Si Burik yang Penyayang (Part 6)
Cerita Si Jago
Tantangan Hari ke 35
#TantanganGurusiana
Seminggu telah berlalu sejak kepergian Ciko dan empat ayam jago lainnya. Ada suasana berbeda yang terasa di kandang. Terutama di pagi hari saat fajar mulai menyingsing. Kandang yang biasanya heboh oleh riuhnya suara ayam-ayam jago yang saling berlomba memamerkan keindahan suaranya, kini sudah tidak terdengar lagi. Hanya tersisa beberapa ekor ayam jago, itupun dengan suara yang agak malas-malasan. merekapun terlihat kurang bersemangat.
Pagi ini setelah sarapan, seperti hari-hari biasanya aku dan Mimi bermain bersama anak-anak kami disekitaran kandang. Kami mengajari mereka mengais tanah untuk mencari makanan seperti cacing, ulat tanah dan lainnya. Anak-anakku dan anak Mimi berteman baik. Usia mereka hanya terpaut dua minggu.
Mimi menyayangi anak-anakku begitu juga aku sangat menyayangi anak-anak Mimi. Saat hujan datang misalnya, anak-anak akan berlari berlindung di bawah perutku yang hangat. Adakalanya anak Mimi yang ada dibawah perutku dan anak-anakku berlindung di perut Mimi. Merekapun tidak membedakan kami.
Sudah beberapa hari ini pintu utama kandang dibuka oleh Pak Mino. Setelah memberikan sarapan laki-laki itu akan segera membukakan pintu agar kami bisa bebas ke luar.
“Ayo ayam-ayamku, mulai hari ini kalian boleh bermain di luar. Tapi jangan jauh-jauh ya, sore nanti kembali lagi” kata Pak Mino
Terlihat ayam-ayam sangat bahagia. Mereka langsung berlari keluar menuju kebun besar yang ada di samping kandang termasuk aku dan Mimi. Ternyata kebun tersebut telah dibeli Pak Mino, cerita seekor ayam jago.
Aku mulai mengais tanah mencarikan makanan untuk anak-anakku. Merekapun mulai menirukan caraku. Kami akan menghabiskan waktu seharian dikebun tersebut. Saat petang datang, Pak Mino akan berdiri di depan pintu uama dan berteriak memanggil kami untuk kembali ke kandang.
“kuurr....kuurr...kuuurr....”
“kuurr....kuurr...kuuurr....”
“kuurr....kuurr...kuuurr....”
Teriakan Pak Mino akan terdengar sampai kesemua penjuru kebun. Kami akan segera berlari menuju kandang. Pernah ada seekor ayam yang tidak pulang, ternyata ia bermain terlalu jauh dan tersesat dihutan yang berada tidak jauh dari rumah Pak Mino. Namun kasihan ayam tersebut tidak bisa pulang dengan selamat, karena ia telah menjadi mangsa musang-musang yang ada di hutan tersebut. Aku berjanji tidak akan pernah membawa anak-anakku ke hutan tersebut.
Suatu pagi. Aku dan Mimi sedang asyik mengais tanah seperti hari-hari sebelumnya. Namun makanan dikebun ini tidak lagi sebanyak awal-awal kami keluar. Beberapa ekor ayam sudah berani bermain dan mencari makanan ke arah hutan. Namun aku dan Mimi tetap bertahan di sini, kami tidak ingin membahayakan anak-anak, karena mereka masih kecil-kecil.
Tiba-tiba aku melihat sesuatu bergerak-gerak dibalik tanaman. Mimi berhenti mengais. Aku juga. Kami memandang kearah semak tersebut. Tiba-tiba seekor ayam jago melintas di depan kami. Dia menoleh dan berhenti ketika melihat kami. Kami saling pandang. Tapi kami merasa usia kami hampir sama.
Ayam jago itu mendekati kami dan bercerita tentang kisah hidupnya. Kemudian si jago, begitu aku memanggilnya mulai bercerita.
“Dulu aku adalah ayam liar yang tinggal di hutan. Aku dilahirkan di hutan dan tinggal bersama ibu dan empat saudaraku. Tapi suatu hari, saat aku sedang bermain bersama ibu dan saudara-saudaraku, seorang pencari kayu menemukan kami dan membawa kami ke rumahnya. Kaki kami diikat satu persatu dan dimasukkan ke dalam karung yang telah dilobangi di beberapa sisinya untuk mengeluarkan kepala kami. Kami dikurung dalam sebuah kandang yang tidak terlalu besar. Setiap pagi dan petang kami diberi makan campuran dedak, nasi dan beberapa sayuran.
