Titik Nadir Kehidupan
aku mencari-Mu di lautan lepas perniagaan, Tuhan.
ombak kesengsaraan menggulungku
badai kegalauan mengepungku
aku mengingat-Mu serupa tetes embun di lautan alpa, Tuhan.
riak gelisah mengguncangkan rasa mengharu biru jiwa nan papa
bongkahan hati ini berlumur pekat dosa-dosa
kusiram bersama wudhu semenjana
dalam doa-doa singkat tanpa hati yang terikat
lalu
kuminta cintailah aku
kuminta ingatlah aku
kuminta ampunilah aku
tanpa hati yang khusyu
tanpa jiwa yang tertuju
hanyalah kesombongan
hanyalah kebodohan
yang berkumpul di jiwa ini
Sungguh. Malam kian pekat menuju penghujung waktu
Aisyah mulia tinggalkan fana memenuhi janji berbalaskan surga
Khadijah perkasa tinggalkan dunia menyambut bahagia selamanya
Fatimah belahan jiwa dari manusia termulia telah duduk dalam singgasananya
dimanakah kelak aku berada?
padahal tepian neraka bukanlah sebuah cerita
Bandung 03 Juli 2020
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar
Rangkaian diksi membentuk kesatuan makna mendalam seorang insan berharap dan selalu mengingat kepada sang pencipta. Sungguh luar biasa ungkapan jiwa yang tertuang dalam puisi ini. Keren.
Diksinya tidak berat dan rumit untuk dicerna Bu Susi karena memang ini berupa pengakuan saya betapa banyak kelemahan diri.
Sungguh menyelam kedalaman makna terwakili.
Terima kasih Bunda Eni atas hadirnya...
Mengingat berapa lama kita di dunia, tentu banyak hal yang telah kita lalui dan semuanya berlandaskan tujuan atau keinginan yang akan kita capai. Namun tidak semuanya juga akan sesuai dengan harapan, kadang dibawah ekspektasi atau justru diatas ekspektasi kita sendiri. Karena semua itu merupakan bagian dari kehendak Allah Swt dan kita sebagai hamba-Nya sudah sepatutnya berusaha dan bertawakal. Muhasabah, erat kaitannya dengan psikologi seseorang..karena mengoreksi diri sendiri secara psikis adalah bagaimana memcahkan permasalahan dalam diri kita.
Dalam puisi titik nadir kehidupan meyakinkan saya bahwa Bunda Desi..memang seorang penulis hebat yang perlu saya serap ilmunya..bukan sekedar keindahan kata dengan diksi yang luar biasa, tapi makna dari puisi itu sendiri..ada sebuah kelahiran yang anggun dalam puisi ini..sangat takjub!, iyaaa...saya harus belajar dan belajar lagi meramu puisi ...salam sukses Bunda D.
Wah, Pak Khalid ini... Terlampau berlebihan rasanya hehehe... Baiknya kita belajar terus-menerus hingga tulisan kita selaras hingga mampu memberi dampak utamanya bagi perubahan diri. Ini saya tulis memang berdasarkan rasa yang sama dengan kondisi saat ini. Saya lebih sibuk pegang gawai daripada memegang kalam-Nya. Saya panik gawai mati ketimbang matinya dzikir hati untuk mengingat-Nya. Ini sangat menyedihkan ...
Puisi yang indah ibu cantik, mengingatkan kita manusia hanyalah makhluk lemah tak berdaya. Yang juga penuh salah dan alpa... Meminta ampunan dari Allah untuk semuanya.. Mengingatkan kita kepada akherat... Sungguh untaian kata ibu sangat mengena dihati.. Luar biasa indah.. Salam santun ibu cantik
Benar lemah Bunda... Untuk melawan hawa nafsu rasanya sulit sekali Bun... Terima kasih Bunda Tisna telah menguatkan saya untuk tetap berjalan pada rel yang lurus. Alhamdulillah.....