KITA DAN RAHASIA ANGKASA
Aroma tanah menguap, tercium khas petichor pegunungan yang basah disiram hujan. Kutarik nafas, lalu hembuskan kasar agar menyisakan ruang yang terasa sesak didada. Semakin lama, ragaku menggigil dibalik jaket kulit hitam berlapis bulu ini. Dingin ... Kota Batu selalu dingin, apalagi setelah diguyur hujan. Menambah kelam pekatnya kabut di dalam hati.
Kulangkahkan kaki menuju tempatmu. Menyusuri jalan setapak ke arah Selatan. Tak terasa, 10 tahun sudah tak pernah lagi melewatinya. Ya ... Aku kembali. Kembali untuk pergi lagi.
Puspita Anggraini. Suaranya lembut, gadis ayu beralis tebal, bermata bulat dengan tatapan teduh menyejukkan hati bagi yang memandang. Dia teman sebangkuku selama tiga tahun di SMA. Bagaikan kembar siam, dimana ada aku pasti ada dia disetiap kegiatan sekolah, kami saling memotivasi.
Tiba waktu istirahat, aku menuju ke Perpustakaan untuk meminjam Atlas mengerjakan PR Geografi dari Pak Teo. Ia sudah duduk dimeja baca serius dengan sebuah buku. Terlihat tulisan judul disampulnya, Rahasia Astronomi.
"Hei Kelinci!" Jariku menyentil jidatnya. Aku selalu memanggilnya begitu, dengan tubuh mungil ia bergerak lincah. Apalagi sifat periangnya membuatku semakin gemes. Dia imut seperti Kelinci.
"Hoi ... Sakit tau!" Ia terkejut, tangannya menyentuh kening bekas sentilanku.
"Serius amat, mau jadi Astronot ya baca buku itu?"
"Nggak, penasaran aja. Tadi bu Dewi jelasin musim Bimasakti. Kau tau Bas, menurut buku ini, jika kita beruntung mendapat lokasi yang bagus kita bisa mengamati secara langsung bahkan bisa memotretnya! Nah, bentang Bimasakti akan berada di langit pada tengah malam dibulan Juni-Juli loh Bas ...." Dia begitu antusias matanya berbinar-binar, telunjuknya berulang kali menyentuh gambar di hadapannya.
"Terus kenapa?" Jawabku.
Ketika ia hendak membuka mulut, aku sengaja pergi menuju rak buku. Kulirik sekilas bibirnya manyun, biji matanya melotot seperti hendak keluar dari tempatnya. Senang sekali menggodanya seperti itu, karena dia tak akan berteriak di Perpustakaan seperti yang biasa dilakukannya saat kesal padaku.
Banyak orang bilang masa SMA adalah masa paling indah. Membawa kita ke pengalaman baru dimana adrenalin remaja membuncah untuk mendapatkan kebebasan dan menunjukkan jati diri. Mulai dari kesolidan pertemanan, hingga pengalaman jatuh cinta.
Tapi bagi kami berdua, kepahitan hidup tak sempat memberi kami manisnya kisah cinta. Sehari-hari aku dan Kelinci dibebani tanggung jawab kehidupan.
Anak tunggal, yatim sejak umur 3 tahun. Membuatku harus lebih giat belajar dari teman-teman agar bisa terus mendapatkan beasiswa, supaya Ibu tidak pusing biaya sekolahku. Sepulang sekolah bekerja sebagai pencuci motor dan mobil di tempat pencucian kendaraan milik Mas Eling. Hasilnya buat jajan dan menabung.
Sedangkan Puspita, gadis yang tangguh. Memiliki Ibu dan satu adik laki-laki. Ibunya sudah tak bisa bekerja mencari uang, terbaring karena penyakit stroke menahun yang dideritanya. Untuk memenuhi semua kebutuhan sehari-hari serta biaya sekolah dia dan adiknya, Puspita harus memberikan jasa tenaga untuk mencuci pakaian di beberapa rumah.
Ia menutupi kepedihan hidup dengan keceriaan dan senyuman disetiap hari. Dia tulus menjalani hidupnya, gadis yang baik luar dalam. Membuatku bertekad ingin selalu menjaganya, sebagai sahabat terbaik. Tanpa cinta. Karena cinta hanya akan merusak persahabatan. Itu yang ku tahu.
"Bas, aku yakin banget deh kamu bakal berhasil raih beasiswa di ITB. Semangat, buat biaya hidup mah gampang bagi seorang Baskara." Terlihat ekspresi kekagumannya.
"Loh! Kamu ikutan juga kan kemarin Ci. Ya pasti lulus sama-samalah."
"Iya ikut, tapi misalkan lulus pun percuma Bas, gak bakalan bisa kuliah. Sudah kupikirkan matang. Kamu tahu alasannya?"
Aku diam, tak menanggapi. Terasa kepedihan dari pernyataan Kelinci.
"Bas, misalnya kamu lulus. Please, ambil Jurusan Astronomi ya. Setidaknya walo aku gak bisa belajar ke sana. Saat kamu pulang liburan, bisa denger cerita tentang pengetahuan perkuliahanmu."
