Desri Lova

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web
'Tradisi Nganta Tingkat', Bila Dikaji dengan Teori Mauss
Suka barang lama

'Tradisi Nganta Tingkat', Bila Dikaji dengan Teori Mauss

Tantangan Menulis Hari ke-33

#TantanganGurusiana

Banyak tradisi yang bisa kita temukan dalam suatu masyarakat. tradisi tersebut, biasnaya menjadi pedoman bagi masyarakatnya untuk menjalani kehidupan sosial. Salah satu tradisi yang biasa dilakukan oleh masyarakat Desa Lolo Gedang, Pasar Kerman, Kabupaten Kerinci Jambi dalam hal perkawinan adalah “Nganta Tingkat”. Tingkat adalah sebutan untuk rantang yang bisa disusun bertingkat. Biasanya, ada pegangan untuk tentengan, sehingga memudahkan bagi pembawanya. Pada awalnya, tentengan tersebut terbuat dari kayu, seiring perkembangannya, pegangan untuk menenteng rantang diganti dengan bahan plastik.

Tingkat atau rantang yang biasa dipakai dalam tradisi “Nganta Tingkat” adalah tingkat model lama. Jumlah wadah yang biasa dipakai berjumlah empat dan dan terbuat dari logam enamel. Di Indonesia, tingkat atau rantang jenis ini, mulai dan banyak dipakai oleh masyarakatnya pada tahun 1950-an sampai 1980-an. Sekarang, tingkat (rantang) jenis ini, mungkin hanya dipakai oleh sebagian masyarakat saja, terutama pada masyarakat tradisional, karena zaman sekarang, sudah banyak kita temukan berbagai macam jenis rantang yang beredar di masyarakat luas.

Sebenarnya, tradisi “Nganta Tingkat” yang dilakukan oleh masyarakat Lolo Gedang, Pasar Kerman tidak hanya pada dalam hal perkawinan saja, tradisi ini juga dilakukan pada saat lebaran (hari raya), baik itu hari raya Aidil Fitri atau Hari raya Aidil Adha. Perbedaannya cuma terletak pada siapa yang mengantarkannya.

Dalam hal perkawinan, “Nganta Tingkat” biasanya dilakukan oleh pihak keluarga perempuan yang menikah kepada sanak saudara atau keluarganya, baik itu keluarga dekat atau jauh. sedangkan tradisi “Nganta Tingkat” pada saat lebaran Aidil Fitri atau Aidil Adha dilakukan oleh menantu perempuan terhadap mertuanya. Adapan isi dari tingkat ini biasanya adalah berisi sup, rending, sambal ayam, perkedel, semur atau menu yang lainnya.

Ini dilakukan semata-mata adalah untuk menjaga hubungan baik di antara keduanya. Apakah itu hubungan baik antara sesame keluarga pengantin perempuan atau hubungan baik antara menantu perempuan dengan mertuanya. Dalam hal ini, bila dikaji dengan teori yang dikemukakan oleh Marcell Mauss (seorang filsuf dari Perancis, dalam buku the gift 1954) tentang teori pertukaran sosial, yakni terkandung tiga kewajiban (1) member hadiah atau pemberian adalah langkah pertama dalam menjalin hubungan sosial (2) member hadiah/pemberian bermakna sebagai penerima ikatan sosial (3) membalas dengan member hadiah dengan nilai yang lebih tinggi menunjukkan integritas sosial ( Koentjaraningrat, 1980) berkaitan dengan ini, diberikannya “tingkat” oleh orangtua pengantin perempuan kepada kerabatnya atau oleh menantu perempuan terhadap mertuanya adalah semata-mata untuk menjalani hubungan sosial yang baik, sehingga tingkat integrasi sosialnya (solidaritas sosial) juga akan menjadi lebih kuat. Jadi, sesuai dengan isi dari buku yang telah dibuat oleh Marcell Mauss, bahwa tidak ada suatu bentuk pemberian yang cuma-cuma. Setiap pemberian senantiasa dilekati oleh suatu harapan akan diterimanya sebuah balasan dari orang yang menerima. Balasan yang diberikan tidak selalu berkaitan dalam bentuk material tetapi dalam bentuk hubungan sosial juga bisa dipertukarkan. Misal kalau kita melihat fakta yang terjadi di masyarakat pada umumnya, kalau seandai kita pernah menjenguk orang sakit, dikemudian hari, ketika kita mengalami sakit, orang yang pernah kita jenguk juga akan membalas, dengan menjenguk kita. Berbeda ketika kita tidak pernah menjenguk orang sakit, kecil kemungkinan kita akan mendapatkan perlakuan yang sama. Atau kita berikan contoh yang lain, ketika “status” di Facebook sering di komen atau di “like” oleh orang lain, pada suatu waktu kita pasti juga melakukan hal yang sama, begitupun sebaliknya. Dari apa yang dicontohkan ini, terlihat tindakan yang diberikan oleh seseorang, akan mendapatkan balasan yang sama. Ada rasa ketidaknyamanan atau rasa malu ketika kita tidak memberikan suatu bentuk tindakan balasan yang sama, dari apa yang telah dilakukan oleh orang lain sebelumnya terhadap kita.

Menurut Mauss ( dalam the gift 1954), tukar menukar hadiah menggambarkan suatu relasi harmonis di antara anggota masyarakat, melambangkan penghormatan/penghargaan warga masyarakat, merefleksikan kohesivitas sosial yang kokoh serta melukiskan kedekatan personal di antara pihak yang terlibat dalam pertukaran hadiah. Bila seseorang mendapatkan hadiah (pemberian), ia memiliki kewajiban moral untuk membalas pemebrian hadian itu setara atau lebih sebagai ungkapan penghargaan dan aktualisasi nilai-nilai kebajikan sosial. Ini bentuk etika sosial yang menandai pernghormatan kepada sesama masyarakat. Dalam hal ini, etika sosial satu keluarga terhadap keluarga yang lainnya serta etika sosial seorang menantu perempuan terhadap mertuanya.

Berkaitan dengan teori yang dikemukakan oleh Mauss di atas, pada tradisi “Nganta Tingkat” pada masyarakat Desa Lolo Gedang, Pasar Kerman, khusus dalam acara perkawinan, si “pengantar tingkat” yakni keluarga pihak perempuan dikemudian hari juga akan mendapatkan balasan dari “si penerima tingkat”. Balasan tersebut biasanya diberikan dalam bentuk uang. Uang balasan yang diberikan biasanya tidak ditetapkan berapa jumlahnya, tetapi sesuai dengan kemampuan yang memberikan balasan. Menolak memberikan balasan, secara tidak langsung akan menjatuhkan harga diri seseorang dalam kehidupan bermasyarakat sehingga dampaknya juga akan berpengaruh terhadap melemahnya hubungan sosial atau ikatan sosial yang dijalani individu itu sendiri dikemudian hari, karena menurut Mauss, memberi, menerima, dan member balik merupakan suatu proses sosial yang terjadi secara terus menerus. Proses itu membentuk jaringan pertukaran sosial permanen yang disebut solidaritas sosial. Solidaritas itu adalah ikatan kohesif yang menjamin keutuhan masyarakat. Keutuhan masyarakat dapat kita jumpai dari harmonis atau tidaknya sebuah hubungan dalam masyarakat.

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

Keren. Ikutan belajar sosiologi. Lanjutkan karyanya.

15 Mar
Balas

Insyaallah ..makasih bu

15 Mar



search

New Post