Desi Triyani

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web

Nanti itu kapan?

Teringat peristiwa malam tadi, saat aku sibuk menyiapkan alat peraga untuk praktek besok pada kegiatan pelatihan di Kabupaten Meranti.

Sikecil memanggilku ,"Bunda, sini peluk adek. Adek mau bobo!"

"Nanti, ya! Sebentar lagi!" jawabku. Tanpa memandangnya sama sekali.

"Bunda! Sini!" jeritnya.

"Ya, sebentar!" kataku dengan suara yang tak kalah tingginya.

Tiba-tiba, tangan mungil menyentuh bahuku. Karena kaget, tanpa sengaja aku membentaknya!

"Adek! Bunda sedang kerja, besok harus selesai. Kalau tidak, Bunda kena marah! Nanti, sebentar lagi. Kalau sudah selesai, Bunda peluk adek!"

Dengan mata yang ketakutan dia menjauhiku.

Suasana hening. Oh! Gembiranya aku. Pekerjaanku bisa selesai tanpa gangguan.

Tanpa sadar, hampir dua jam aku mengerjakan tugasku.

Saat membalikkan badan, kulihat Si kecil meringkuk tak jauh dariku. Dia tertidur dengan sisa air mata di pipi halusnya.

Ada perasaan iba saat melihatnya.

Ya, sudahlah! Yang penting dia sudah tertidur. Kucium pipinya dan kugendong ke kamarnya.

Hari ini di sesi "Membaca Senyap" tanpa sengaja aku mendapat buku yang berjudul "Nanti itu Kapan" karya Satoko Mayano. Bercerita tentang seorang anak yang bernama Tocchan yang menjadi korban kata "Nanti" dari orang tuanya.

Kubaca kalimat demi kalimat. Bagaimana perasaan Tocchan saat dia harus menunggu kehadiran mama dan papanya yang sibuk. Kata NANTI selalu menjadi senjata orangtuanya. Sama sepertiku.

Aku tak sanggup membaca habis buku itu. Karena dadaku sesak dan tangisku terasa mau pecah.

Kubiarkan Si Kecil tertidur sendirian dengan sisa air mata kesedihan.

Kubiarkan dia meringkuk dalam dinginnya, padahal aku bisa memberikan kehangatan padanya.

Entah apa yang hadir di mimpinya malam tadi.

Kuhabiskan waktu dua jam untuk menyelesaikan pekerjaanku. Padahal malam masih begitu panjang.

Lima belas menit seharusnya sudah cukup untuk memberikan kehangatan pada Si Kecil.

Lima belas menit seharusnya cukup untuk menghadirkan mimpi indah untuknya.

Tahu apa dia tentang tugasku? Dia hanya anak kecil berumur 5 tahun. Seharusnya aku menyadari itu.

Kuberikan kenyamanan kepada siswa-siswa di kelas. Tapi hal yang sama tidak bisa kuberikan pada darah dagingku.

Penyesalan memang selalu berada di belakang. Tapi aku berjanji Tuhan, tidak akan kusia-siakan titipan-Mu.

Maafkan, Bunda anakku...

Sore itu terasa begitu panjang.

Aku ingin malam segera datang.

Kan kupeluk dirimu anakku!

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Mantul ... (Mantap Betul)

28 Nov
Balas

Kesalahan yang tidak sengaja sering kita lakukan. Makasih, Bunda.

28 Nov



search

New Post