PESAN AMAK
“Kenalkan bu, ini Murni yang serig ku ceritakan pada ibu”, kata uda Rahman sambil menarik tanganku mendekati ibunya. “Assalamu’alaikum bu”, ku ulurkan tangan pada ibu. beliaupun menjawab salam ku dengan suara datar dan sikap yang dingin. “Kamu Murni anak nya Pak Burhan yang tinggal di dusun sebelah kan?”. Jutek amat ibu uda Rahman gumamku dalam hati. “Iya bu”, jawabku singkat. “Maaf ya, sebaiknya kamu jangan dekati Rahman karena dia sudah saya jodohkan dengan si Netty anak Pak Haji Salim pemilik rumah makan yang terkenal itu”, karena saya pikir ayah mu tak akan mampu bayar uang jemputan buat anak saya nanti ( jemputan = berupa mahar yang berbentuk uang atau emas yang diberikan pihak perempuan ke pihak laki-laki), sementara ayahmu hanya petani biasa dengan penghasilan pas buat makan aja”, degh.,dadaku terasa panas dan mendadak sesak mendengar ucapan ketus ibu uda Rahman pada ku. “Ya bu, kami cuma berteman biasa aja kok” jawabku lirih menahan jangan sampai air mata ku tumpah didepan ibu ini. “Ibu kenapa ngomong seperti itu sama Murni?”,Rahman mencintai Murni bu, Murni memang dari keluarga sederhana, ibu jangan terlalu merendahkan orang tua nya bu”, uda Rahman setengah berteriak kepada ibunya”, sebelum suasana bertambah riuh aku langsung permisi berlari keluar meninggalkan rumah mewah uda Rahman. “Tumggu Murni!” Ku dengar teriakan Uda Rahman memanggilku. Aku tak meperdulikannya, ku panggil ojek yang kebetulan lewat. Sampai di rumah kutumpahkan segala sesak didada ini. Seharian aku tak keluar kamar. Tiba-tiba ku dengar suara Amak dibalik pintu “Murni, ayo makan!”, Seharian ini kamu tidak keluar kamar dan juga tidak makan, ada apa nak? Cerita sama Amak”, selama ini memang Amaklah tempat aku bercerita. Ku bukakan pintu kamar dan langsung memeluk Amakku, di dada kurus beliau ku tumpahkan tangisku. Dengan lembut Amak membelai rambutku dan berkata”Jangan sedih nak, kalau Allah mentakdirkan Rahman jodohmu tak akan ada satupun yang bisa menjadi penghalang termasuk ibunya, sebaliknya kalau Allah tidak mengizinkan kalian untuk bertemu maka apapun usaha mu agar bersatu tak kan bisa. Jadi yakinlah akan takdir NYA, serahkan pada Allah subhanahu wata’ala”. mendengar ucapan Amak hati ini menjadi tenang “Terimakasih atas nasehatnya mak”, ucapku sambil mengusap air mata.
Hari ini aku sudah kembali ke tempat kost, aku tak pernah lagi mengangkat telephone dari uda Rahman bahkan semua sosmed nya ku blokir. Aku ingin melupakan dan membuang jauh kenangan tentang dia.
Setahun berlalu aku sudah tak pernah berkomunikasi dengan uda Rahman akupun tak pernah pulang kampung, ku tahan rasa rindu pada Abak, Amak, dan Bulan adik kesayangan ku. Bahkan ku tahan rasa kangenku dengan rendang pakis buatan Amak yang menjadi makanan favorite ku. liburan pun tiba, semua teman teman kost ku pada pulang kampung. “Kamu nggak pulang Mur” tanya Ruri teman satu kamar ku “Aku nggak tau harus pulang pa nggak” jawabku seadanya. “Pulanglah,Amak mu pasti sangat rindu padamu, ayo kita barengan mudik nya” ajak Ruri.
Amak sangat senang sekali menyambut kedatanganku, si kecil Bulan langsung menghambur dalam pelukan ku “Uni…Bulan kangen, kok uni nggak pulang-pulang?” tanya adikku dengan wajah polosnya. “Uni sibuk sayang, uni kan lagi nyusun Skripsi doain uni cepat lulus biar di wisuda seperti uni Lina anak etek Yurni itu”. “ ya, uni Bulan akan selalu doakan uni” jawab adikku sambil melepaskan pangkuanku dan dia kembali berlari ke arah mainannya.