Pada hari ketiga, tiba-tiba ibu dikeluarkan dari kandang, dan kamu tahu apa yang terjadi ? Ibu dipotong tidak jauh dari kami. Badan ibu dikuliti kemudian dipotong-potong. Kami menangis,sedih. Bahkan aku tidak menyentuh makanan yang diberikan. Aku selalu teringat ibu.
Hari ini aku dan keempat saudaraku ditangkap satu persatu. Kaki kami di ikat. Ternyata kami akan dibawa ke pasar untuk dijual. Saat ia sedang menangkap salah satu saudaraku aku keluar dari kandang dengan gesitnya dan langsung terbang ke atas pohon mangga yang ada dekat kandang tersebut. Pencari kayu itu berusaha mengejarku, namun aku langsung kabur dan berlari sekencang-kencangnya sampaiakhirnya bertemu kalian”
Si Jago mengakhiri ceritanya. Aku dan Mimi saling pandang. Lalu menarik nafas panjang.
“Kita harus lebih hati-hati” ucapku. Mimi hanya mengangguk.
“Ya, kita memang harus hati-hati dan tidak boleh langsung percaya kepada manusia begitu saja. Bisa jadi nanti kalian juga dipotong atau di jual” kata si Jago.
“Tapi Pak Mino tidak seperti itu. Orangnya baik dan sangat menyayagi kami. Ia tidak pernah memotong ayam didepan mata kami” jawabku.
“Memang ada sebagian kami yang ditangkap untuk dijual ke pasar atau kepada pelanggan lainnya. Seperti Ciko saudara kami” Mimi menambahkan.
“Tapi kami tidak keberatan, kami anggap itu sebagai rasa terima kasih kami karena Pak Mino telah memelihara dan merawat kami dengan baik” akupun ikut menambahkan.
“Ya sudah kalau memang itu sudah menjadi pilihan kalian. Tapi kalau aku tidak mau. Aku ingin hidup bebas di hutan” lanjut si jago.
“Memangnya tinggal di hutan itu enak ?” tanya Mimi
“Wah enak sekali, kita bebas mau kemana saja tanpa ada yang melarang dan mengurung”
“Apakah kalian tidak takut dengan hewan buas yang sewaktu-waktu akan memangsa kalian”
“Tentu saja banyak hewan pemangsa, musang salah satunya. Tapi kami akan mencari tempat persembunyian yang aman, yang tidak akan bisa ditemukan musang”.
“Di hutan banyak sekali tersedia makanan yang enak-enak. Kita tidak perlu susah-susah mengais seperti disini” lanjut si Jago.
“Baiklah, senang bertemu dengan kalian. Aku akan melanjutkan perjalananku kembali ke hutan” ucap si Jago dan langsung terbang menuju hutan.
“Si jago itu ayam yang pemberani ya Burik...” kata Mimi
“Iya. Tapi aku tidak mau tinggal di hutan terlalu berbahaya” jawabku
“Ahhh...kamu takut ya. Kok aku ingin mencoba masuk hutan tersebut ya”
“Mimi.....jangan berpikir kau akan kabur dari Pak Mino”
“Jangan kuatir Burik. Aku tidak akan meninggalkanmu” jawab Mimi
Kami melanjutkan mencari makanan. Namun kami sangat terkejut karena tidak melihat anak-anak. Karena keasyikan mengobrol dengan si Jago kami sampai lupa dengan mereka. Aku dan Mimi berjalan mengitari kebun sambil terus memanggil mereka. Ternyata anak-anak sedang asyik mengais-ngais tanah di balik semak-semak di pojok kebun. Aku sangat lega ternyata mereka baik-baik saja. Kami melanjutkan mengais tanah untuk mencari cacing-cacing atau ulat-ulat tanah sebagai makanan tambahan.
Selang beberapa lama kemudian terdengar suara khas Pak Mino memanggil kami dari pintu utama kandang. Itu artinya sudah saatnya kami kembali ke kandang dan menikmati makan malam yang sudah disediakan Pak Mino. Semua ayam berlarian menuju kandang, termasuk aku, Mimi dan anak-anak kami. Aku juga ingin beristirahat setelah seharian ini mengais tanah. Aku kembali teringat cerita Si Jago. Semoga ia baik-baik saja di hutan sana. Aku janji tidak akan meninggalkan kandang dan Pak Mino. Aku tidak ingin mengecewakan ibu. Selain itu aku juga tidak ingin membahayakan nyawa anak-anakku jika kami nekat masuk ke hutan tersebut.
#TantanganGurusiana35
Kantorku, 18 Februari 2020
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Selamat berjumpa lagi burik, smoga menginspirasi untuk sikotek , sijago, sikurkur, Salam literasi. Smoga sagusabu kota solok segera terwujud
Aamiin...semoga segera ya Pak. Sukses selalu Pak Jhon