Denny Boy Roha

Adalah guru dan juga principal di SMA Negeri Jakarta. Alumini IKIP Padang, jurusan Akuntansi. Wakil Ketua MGMP Ekonomi DKI, Intstruktur Kurikulum 13, ...

Selengkapnya
Navigasi Web
Kulamar Engkau di Depan Menara Eifel

Kulamar Engkau di Depan Menara Eifel

#tanthar_380

#berpentigraf

Kulamar Engkau di Menara Eifel

“Paaakk !!” Pekikku tak tahan melihat bapak seperti mempermainkan dia. Ibu tak kuasa menahanku. Aku merangsek mendekati bapak dengan sorotan mata tajam. Aku tak ingin dia tersinggung, dia kecewa, dia yang menahan emosi. Sasarannya pastilah aku, aku akan ditinggalkan lagi. Bapak melirik ke arahku dengan senyumnya yang khas, tak ada wajah bersalah dari bapak. Aku semakin kesal. “Nah… Ela sekalian, kamu duduk di sini, samping bapak”, bapak malah menarik tanganku untuk duduk di sampingnya, tentu saja hal ini akan membuat dia semakin panik. Aku menurut saja dan duduk di samping bapak, persis berhadapan dengan dia.

“Bagaimana nak, mumpung Ela ada dan bisa mendengar, coba kamu ulangi kalimat yang tadi”. Bapak meminta dia untuk mengulangi kata-kata yang masih terbata-bata. Dia menunduk, tak sanggup menatap mata bapak. Aku kasihan. Tapi tidak bisa berbuat banyak. Dia mencoba menenangkan dirinya dengan menyeruput minuman sampai habis, lalu tertunduk lagi. Kemudian berdiri dan “Baik pak, saya akan dating lagi dengan semangat dan kondisi yang lebih baik. Maaf saya pamit”. Dia melangkah keluar dan terus berjalan ke ujung pagar tanpa menengokku sedikitpun. Aku sangat takut dia tidak jadi dating dan meninggalkan aku. Aku berlari ke kamar menangis.

Rasa laparku sudah tidaka ada, pandangan ku kosong menatap dinding. Sudah dua hari dia tidak menelpon ataupun berkabar. Aku semakin gelisah. Ibu bertubi-tubi menyalahkan bapak, bapak tidak mampu menjawab setiap pertanyaan ibu. Bapak seperti tersangka kalau sudah di depan ibu, tak berkutik. Dering telepon berbunyi, segera kuangkat, dan benar dia yang bersuara di seberang sana. “Ela… besok kutunggu kamu di halte tempat kita berjanji, pukul 10 pagi”. Kliip telepon ditutup sebelum aku bertanya lebih lanjut. Aku menunggu lima menit di halte itu, tiba-tiba dia muncul dan menyuruhku naik ke mobilnya, aku seperti kerbai dicocok hidung, langsung naik. Mobil di arahkan ke sebuah taman sedikit di luar kota. Kami memasuki kawasan taman berjalan kaki tanpa ada obrolan. Berhenti di sebuah kursi taman, dan duduk. “Ela… lihat di belakangmu ada Menara Eifel mini hiasan taman. Di depan Menara Eifel inilah aku akan melamarmu. Maukah engkau menjadi istriku?” tanya itu tidak kujawab, kuraih tangannya dan kucium punggung tangannya tanda setuju. Dia berteriak histeris….

-salamjadian

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Keren Pentigrafnya

26 Mar
Balas

Makasih bu supportnya

27 Mar



search

New Post