah pikiran. Cuma kamu satu-satunya anak amak yang sukses. Bisa menyelesaikan kuliah dan sekarang akan menikah dengan lelaki baik sama seperti dirimu. Kamu jauh beruntung. Jika nanti kamu melihat saudaramu kesusahan, jagan segan bukakan pintu rumahmu dan beri ia makan. Didiklah ponakan-ponakanmu. Sokong sekolahnya. Jangan biarkan mereka tumbuh mengikuti jejak ayahnya. Tidak mau sekolah dan menutuskan untuk jadi supir. Amak harap kamu bisa jadi pemutus generasi keluarga kita yang rusak. “

Amak benar-benar menaruh harapan yang tinggi kepada anak bungsunya. Hal itu membuat hati Suci kadangkala takut kalau dia tidak bisa menjalankan pituah Amak.

“Astaga, Suci!”, Suara Amak sedikit berteriak.

“Biar Tando yang mengerjakannya. Kamu buatkan kopi untuk suamimu!” Suci agak sedikit terkejut mendengar.

Tando merupakan seorang wanita umur 30-an yang memiliki kekurangan akal, tetapi dia tidak segan untuk bantu-bantu. Sengaja Amak menyuruhnya tinggal di rumah beberapa hari. Nanti Amak akan memberinya uang, beberapa kantong rendang dan kain panjang baru.

“Beliau tidak suka kopi, Mak” jawabku sambil berjalan menuju dapur untuk mencuci tangan.

“Teh, kalau begitu!”

“Juga tidak suka, Mak.” Jawab Suci cepat.

“Buatkan Teh Talua[1]!”, Sahut Amak berteriak.

“Ya Allah, malu!” Gegas Suci ke kamar dengan pipi yang merona.

“Elok benar laku suami anakku. Tidak neko-neko. Tidak pula merokok. Semoga mereka hidup bahagia.” Gumam Amak dengan suara kecil.

***

#Sebulanterbitkanbuku

#Sagusabu

#tantanganharipertama

#17/02/2020

[1] The Telur

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post