Den Santoso

aku seorang pengembara pengejar cinta , karena cintaku lari di kejar dijerat dikuasai cinta cinta yang lainnya cintaku lenyap ditelan asa_ asli nama Didik bento...

Selengkapnya
Navigasi Web
anak terbuang

anak terbuang

Kini kita akan melihat kalimat HAMKA saat membuka Tenggelamnya Kapal Vanderwijck, seraya kembali lagi ke baris puisi Usmand Ganggang dan Zup Dompas, mengalami suatu pertautan antara genre puisi dan genre prosa dalam hal ini novel, bahwa ada titik di mana mereka itu bertemu.

1. Anak Orang Terbuang

MATAHARI telah hampir masuk ke dalam peraduannya. Dengan amat pelahan, menurut perintah dari alam gaib, ia berangsur turun, turun ke dasar lautan yang tidak kelihatan ranah tanah tepinya. Cahaya merah telah mulai terbentang di ufuk Barat, dan bayangannya tampak mengindahkan wajah lautan yang tenang tak berombak.

tenggelamnya kapal VanderWijck sangat berbeda nadanya dengan cerita pendek Robohnya Surau Kami, seperti berbeda pula puisi Usmand Ganggang dengan puisi Zup Dompas, dan kita masih menjelajahi bagaimana sebaris puisi bisa mengisap sealiena novel lewat metafor yang bekerja sama dengan meternya - mereka membentuk gema keindahan, rhythm dalam bahasa, tapi sekaligus membentuk tanda, metapor dalam puisi.

Sementara itu Surat Pernyair, melalui dua keadaan yang dipisahkan oleh "dan", yang membuat manusia bersambung dengan penyair, akibatnya karya tersambung juga dengan manusia pembuat karya itu. Itu artinya, andai Lukmansa, Nendah Kurmini Suwardjono atau NK Palupi, mereka yang tampak antusias menyambut lahirnya Angkatan Sastra Islam ini, maka puisinya dalam pemaknaan pembaca, memiliki hak saat membali ke tubuh penyairnya. Hak yang makin menambahkan keindahan suatu teks sastra karena isyarat dari Surat Penyair, bahwa manusia ditimbang oleh lakunya, pada saat yang sama, laku manusia akan kembali lagi ke dirinya sendiri. Bahasa HAMKA ini misalnya, kembali ke diri HAMKA sebagai ulama, bahasa yakni isi novel yang sedang dikeluarkan jadi kalimat penghargaan di tubuh belakang novel.

"Buku Tenggelamnya Kapal Van der Wijck ini, disusun oleh pengarangnya semasa ia masih berusia 31 tahun, di mana darah-mudanya masih cepat mengalir dalam dirinya dan khayal serta sentimennya masih demikian bergelora dalam jiwanya".

Kini kita akan melihat kalimat HAMKA saat membuka Tenggelamnya Kapal Vanderwijck, seraya kembali lagi ke baris puisi Usmand Ganggang dan Zup Dompas, mengalami suatu pertautan antara genre puisi dan genre prosa dalam hal ini novel, bahwa ada titik di mana mereka itu bertemu.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar




search

New Post