Aku mengangguk, walau sebenarnya Jurusan Astronomi bukanlah jadi pilihan utamaku.
"Entah kenapa Bas setiap kali kumemandang langit, hati begitu tenang. Selepas mencuci, terasa capek dimalam hari. Jadi, sebelum tidur selalu kupandangi benda-benda langit walau kadang tak jelas dimata. Begitu damai, luas, dan berenergi. Capek ditubuh serasa hilang. Langit begitu banyak menyimpan rahasia."
Hati menjadi perih mendengar kata-katanya. Tapi apa dayaku, hanya pemuda bermodal tekad, masa depan sendiri pun tak tahu apakah saat kuliah di Kota besar, berhasil lancar sambil mencari biaya untuk bertahan hidup?
Tiba saat perpisahan dan kelulusan. Aku berhasil lulus dengan predikat nilai sempurna di sekolah pada jurusan IPA. Sedangkan Kelinci menempati urutan keempat. Sebenarnya yakin lebih dari itu, tetapi dia suka buru-buru dan seringkali ceroboh kalau menjawab soal.
Kami berdua pun lulus beasiswa di ITB. Seperti katanya, ia mengundurkan diri memutuskan tidak menerima beasiswa itu. Kehilangan begitu besar bagiku. Harus belajar tanpa ocehan suaranya. Jarak yang bakalan berjauhan. Bingung, kenapa aku tiba-tiba sedih. Bukan karena meninggalkan Ibu sendirian disini, tetapi berjauhan dengan Puspita.
Kebodohan besar baru kusadari. Ternyata tersimpan rasa berbeda. Pikiranku kalut ditengah riuh rendah suara musik pertunjukan seni acara perpisahan. Spontan kutarik tangan Puspita, kuseret ia ke kelas. Sepi. Hanya kami berdua. Aku merasa harus segera mengakhiri kebodohanku sebelum menyesal.
"Itu pertunjukan lagi seru! Nanti terlewatkan." Kulihat mukanya kesal.
"Ci, sepertinya aku melewatkan sesuatu berharga dimasa SMA karena prinsip hidupku yang naif. Kau sahabat terbaikku Ci, tapi ternyata bukan hanya itu."
"Apa maksudmu? Kamu kenapa tiba-tiba begini?"
"Ci, seminggu lagi kita akan berpisah. Aku tak akan berada di Batu. Kita berjauhan. Itu yang membuatku merasa sedih … Sepertinya aku bakal merindukanmu."
Hanya terdiam, sepertinya dia mulai paham maksudku. Aku yakin ada rasa yang sama. Dia pintar menutupinya sebagai sahabat. Kulihat matanya memerah, akan menangis.
"Kelinci, maafkan aku. Perasaanku sepertinya bukan sayang sebagai sahabat saja, tetapi aku mencintaimu."
Tiba-tiba ia memeluku, erat. Terdengar suara isak tangisannya. Ternyata benar, persahabatan hanya tameng menutupi rasa sesungguhnya. Begitu hangat pelukan pertama kami. Memeluk tubuh mungil. Sepertinya ia semakin kurus.
"Kenapa baru sekarang Gas? Beberapa bulan ini akupun sedih jika teringat masa SMA akan berakhir." Suara lembutnya terdengar, melepaskan pelukannya ditubuhku.
"Kamu fokus kuliah di sana. Kembalilah jika berhasil, berjanjilah selalu menyuratiku ceritakan keajaiban benda langit yang kamu pelajari."
Memang tak gamblang jawaban terhadap ungkapan perasaanku, tapi aku paham maksudnya.
Seminggu kemudian aku pamit, berangkat menuju Bandung. Dengan tekad bulat semoga terjalnya kehidupan meraih masa depan kali ini, bisa kutaklukkan. Hanga berbekal doa restu Ibu dan janji akan pulang meraih gelar Sarjana Astronomi pada Kelinciku. Aku ingin sekali membahagiakan dua wanita itu nantinya.
Sekarang ... aku kembali. Di depan pusara Puspita, menyapanya dengan doa. Dia pergi selamanya, selepas dua minggu kepergianku ke Bandung. Raganya harus menyerah dengan penyakit Magh kronis yang selama ini tak kuketahui.
Pukulan telak menghantam saat akan memulai meraih masa depan, kekasihku pergi selamanya. Janji tentang berbagi pengalaman mengenyam ilmu dijurusan Astronomi, semua kandas. Bahkan sepucuk suratpun belum sempat terkirim padanya. Dia sudah berada di langit bersama Bintang.
"Puspita, Kelinciku ... Aku pamit ya melanjutkan pendidikan Astronomi di Stanford University, Amerika Serikat. Aku dapat beasiswa disana Ci." Tanganku hanya bisa mengelus pusara bertulis nama orang yang kucintai.
Tamat.
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Kereeen cerpennya, Bunda. Salam literasi
Terima kasih supportnya pak Dede
Terima kasih supportnya pak Dede