#tanthar_375

#berpentigraf

Salah Isu

Aku yang menunggu kepastian, tiba-tiba saja seperti petir di siang bolong. Bumi serasa berguncang, langit seperti akan runtuh. Aku tidak percaya dengan apa yang aku dengar baru saja. “Benar Ela, dia sudah menikah dengan teman kerjanya, sudah sebulan”, begitu khabar yang kudapat dari Emri teman kampusku dulu. Kini Emri bekerja sekota denganku, tanpa rencana ketemu di sebuah mall. Setelah basa-basi, munculah kalimat Emri seperti itu. Memang Emri selalu perhatian kepadaku semenjak dulu. Aku seakan-akan memiliki saudara.

Setelah mendapat khabar dari Emri, memang dia sudah tidak pernah lagi menelpon dana tau sekedar pesan singkat, seperti dulu. Hatiku hancur berkeping-keping. Tidak ada lagi semangat untuk bekerja, hari-hari kulalui sangat hambar, tidak ada warna yang menghiasinya. Makan tidak enak, tidurpun tidak nyenyak. Berbagai macam rasa kutanggung sendiri. Marah, sakit hati, kecewa, menyesal, dan cinta bercampur aduk.

Angin sore berhembus lembut, tidak selembut yang kurasakan. Aku duduk di teras depan, menyaksikan pedagang somay melayani pembeli. Telepon rumah berdering, ada keraguan antara diangkat atau tidak, takut kalau dia yang menelpon, jika tidak diangkat, khawatir ada berita penting. Akhirnya pelan-pelang aku angkat juga. Syeeeeeeerrrr…. Benar, dia yang menelpon. Aku tergagap, getar rindu ikut menjalar, amuk marah ikut serta. Bergetar bibir ini menjawab salamnya. “Hallo Ela, Selamat ya, sudah mendapat seorang dokter sebagai pendamping. Semoga berbahagia duni akhirat”. Ujarnya. Telepon ditutup, aku bingung harusnya aku yang mengucapkan itu, tapi kenapa dia? Dengan seorang dokter? Bukannya dia yang sudah menikah?

-akhirnya?