Tanpa terasa dua tahun sudah aku di Pekan Baru setelah wisuda aku diterima bekerja Sebagai Customer Service di Bank BRI Pekan Baru. Seperti biasa setiap awal bulan aku ke Mall SKA untuk belanja bulanan. Tiba-tiba aku dikejutkan dengan tepukan di bahu ku “Murni…kamu Murni kan?”, masih ingat, aku Ranti anak nya etek Neli” ucap nelly sahabat kecilku, dia berusaha mengingatkan aku. “Ingat dong, masa nggak ingat, dalam rangka apa nih kamu di PKU?” tanya ku sambil memeluk tubuh gembul Ranti, wajahnya yang cabi semakin bulat kayak bakpou kacang hijau kesukaan nya. “Jalan-jalan bersama rombongan guru TK Sakato ” jawabnya dengan wajah ceria. Ranti seorang guru TK satu-satunya sekolah Taman Kanak-Kanak di kampung kami. “Eh, ngomong-ngomong apa kamu nggak ngajak aku makan? karena jam segini aku belum makan siang, cacing diperutku sudah dari tadi demo” kata Ranti sambil mengusap-usap perut buntelnya. “Kamu ini dari dulu yang dipikir cuma makan apa nggak ada yang laen?” tanyaku sambil pasang wajah cemberut. “Ada, tenang aja kamu sudah dengar kabar tentang uda Rahman belum?” hadeuh..sudah lama banget aku hampir lupa dengan nama itu, mendengar ucapan Ranti kembali lembaran demi lembaran masa lalu itu muncul dalam benakku. Aku sudah ngga mau tau tentang dia, apa ngga ada berita lain yang bisa dijadikan topik kenapa musti dia sih gumamku dalam hati, tetapi aku tetap membiarkan si muka bakpou ini berciloteh sambil melahap makanan nya. “Uda Rahman gagal tunangan sama Netty lo”, dia mulai nyerocos “karena ada selisih paham antara ayah uda Rahman dengan bapaknya netty gara-gara hutang piutang, ayah uda Rahman meninggal karena serangan jantung dan ibunya sekarang lumpuh karena stroke, uda Rahman melanjutkan usaha heller ayah nya yang diambang bangkrut sambil mengurusi ibunya yang sakit”. aku hanya bisa diam tanpa respon sedikitpun mendengar cerita sahabat kecilku ini.
Malam ini mataku tak bisa terpejam terngiang cerita Ranti tadi siang, kasihan uda Rahman, tak terbayang betapa susahnya dia selain menjadi tulang punggung keluarga dia juga harus mengurus ibunya yang stroke karena adik perempuan satu-satunya sudah menikah dan ikut suaminya ke Jakarta.
Semenjak aku di Pekan baru belum pernah mudik lebaran, tahun ini aku mudik untuk berlebaran bersama keluarga ku. Aku sudah kangen mereka semua apalagi rendang pakis buatan amak. Selesai sholat Idul fitri aku bertemu uda Rahman bersama ibunya yang duduk diatas kursi roda, spontan saja aku menyalami ibunya “Maaf kan ibu Murni, ibu sudah keterlaluan, ibu jahat sama kamu nak, karena keegoisan ibu kini ibu menerima semua akibatnya, ibu menyesal” kata ibu uda Rahman sambil merangkulku dan menangis tersisak-isak.”Sudahlah bu, aku sudah memaafkan ibu, tak ada yang perlu disesalkan. itu sudah takdir dari Allah, kita hanya menjalani apa yang sudah digariskan NYA”. kataku menenangkan, beliau semakin terisak”Ibu mohon sebelum ibu meninggal ibu ingin melihat Rahman bahagia, masih adakah kesempatan buat Rahman untuk mempersunting mu nak?”.
Mendengar ucapan beliau entah aku mau marah ataukah kasihan, melihat kondisi uda Rahman dan juga melihat ibu nya yang begitu memohon padaku hatiku yang tadinya sudah membeku akhirnya mencair juga. Memang benar Pesan Amak semua harus kita serahkan pada Alllah kalau DIA sudah berkehendak tak ada satupn yang bisa menolak takdir Nya…
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.
Laporkan Penyalahgunaan
Komentar