Desri Lova

Belum menuliskan informasi profilenya.

Selengkapnya
Navigasi Web
'Tradisi Ruwahan' Pada Masyarakat Belitung
Kaskus

'Tradisi Ruwahan' Pada Masyarakat Belitung

Tantangan Menulis Hari ke-32

#TantanganGurusiana

Banyak cara yang dilakukan oleh masyarakat muslim di tiap daerah yang ada di Indonesia untuk menyambut datangnya bulan suci Ramadhan. Tujuan dari masyarakat untuk melakukan suatu kegiatan tersebut tidak lain adalah untuk menyucikan diri mereka, baik secara lahir maupun batin dengan melakukan silahturahmi dan meminta maaf kepada kerabat atau tetangga terdekat dengan harapan, ibadah puasa yang akan dijalani selama sebulan ke depan bisa berjalan dengan baik. Tidak hanya itu, bentuk "penyucian diri" lainnya yang dilakukan oleh masyarakat adalah dengan menyeburkan diri ke sungai (mandi ke sungai) dengan menggunakan jeruk nipis. Bagi masyarakat Minangkabau (Sumatera Barat) tradisi seperti ini biasa disebut dengan mandi Balimau. Sedangkan di Riau, mandi ke sungai untuk "menyucikan diri" ini disebut dengan tradisi Balimau Kasai.

Selain tradisi yang telah dijelaskan di atas, untuk menyambut bulan yang penuh berkah, yakni bulan ramadhan, sebagian masyarakat di suatu daerah juga melakukan tradisi ziarah kubur dengan mendatangi makam orangtua, saudara atau makam para ulama yang dilakukan oleh masyarakat Palembang (ziarah kubro), bahkan ada juga yang melakukan ziarah kubur ke makam para leluhur (tradisi suro' baca pada masyarakat Bugis) dan tradisi Nyadran ( pada masyarakat Jawa Tengah). Setelah ziarah, tak lupa melakukan tabur bunga. Macam-macam jenis bunga yang dibawa oleh peziarah akan ditaburi ke makam yang diziarahi.

Hal yang sama, juga dilakukan oleh masyarakat Kepulauan Bangka Belitung, khususnya masyarakat Tanjungpandan Belitung, tradisi seperti ini disebut Ruwahan. Ruwahan berasal dari kata arwah, intinya tujuan dilakukannya tradisi ini adalah untuk mendoakan orangtua, saudara yang telah lebih dahulu meninggal dunia. Dalam hal ini, terlihat jelas bahwa hubungan kekerabatan dalam masyarakat di Indonesia dengan keluarganya itu begitu kuat. Tidak hanya semasa hidup di dunia, ketika telah meninggalpun, hubungan baik itu tetap dijaga, walaupun bentuknya telah berbeda, yakni dengan melakukan Ziarah kubur dan tahlilan. Biasanya, orang yang berniat melakukan Ruahan, akan mengundang sanak saudara dan tetangga terdekat untuk tahlilan bersama. Acara terakhir, dilanjutkan dengan makan bersama yang telah disiapkan oleh orang rumah yang mengadakan Ruahan. Intinya, tradisi ini adalah tradisi bersedekah, yang diniatkan oleh orang yang mengadakan Ruahan untuk orangtua atau saudara yang telah meninggal berupa doa selamat dan bersedekah dalam bentuk makanan dengan tetangga terdekat. Semua ini dilakukan semata-mata untuk mendapatkan pahala dari Allah, apalagi sedekahnya dilakukan pada saat pertengahan bulan sya'ban (nisfu sya'ban). Dilakukannya tradisi Ruahan pada pertengahan bulan sya'ban, karena masyarakat percaya bulan ini sebagai bulan yang baik untuk bersedekah selain bulan Ramadhan.

Sebagai warga pendatang, ada hal menarik yang menjadi perhatian saya. Yakni, setelah makan bersama di acara Ruahan tersebut, tetangga yang datang (terutama ibu-ibunya). Sebelum pulang, saat bersalaman, mereka memberi amplop yang berisi uang ke empunya rumah. Lah, saya kaget, karena baru pertama ikut Ruahan ke rumah tetangga, saya tidak pernah menduga sebelumnya kalau selesai Ruahan akan memberikan amplop ke tuan rumah. Walaupun tidak enak hati, saya tetap berusaha menjaga sikap dengan baik, karena tidak membawa amplop seperti ibu-ibu yang lain. Yang ada dalam pikiran saya saat itu adalah, bukannya tradisi Ruahan itu adalah identik dengan sedekah? Yang kita ketahui sedekah adalah segala sesuatu bentuk pemberian yang kita berikan ke orang lain dengan niat yang ikhlas, tidak jadi masalah kalau jumlahnya banyak atau sedikit. Berarti yang berniat sedekah kan orang yang melakukan Ruahan, tapi kok, kenapa malah orang yang diundang yang memberikan amplop ke orang yang mengadakan Ruahan? Saya jadi bingung, jadi, siapa yang sebenarnya bersedekah? Yang Beruah atau orang yang diundang pada saat acara Ruahan tersebut?

DISCLAIMER
Konten pada website ini merupakan konten yang di tulis oleh user. Tanggung jawab isi adalah sepenuhnya oleh user/penulis. Pihak pengelola web tidak memiliki tanggung jawab apapun atas hal hal yang dapat ditimbulkan dari penerbitan artikel di website ini, namun setiap orang bisa mengirimkan surat aduan yang akan ditindak lanjuti oleh pengelola sebaik mungkin. Pengelola website berhak untuk membatalkan penayangan artikel, penghapusan artikel hingga penonaktifan akun penulis bila terdapat konten yang tidak seharusnya ditayangkan di web ini.

Laporkan Penyalahgunaan

Komentar

La mulai bulan ruwah, yeh. Endak terase la waktu cepat berlalu

13 Mar
Balas

Iya Bu...dak terasa emang bu

13 Mar

Mantap bu lova, memang tradisi ruwahan la bergeser seperti kondangan. Mngkin itu hanya ibu2. Tapi kalau bapak2nya tidak

13 Mar
Balas

Iya pak, kebetulan aku pernah nanya juga, yg bapak2 Ndak. Yg ibu2 aja. Dalam tradisi ini kayaknya memang dah terjadi pergeseran makna ya pak

13 Mar



search

New Post